SIKAP AHLUSSUNNAH TERHADAP PEMIMPIN KAUM MUSLIMIN (Bagian 1)
Islam adalah agama yang sempurna mencakup segala bidang kehidupan manusia. Tidak ada suatu hal yang bisa mendatangkan kemaslahatan bagi umat atau yang mencegah kemadharatan darinya melainkan telah dijelaskan dengan segamblang-gamblangnya. Kalau saja dalam masalah buang hajat, Islam telah menjelaskan dengan terang apalagi yang berkaitan dengan kemaslahatan umat, seperti masalah bersikap terhadap penguasa kaum muslimin. Al-Qur’an dan hadits yang shahih serta kitab-kitab aqidah ulama salaf telah menjelaskan bagaimana sikap bijak terhadap pemimpin kaum muslimin.
Secara ringkas ada 7 sikap bijak terhadap mereka: menghormati, mendengar dan taat, bersabar, menasehati, mendoakan, tidak memberontak, dan melaksanakan sebagian ibadah bersama mereka. Pembahasan ini sangat amat urgen di zaman yang penuh fitnah ini, terlebih lagi hal ini amat langka dan jarang disampaikan oleh para da’i ataupun khatib atau para penulis. Dan semua itu dalam rangka menyelamatkan umat dari berbagai macam fitnah dan malapetaka.
1. Memuliakan Pemimpin Kaum Muslimin
عن أبي بكرة قال : سمعت رسول الله يقول : السلطان ظل الله في الأرض، فمن أكرمه أكرمه الله، ومن أهانه أهانه الله.
Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pemimpin (kaum muslimin) adalah naungan Allah di atas muka bumi, maka barangsiapa yang memuliakannya maka Allah akan memuliakannya dan barangsiapa yang menghinakannya maka Allah akan menghinakannya.”
(HSR. Ibnu Abi ‘Ashim)
قال العلامة الشيخ محمد بن صالح العثيمين رحمه الله : فالله الله في فهم منهج السلف الصالح في التعامل مع السلطان، وأن لا يتخذ من أخطاء السلطان سبيلاً لإثارة الناس وإلى تنفير القلوب عن ولاة الأمور، فهذا عين المفسدة، وأحد الأسس التي تحصل بها الفتنة بين الناس. كما أن ملء القلوب على ولاة الأمر يحدث الشر والفتنة والفوضى.
Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu berkata:
“Bertakwalah kepada Allah dan berpeganglah dengan pemahaman Salafush Shaleh dalam bermuamalah dengan penguasa. Dan janganlah kesalahan-kesalahan penguasa dijadikan sebagai bahan untuk menghasut manusia dan menjauhkan hati-hati mereka dari para penguasa. Ini merupakan sumber kerusakan dan fitnah diantara manusia, sebagaimana rasa dengki kepada penguasa dapat menimbulkan keburukan, fitnah dan kekacauan.” [1]
ورحم الله سهل بن عبد الله التستري حينما قال : لا يزال الناس بخير ما عظموا السلطان والعلماء، فإن عظموا هذين : أصلح الله دنياهم وأخراهم، وإن استخفوا بهذين : أفسدوا دنياهم وأخراهم.
Semoga Allah merahmati Sahl bin Abdillah At-Tasturi ketika beliau berkata :
“Senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka memuliakan para penguasa dan para ulama. Jika mereka memuliakan kedua kelompok manusia tersebut (ulama dan umara’) maka Allah akan memperbaiki dunia dan akhirat mereka. Namun jika mereka menghinakan ulama dan umara’ maka mereka telah merusak dunia dan akhiratnya.” [2]
2. Mentaati Penguasa Selama Bukan Dalam Kemaksiatan
Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul serta pemimpin diantara kalian.”
(QS. An-Nisa’ : 59)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ ولا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ في جُثْمَانِ إِنْسٍ قال: قلت: كَيْفَ أَصْنَعُ يا رَسُولَ اللَّهِ إن أَدْرَكْتُ ذلك؟ قال: تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ.
