ADAB DAN AKHLAK PENUNTUT ILMU* (Bagian 1)
oleh : Syaikh Abdurrahman As-Sa’di
IKHLAS
Wajib bagi seorang yang berilmu baik santri maupun ustadz untuk menjadikan ikhlas yang sempurna sebagai landasan semua aktivitasnya. Dan hendaklah mereka meniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah yang amat mulia ini, yang amat sempurna, yang amat bermanfaat dan yang paling berguna ini. Hendaklah mereka selalu mengoreksi niatnya dalam hal yang paling kecil hingga yang paling besar. Ketika mereka belajar atau saling mempelajari, membahas atau berdiskusi, memperdengarkan atau mendengarkan, menulis atau menghafal, mengulang pelajaran atau mempelajari kitab-kitab, duduk di majelis ilmu atau melangkahkan kaki menuju majelis ilmu, membeli kitab atau yang membantunya dalam menggapai ilmu. Maka keikhlasan karena Allah, mengharap pahala dan balasan-Nya selalu ada bersama mereka. Hingga seluruh aktivitas mereka menjadi kekuatan dan ketaatan serta pendekatan kepada Allah, kepada kemuliaan-Nya. Dan mereka termasuk ke dalam sabda Rasul:
من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له طريقا إلى الجنة
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk meraih ilmu (agama) maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim)
Maka setiap jalan yang riil maupun yang abstrak yang dilewati oleh penuntut ilmu agama untuk meraih ilmu maka itu termasuk ke dalam sabda Rasul di atas.
METODE MERAIH ILMU AGAMA
Setelah keikhlasan, maka wajib memperhatikan masalah prioritas dalam meraih ilmu agama. Memulai dari yang paling penting kemudian yang penting dari ilmu agama dan ilmu yang membantu dalam meraihnya yaitu ilmu bahasa arab. Perincian masalah ini amat panjang dan sudah dimaklumi, ada perbedaan dengan perbedaan sikon dan individu.
Selayaknya penuntut ilmu untuk melewati jalan yang paling dekat kepada tujuannya. Dan hendaklah dia memilih dari spesialisasi kitab-kitab ulama yang dia ingin mendalaminya yang paling baik dan yang paling jelas serta yang paling banyak faidahnya. Dia fokuskan seluruh perhatiannya kepada kitab tersebut baik dengan menghafalnya jika mampu. Dan dia mempelajarinya hingga dia betul-betul memahami dan menancap dalam benaknya. Kemudian dia terus mengulang-ulang apa yang dia pelajari tersebut.
ADAB USTADZ KEPADA SANTRI
Wajib bagi seorang ustadz untuk dia melihat kepada kemampuan berpikir santrinya, kesiapan, dan kelemahannya. Tidak boleh untuk ustadz membiarkan muridnya mendalami kitab yang tidak sesuai dengan kapasitasnya. Karena hal itu bukan termasuk menasehati. Sedikitnya ilmu yang dipahami dan dimengerti itu lebih baik daripada banyak akan tetapi tidak dipahami dan mudah dilupakan.
Demikian pula seorang ustadz ketika menjelaskan pelajaran hendaknya memperhatikan kemampuan santri dalam memahami dan tidak mencampur adukkan berbagai permasalahan. Tidak selayaknya pindah dari satu pembahasan kepada yang lain hingga betul-betul paham agar benar-benar siap melanjutkan pembahasan berikutnya.
Adapun jika seorang ustadz mencampur adukkan berbagai pembahasan ilmu sebelum sang santri memahami pembahasan pertama, maka ini akan dapat menyia-nyiakan pembahasan pertama dan menyebabkan tidak dipahami pembahasan berikutnya. Kemudian pembahasan-pembahasan itu akan menumpuk dalam benaknya dan tidak dimengerti hingga menjadikan santri bosan serta sempit dadanya untuk kembali kepada pembahasan tersebut. Maka tidak selayaknya untuk seorang ustadz meremehkan masalah ini.
Seorang ustadz hendaknya menasehati sang murid dengan seluruh apa yang dia miliki dari pengajaran. Bersabar jika sang murid tidak paham, kurang beradab atau bersikap kasar. Berantusias untuk meluruskan santri dan mengajarinya adab serta budi pekerti luhur.
Hal ini karena seorang santri memiliki hak atas sang ustadz. Seorang santri telah memilih untuk menyibukkan diri dengan ilmu yang bermanfaat baginya dan bagi manusia. Dan dia memilih sang ustadz tersebut bukan yang lainnya. Apa yang dia pikul dari ilmu maka itu bersumber dari sang ustadz. Santri menghafal dan mengembangkan ilmu yang telah dia peroleh dari ustadz dan dia gunakan untuk meraih keuntungan (pahala). Seorang santri adalah anak hakiki bagi sang ustadz yang mewarisi (ilmu) nya.
Allah berfirman:
فَهَبۡ لِى مِن لَّدُنكَ وَلِيًّ۬ا (٥) يَرِثُنِى وَيَرِثُ مِنۡ ءَالِ يَعۡقُوبَۖ
“Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub”(QS. Maryam : 5-6) maksudnya adalah pewaris ilmu dan hikmah.
Seorang ustadz tetap mendapat pahala atas pengajarannya, baik sang murid paham atau tidak. Namun apabila sang murid paham apa yang diajarkan dan dia mengambil manfaat darinya kemudian dia ajarkan kepada yang lain, maka ini adalah sedekah yang mengalir pahalanya bagi sang ustadz selama manfaat itu terus bersambung. Inilah bisnis yang hendaknya diperebutkan.
