ADAB DAN AKHLAK PENUNTUT ILMU (Bagian 2)
Oleh : Syaikh Abdurrahman As-Sa’di
KETIKA USTADZ KHILAF
Apabila seorang ustadz khilaf dalam suatu hal maka hendaklah diingatkan dengan lemah lembut dan sopan santun sesuai dengan sikonnya. Jangan mengatakan kepadanya: Engkau salah atau ini bukan seperti yang engkau sampaikan. Akan tetapi berkata dengan lemah lembut yang bisa mengingatkan kekhilafan sang ustadz tanpa menyakiti hatinya. Karena ini merupakan kewajiban seorang santri atas ustadznya dan ini lebih dapat diterima. Adapun menegur dengan kasar serta menyakiti hati, maka ini susah untuk diterima dan tidak sampai kepada tujuan.
RUJUK DARI KEKHILAFAN
Sebagaimana hal diatas merupakan kewajiban seorang santri terhadap ustadz. Maka seorang ustadz apabila dia salah hendaknya rujuk kepada kebenaran. Janganlah seorang guru merasa berat jika rujuk dari suatu ucapan apabila dia melihat ada yang lebih benar dari ucapannya. Ini merupakan tanda obyektifitas dan tunduk kepada kebenaran. Yang wajib adalah mengikuti kebenaran baik datangnya dari yang lebih junior atau senior.
Diantara nikmat Allah kepada sang ustadz adalah adanya santri-santri yang mengingatkannya akan kekhilafannya serta menunjukkannya kepada yang benar agar kesalahan itu tidak berulang. Ini membutuhkan rasa syukur kepada Allah. Kemudian berterima kasih kepada santri atau yang lainnya yang telah Allah jadikan dia perantara untuk mengingatkannya.
UCAPAN USTADZ KETIKA DIA TIDAK PAHAM : Allahu A’lam
Diantara hal wajib yang dilakukan seorang ustadz ketika dia tidak paham suatu permasalahan untuk mengatakan : Allahu A’lam. Hal ini tidak akan menurunkan kedudukan sang ustadz. Bahkan hal ini dapat mengangkat kedudukan mereka. Dan ini merupakan tanda kesempurnaan agamanya serta kejujurannya dalam mencari kebenaran.
MANFAAT DIAM DARI APA YANG TIDAK DIKETAHUI
Ketika seorang itu diam dari apa yang tidak dia ketahui maka banyak manfaat yang bisa dipetik:
1. Ini merupakan kewajiban atasnya.
2. Ketika dia diam dan berkata : Allahu A’lam. Maka secepatnya ilmu itu akan mendatanginya yaitu dengan dia mempelajarinya lagi atau dengan dia bertanya kepada yang lain. Seorang santri jika dia mendapati ustadznya tidak bisa menjawab maka dia akan berusaha keras dalam menggapai ilmu tersebut serta memberikan faedah ilmu kepada sang ustadz. Sungguh baik sekali dampak dari ucapan seorang ustadz : “Allahu A’lam”.
3. Apabila seorang ustadz tidak bisa menjawab suatu permasalahan, maka ini sebagai bukti bahwa sang ustadz bisa dipercaya dan bukti akan amanahnya serta pemahamannya tentang permasalahan lainnya. Sebaliknya kalau ada yang berani berbicara tanpa ilmu, maka ini akan mengakibatkan keraguan terhadap ucapannya meski dalam hal yang amat jelas.
4. Seorang ustadz jika dia tidak menjawab permasalahan yang tidak dia ketahui maka ini adalah pembelajaran terhadap para santri dan memotivasi mereka untuk menelusuri jalan yang baik ini. Meneladani perbuatan lebih mengena daripada meneladani perkataan.
DIALOG ANTAR SANTRI
Diantara yang mendukung bab ini adalah seorang ustadz membuka pintu dialog bagi para santri dalam permasalahan ilmu dan dalam menegakkan hujjah. Ini dilakukan dengan satu tujuan yaitu mengikuti pendapat yang kuat dalilnya. Jika hal ini diwujudkan maka pemikiran akan cerah dan diketahui kekeliruan serta akan diikuti kebenaran. Dan tujuan utamanya adalah mencari kebenaran serta mengikutinya.