“Akan datang pemimpin-pemimpin yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak berpegang dengan sunnahku. Dan akan muncul ditengah-tengah mereka orang-orang yang berhati setan dalam jasad manusia. Dia (Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu) berkata: Aku bertanya: Wahai Rasulullah, apa yang aku perbuat jika aku mendapati pemimpin-pemimpin yang demikian itu? Rasul menjawab: Tetap engkau mendengar dan mentaati pemimpin tersebut meskipun dia memukul punggungmu dan merampas hartamu. Dengarkan dan taatilah dia.” (HR. Muslim)
3. Bersabar Atas Kedzaliman Pemimpin
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من رأى من أميره شيئا يكرهه فليصبر فإنه من فارق الجماعة شبرا فمات فميتة جاهلية
“Barangsiapa yang melihat dari pemimpinnya apa yang tidak dia sukai maka hendaknya dia bersabar. Karena barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah (pemimpin kaum muslimin) sejengkal saja kemudian dia mati, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah.”
(HR.Muslim)
قال الحسن البصري رحمه الله : والله لو أن الناس إذا ابتلوا من قبل سلطانهم صبروا ما لبثوا أن يرفع الله – عز وجل – ذلك عنهم وذلك أنهم يفزعون إلى السيف فيوكلون إليه، والله ما جاؤوا بيوم خير قط، ثم تلا : وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ.
Imam Hasan Al-Bashri rahimahullahu pernah berkata:
“Demi Allah, seandainya manusia ditimpa musibah berupa pemimpin (yang dzalim) kemudian mereka bersabar. Maka tidak berselang lama Allah pasti mengentaskan musibah tersebut dari mereka. Akan tetapi mereka menghunuskan pedang hingga nasib mereka diserahkan kepadanya. Maka demi Allah mereka tidak bisa mendatangkan hari yang lebih baik. Kemudian Hasan Al-Bashri membaca ayat yang artinya: “dan telah sempurnalah Perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka”
(QS.Al-Isra’ : 137) [3]
يقول ابن أبي العز الحنفي رحمه الله : “ وأما لزوم طاعتهم وإن جاروا لأنه يترتب على الخروج من طاعتهم من المفاسد أضعاف ما يحصل من جورهم بل في الصبر على جورهم تكفير السيئات ومضاعفة الأجور، فإن الله ما سلطهم علينا إلا لفساد أعمالنا والجزاء من جنس العمل، فعلينا الاجتهاد في الاستغفار والتوبة وإصلاح العمل. قال تعالى : وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ …. وقال تعالى : وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضاً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ فإذا أراد الرعية أن يتخلصوا من ظلم الأمير الظالم، فليتركوا الظلم.
“Imam Ibnu Abi Al-‘Izzi rahimahullahu berkata: “Adapun diwajibkannya tetap mentaati pemimpin meskipun mereka dzalim karena keluar dari ketaatan kepada mereka bisa mendatangkan bahaya yang lebih berlipat ganda dari kedzaliman mereka. Bahkan bersabar dalam menghadapi kedzaliman mereka akan bisa menghapuskan dosa dan meraih pahala. Dan Allah tidaklah menguasakan mereka atas kita melainkan karena kerusakan amal perbuatan kita dan balasan sesuai dengan amal perbuatan. Maka wajib bagi kita untuk berusaha meminta ampunan-Nya dan bertaubat serta memperbaiki amal perbuatan.
Allah berfirman: “Tidaklah musibah itu menimpa kalian kecuali karena sebab dosa-dosa kalian dan Allah lebih banyak mengampuni” (QS.Asy-Syura :30)…..dan Allah berfirman: “Dan demikianlah Kami kuasakan sebagian orang yang dzalim atas yang lainnya karena sebab perbuatan mereka” (QS.Al-An’aam : 129). Jika rakyat menginginkan agar terbebas dari kedzaliman penguasa yang dzalim maka hendaklah mereka meninggalkan kedzaliman.” [4]
BERSAMBUNG
————————–
[1] Huquq Ar-Ra’i Wa Ar-Ra’iyyah hal.29 oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin.
[2] Al-Jaami’ Li Ahkaami Al-Qur’an 5/251 oleh Imam Al-Qurthubi.
[3] Asy-Syari’ah 1/373 oleh Al-Ajurri.
[4] Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah hal.381 oleh Imam Ibnu Abi Al-‘Izzi