Seorang ustadz hendaknya berusaha keras untuk mengadakan bisnis seperti diatas dan mengembangkannya. Itu adalah amal ibadahnya dan dampak positif dari amalannya tersebut.
Allah berfirman:
إِنَّا نَحۡنُ نُحۡىِ ٱلۡمَوۡتَىٰ وَنَڪۡتُبُ مَا قَدَّمُواْ وَءَاثَـٰرَهُمۡۚ
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.”
(QS. Yasin : 12)
“Apa yang mereka kerjakan” maksudnya perbuatan mereka sendiri. “Bekas-bekas yang mereka tinggalkan” maksudnya dampak positif dari amal perbuatan mereka atau sebaliknya (dampak negatif) pada saat mereka hidup dan setelah mereka meninggal dunia.
Selayaknya bagi seorang ustadz untuk memotivasi muridnya dengan berbagai cara serta menjadikannya giat belajar. Dan tidak menjadikannya bosan dengan pembahasan yang menyulitkan.
ADAB SANTRI KEPADA USTADZ
Wajib bagi seorang santri untuk menghormati ustadznya, sopan santun kepadanya sesuai dengan kadarnya. Hal ini karena seorang ustadz punya hak umum dan khusus atasnya.
Hak Umum Ustadz
Adapun hak seorang ustadz secara umum maka sesungguhnya seorang pengajar kebaikan dia telah menyiapkan diri untuk memberi manfaat kepada manusia dengan ilmu dan fatwanya. Maka haknya atas manusia seperti hak orang yang berbuat kebaikan kepadanya. Dan tidak ada kebaikan yang lebih mulia dan lebih bermanfaat dibanding dengan kebaikan seorang manusia yang menyeru kepada kebaikan dalam urusan agama dan mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak mereka ketahui sebelumnya. Seorang ustadz mengingatkan manusia ketika mereka lalai. Yang dengannya terwujud kebaikan dan hilang kejelekan. Menyebarkan agama dan ilmu yang bermanfaat adalah hal yang paling berguna bagi manusia dan bagi generasi yang akan datang baik anak-anaknya atau selainnya. Seandainya tanpa ilmu maka manusia seperti binatang ternak yang tersesat dalam kegelapan. Ilmu adalah cahaya yang dengannya manusia mendapat petunjuk. Ilmu adalah kehidupan bagi hati dan ruh, di dunia maupun di akhirat. Suatu negeri yang tidak ada orang alim yang menjelaskan kepada manusia perkara agama mereka dan tidak ada yang mengingatkan mereka akan perkara penting mereka maka mereka dalam keadaan mara bahaya di dunia maupun akhirat. Jika ini merupakan jasa/kebaikan seorang ustadz kepada manusia maka sungguh wajib bagi setiap muslim untuk mencintai dan menghormati serta melaksanakan hak-haknya.
Hak Khusus Ustadz
Adapun hak khusus seorang ustadz dikarenakan dia telah mencurahkan ilmunya dan berantusias untuk menunjukkan manusia ke derajat yang paling tinggi. Tidaklah sama jasa orang tua dengan jasa seorang ustadz yang mengajari manusia ilmu secara bertahap. Mereka telah mengorbankan waktu yang berharga mereka dan pikiran serta jerih payah mereka untuk memahamkan manusia perkara agama.
Jika ada seseorang memberi kita hadiah berupa harta yang kita bisa mengambil manfaat darinya kemudian habis harta tersebut, kita pun berhutang budi kepadanya. Maka bagaimana dengan hadiah ilmu yang banyak dan bermanfaat yang terus langgeng selama kita masih hidup bahkan hingga kita mati? Terus mengalir sesuai keadaan hadiah tersebut. Sungguh besar jasa seorang ustadz yang harus kita balas dengan menghormatinya dan beradab kepadanya, mengikuti arahan-arahannya dan tidak menyimpang dari petunjuknya yang bermanfaat terlebih dalam hal-hal yang dia telah lebih berpengalaman di dalamnya seperti metode pengajaran dan selainnya.
Menghormati Ustadz
Hendaknya seorang santri duduk dihadapan ustadz dengan sopan santun. Dia amat menampakkan kebutuhannya kepada ilmu sang ustadz. Dia mendoakannya dengan kebaikan baik dihadapannya atau tidak dihadapannya. Apabila sang ustadz memberikan kepadanya suatu faedah ilmu atau menjawab permasalahan, maka jangan sampai seorang santri menampakkan bahwa dirinya sudah mengetahui ilmu tersebut kepada sang ustadz, meskipun dia benar- benar mengetahuinya. Bahkan selayaknya sang santri menunjukkan bahwa dia sangat haus dengan ilmu sang ustadz. Ini kalau dia betul-betul mengetahuinya, maka bagaimana jika dia betul-betul tidak tahu. Adab ini selayaknya diwujudkan dalam setiap muamalah kepada siapa pun baik dalam ilmu agama atau ilmu dunia.
BERSAMBUNG INSYA ALLAH…
————————–
*Diterjemahkan oleh Abu Nafisah Abdurrahman bin Thoyyib dari kitab ‘Awaa’iq Ath-Thalab hal. 78-97 oleh Syaikh Abdussalam bin Barjas Alu Abdul Karim.