CELAAN TERHADAP TA’ASHUB/FANATISME
Jauhilah fanatik terhadap ucapan (manusia) yaitu dengan menjadikan tujuan utama dari dialoq adalah membela ucapan yang dia ucapkan atau ucapan orang yang dia agungkan. Karena ta’ashub akan menghilangkan keikhlasan, menghilangkan kesucian ilmu, membutakan hakikat kebenaran, membuka pintu iri dengki dan permusuhan yang memadharatkan. Sebagaimana obyektivitas adalah perhiasan ilmu, tanda keikhlasan dan nasehat serta kesuksesan.
PERINGATAN DARI MENUNTUT ILMU AGAMA UNTUK DUNIA
Jauhilah menuntut ilmu karena tujuan yang jelek dan niat yang buruk seperti pamer, debat kusir, riya’, sum’ah, dan untuk menjadikannya sebagai jembatan meraih urusan dunia dan kedudukan. Ini bukanlah keadaan para ulama yang merupakan ahli illmu yang sebenarnya. Barangsiapa yang menuntut ilmu agama atau menggunakannya untuk tujuan yang jelek maka dia tidak akan mendapat bagian (pahala) di akhirat.
MENGAMALKAN ILMU
Diantara yang diwajibkan atas ulama adalah berhias diri dengan akhlak, amal dan pengajaran yang merupakan seruan ilmu. Ulama/penuntut ilmu agama adalah orang yang paling layak untuk tersifati dengan akhlak mulia serta jauh dari akhlak yang jelek. Mereka adalah orang yang berada di barisan terdepan dalam melaksanakan kewajiban yang lahir maupun yang batin dan dalam meninggalkan yang haram. Hal itu dikarenakan mereka adalah orang yang tersifati dengan ilmu dan pengetahuan agama yang tidak dimiliki oleh orang lain. Dan dikarenakan mereka adalah suri teladan bagi manusia, sedangkan manusia secara tabiatnya selalu mengikuti para ulama mereka dalam berbagai urusan mereka baik mereka mengakui atau tidak. Dan mereka akan mendapat banyak protes dan celaan jika meninggalkan apa yang diseru oleh ilmu melebihi selain mereka.
Dahulu salaf selalu menjadikan pengamalan ilmu untuk meraih ilmu. Karena ilmu jika diamalkan maka akan langgeng dan menetap, berkembang dan banyak barokahnya. Namun jika ilmu itu tidak diamalkan maka akan hilang dan sirna barokahnya. Ruh ilmu, hidupnya ilmu serta tegaknya ilmu apabila dia diamalkan, dijadikan sebagai akhlak, pengajaran, dan nasehat. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung.
METODE PENGAJARAN
Selayaknya bagi penuntut ilmu agama untuk mengikuti metode yang bermanfaat dalam menggali ilmu baik dalam belajar maupun mengajar. Apabila seorang guru mulai dalam menjelaskan suatu permasalahan maka dia berusaha sekuat tenaga untuk bisa memahamkannya kepada para santri baik dari sisi retorika bahasa, perumpamaan, dan penggambaran.
Kemudian sang ustadz tidak berpindah kepada masalah yang lain hingga betul-betul telah memahamkan para santrinya. Ustadz tidak membiarkan para santri keluar dari suatu pembahasan yang belum selesai pengajarannya kepada pembahasan yang lain hingga betul-betul memahaminya. Karena keluar dari pembahasan sebelum selesai dapat menghilangkan faedah ilmu.
MENJAGA HAFALAN (ILMU) PARA SANTRI
Selayaknya dijaga hafalan (ilmu) para santri dengan mengulang-ulanginya, mengujinya, menganjurkan untuk saling mempelajari dan mengulanginya. Karena belajar ilmu itu seperti menanam pohon dan mengulang pelajaran seperti menyiraminya dan menghilangkan hal-hal yang memadharatkannya agar bisa berkembang dan tumbuh besar.
ADAB BERTEMAN
Sebagaimana diwajibkan atas santri untuk menghormati ustadznya dan beradab kepadanya. Maka demikian pula terhadap temannya, seorang santri harus memperhatikan hak-hak teman-temannya dan beradab kepada mereka. Beradab kepada teman sesama penuntut ilmu lebih ditekankan dibanding kepada teman-teman biasa. Pertemanan dalam menuntut ilmu agama mengumpulkan banyak hak. Karena mereka memiliki hak ukhuwah/persaudaran seagama, hak persahabatan, hak sebagai murid dari guru yang sama, yang semisal dengan anak-anak dari sang ustadz serta hak dalam hal saling memberi manfaat kepada yang lain.
Oleh karena itu, selayaknya bagi penuntut ilmu untuk tidak meninggalkan hal yang bermanfaat yang mungkin dia bisa berikan kepada temannya seperti mengajari apa yang tidak dia ketahui. Dan membahas sesuatu yang mendatangkan kebaikan serta menunjukkannya kepada yang bermanfaat.
Selayaknya berkumpulnya mereka disetiap waktu betul-betul sebagai ghanimah. Yang kurang paham belajar kepada yang lebih paham. Yang tahu mengajari yang belum tahu. Mereka saling menyampaikan masalah-masalah ilmiyah yang bermanfaat dan menjadikan tujuan mereka untuk mencari solusinya.
BAHAYA MENYIBUKKAN DIRI DENGAN GOSIP
Hendaknya penuntut ilmu agama berhati-hati dari menyibukkan diri dengan menggunjing orang lain, mencari-mencari informasi tentang keadaan dan aib mereka. Sesungguhnya ini merupakan dosa yang nyata. Dan maksiat yang dilakukan oleh ahli ilmu lebih dahsyat daripada yang dilakukan oleh selainnya. Karena orang lain meneladani perbuatan ahli ilmu. Dan barangsiapa yang tabiatnya adalah kejelekan maka dia menjadikan perbuatan ahli ilmu tersebut sebagai hujjah baginya. Dan dikarenakan menyibukkan diri dengan gosip akan menyia-nyiakan banyak kebaikan serta waktu yang berharga, dan akan menghilangkan wibawa ilmu serta cahayanya.
TIDAK TAMAK PADA DUNIA
Ketahuilah bahwa tidak tamak kepada dunia merupakan sesuatu yang diharapkan dari setiap orang. Terlebih lagi bagi para penuntut ilmu agama yang diwajibkan hal tersebut kepada mereka. Karena ilmu itu merupakan pekerjaan amal seluruhnya atau kebanyakannya. Kesibukan-kesibukan dunia jika telah mengiringi ilmu maka akan berkurang ilmu tersebut sesuai dengan kadarnya. Tidak tamak kepada dunia termasuk sebab utama untuk menghidari dari kesibukan dunia dan untuk penuntut ilmu lebih fokus kepada ilmu.
MENEBAR ILMU
Diantara adab seorang ulama dan penuntut ilmu agama adalah menasehati dan menebarkan ilmu yang bermanfaat sesuai dengan kemampuan. Seandainya seseorang itu mengetahui satu permasalahan agama kemudian dia menebarkannya maka ini adalah dari barokah ilmunya. Karena buah ilmu adalah manusia mengambilnya darimu. Barangsiapa yang bakhil dengan ilmunya maka akan mati ilmunya dengan kematiannya. Bahkan dia akan lupa terhadap ilmunya meski dia masih hidup. Sebagaimana orang yang menebarkan ilmu maka dia akan mendapati kehidupan yang kedua dan dapat menjaga ilmunya serta akan mendapatkan pahala dari Allah seperti dia mengamalkannya.
MENYATUKAN HATI
Diantara kewajiban yang paling penting atas para ahli ilmu baik para ustadz dan santri adalah berusaha untuk menyatukan barisan serta menyatukan hati diatasnya dan menghilangkan sebab-sebab kejelekan dan permusuhan diantara mereka. Dan menjadikan hal ini sebagai prioritasnya. Mereka berusaha untuk menggapai hal ini dengan segala cara. Karena visi dan misinya satu sedangkan kebaikannya menyeluruh. Mereka melaksanakan tugas ini dengan mencintai setiap ahli ilmu dan yang memiliki andil dalam ilmu. Mereka tidak membiarkan onak dan duri yang dapat menghalangi mereka dari tujuan yang mulia ini. Sebagian mereka mencintai sebagian yang lain, sebagian mereka membela sebagian yang lain. Mereka memberikan nasehat jika melihat ada yang menyimpang. Mereka menjelaskan bahwa perselisihan dalam masalah yang tidak terlalu penting yang dapat menghilangkan rasa cinta dan persatuan tidak boleh dibiarkan. Mereka tidak membiarkan para musuh ilmu dari kalangan orang-orang awam dan selain mereka merusak hubungan baik mereka dan mencerai-beraikan barisan mereka.
DIANTARA FAIDAH PERSATUAN
Sesungguhnya di dalam mewujudkan tujuan yang mulia ini banyak sekali faidah yang bisa diambil. Seandainya tidak ada faidah didalamnya melainkan ini adalah perintah agama yang menganjurkan dengan berbagai macam metode (maka itu sudah cukup). Dan bahwasanya orang yang mulia adalah yang mengamalkan hal ini. Dan ini adalah bukti yang paling agung akan keikhlasannya dan pengorbanannya yang merupakan ruh agama dan porosnya. Dan dengan inilah seorang itu tersifati sebagai ahli ilmu yang telah banyak sekali pujian dan sanjungan atas mereka di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang tidak bisa disebutkan disini.
Diantara faidahnya adalah memperbanyak ilmu dan melapangkan jalan kepadanya. Dan banyaknya jalan kepada hal tersebut sangatlah amat nampak. Karena para ahli ilmu jika mereka telah bersatu maka sebagian mereka bisa belajar dari sebagian yang lain. Akan tetapi jika sebagian mereka menjauh dari sebagian yang lain maka akan terputus faidah tersebut dan akan berdampak sebaliknya. Akan mengakibatkan permusuhan, fanatik, mencari-cari aib dan kesalahan lawannya untuk mencelanya. Ini semua bertentangan dengan agama dan akal yang sehat serta metode salafush shaleh. Namun orang jahil mengira ini bagian dari agama.
Orang yang mendapat taufik dari Allah maka dia menasehati Allah dengan mentauhidkan-Nya, melaksanakan ibadah kepada-Nya secara dzahir dan batin dengan ikhlas dan hanya mengharap pahala dari Allah serta menyempurnakan ibadah tersebut sesuai dengan kemampuannya.
Orang tersebut menasihati kitabullah dengan beriman kepada semua kandungannya. Dengan mempelajarinya dan mempelajari apa yang berkaitan dengannya yang merupakan cabang ilmu syariat.
Orang tersebut menasihati Rasul-Nya dengan mengimani semua apa yang beliau ajarkan baik masalah aqidah ataupun cabang agama. Lebih mencintainya dari pada semua kecintaan kecuali cinta kepada Allah. Dan dia mengikuti ajaran beliau dalam melaksanakan syariat agama baik yang lahir maupun yang batin.
Orang tersebut menasehati para pemimpin kaum muslimin baik para umara dan ulama dalam mencintai kebaikan untuk mereka serta berusaha membantu mereka baik berupa ucapan dan perbuatan. Serta mencintai persatuan rakyat untuk taat kepada mereka dan tidak menyelisihi mereka yang akan berakibat jelek.
Orang tersebut menasihati kaum muslimin dengan mencintai bagi mereka apa yang dia cintai untuk diri mereka sendiri. Dan membenci untuk mereka apa yang mereka benci untuk diri mereka sendiri. Berusaha untuk menebarkan kebaikan kepada mereka sesuai dengan kemampuan. Dzahir dan lahir mereka satu begitu pula dengan ucapan dan perbuatan mereka. Menyeru kepada landasan yang mulia ini dan kepada jalan yang lurus.
Kita mohon kepada Allah agar menganugerahkan kepada kita kecintaan-Nya dan kecintaan orang yang dicintai-Nya. Dan kecintaan kepada amal perbuatan yang mendekatkan kepada kecintaan-Nya. Serta menganugerahkan kepada kita kasih sayangnya. Sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Maha Memberi.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad.