1. Tauhid Asma’ wa sifat
✔ Dari Yunus bin Abdil A’la, dia berkata: Aku mendengar Imam Asy-Syafi’i berkata: Allah punya nama-nama dan sifat-sifat yang tidak boleh bagi seorang pun yang tegak kepadanya hujjah untuk menolaknya. Jika dia menyelisihi setelah tegak hujjah atasnya maka dia kafir. Adapun sebelum tegaknya hujjah atasnya maka dia diberi udzur karena kejahilannya. Karena ilmu tentang (nama dan sifat Alllah) tidak bisa digapai dengan akal pikiran dan penelitian. Allah menetapkan bagi diri-Nya sifat-sifat dan meniadakan dari diri-Nya penyerupaan (dengan makhluk) sebagaimana yang Dia firmankan:
لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ۬ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syuura : 11)
✔ Imam Asy-Syafi’i berkata di dalam muqaddimah kitab beliau “Ar-Risalah”: Orang yang mensifati Allah (dengan akalnya semata) tidak akan sampai kepada hakikat keagungan-Nya yang Dia sifati diri-Nya dengannya. Dan Dia diatas apa yang makhluk mensifati diri-Nya.
✔ Dari Rabi’ bin Sulaiman, beliau berkata: Aku bertanya kepada Imam Asy-Syafi’i tentang sifat Allah. beliau pun menjawab: Diharamkan bagi akal untuk menyerupakan Allah dan bagi perasaan untuk membagaimanakan Allah serta haram bagi prasangka untuk mengingkari (sifat Allah). Diharamkan pula bagi jiwa untuk memikirkan (dzat atau sifat-Nya), bagi hati untuk menyelaminya (tanpa ilmu), bagi lintasan pikiran untuk meliputinya, dan bagi akal untuk memikirkan kecuali apa yang telah Allah sifati diri-Nya dengannya atau yang disifati oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
✔ Dari Rabi’ bin Sulaiman bahwa Imam Asy-Syafi’i pernah berkata: Barangsiapa yang mengatakan Al-Qur’an makhluk maka dia kafir.
✔ Dari Abu Muhammad Az-Zubairy, dia berkata: Ada seseorang berkata kepada imam Asy-Syafi’i: Beritahukan kepadaku tentang Al-Qur’an, apakah dia khaliq? Imam Asy-Syafi’i menjawab: Demi Allah bukan. Orang itu bertanya lagi: Apakah Al-Qur’an makhluk? Imam Asy-Syafi’i menjawab: demi Allah bukan. Orang itu bertanya lagi: Berarti dia bukan makhluk? beliau menjawab: Demi Allah ya (bukan makhluk). Orang itu berkata: Apa dalil bahwa Al-Qur’an bukan makhluk? Imam Asy-Syafi’i pun mengangkat kepala beliau seraya berkata: Apakah engkau mengikrarkan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah? orang itu menjawab: Ya. Beliau berkata: Telah berlalu ucapan ini, Allah berfirman:
وَإِنۡ أَحَدٌ۬ مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٱسۡتَجَارَكَ فَأَجِرۡهُ حَتَّىٰ يَسۡمَعَ كَلَـٰمَ ٱللَّهِ ثُمَّ أَبۡلِغۡهُ مَأۡمَنَهُ ۥۚ ذَٲلِكَ بِأَنَّہُمۡ قَوۡمٌ۬ لَّا يَعۡلَمُونَ
“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At-Taubah : 6)
وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَڪۡلِيمً۬ا
“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS. An- Nisa’ : 164)
Imam Asy-Syafi’i berkata : Apakah engkau mengikrarkan bahwa Allah itu sudah ada sejak dulu dan begitu pula dengan firman-Nya? atau apakah engkau meyakini bahwa Allah itu ada sejak dulu namun tidak tersifati dengan sifat kalam? Orang itu menjawab: Bahkan aku meyakini bahwa Allah itu ada sejak dulu dan sudah tersifati dengan sifat kalam. Imam Asy-Syafi’i pun tersenyum dan berkata: Wahai orang-orang Kufah, sesungguhnya kalian ini datang kepadaku dengan ucapan yang dahsyat jika kalian mengikrarkan bahwa Allah ada sejak dulu kala dan begitu pula dengan kalam-Nya. Lalu darimana kalian bisa mengatakan: kalam itu adalah Allah atau selain Allah atau bukan Allah? Orang itu pun terdiam kemudian keluar.
✔ Beliau berkata: ucapanku tentang As-Sunnah (aqidah) yang aku berpegang teguh dengannya dan juga para ulama sebelumku semisal Sufyan, Malik dan selain keduanya adalah mengikrarkan bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Dan bahwasanya Allah ada diatas Arsy diatas langit-Nya [1]. Dia dekat dengan hamba-hamba-Nya sesuai dengan yang Dia kehendaki. Dan bahwasanya Dia turun ke langit dunia sesuai dengan yang Dia kehendaki.
✔ Dari Al-Jarudi, dia berkata: Pernah suatu saat disebutkan seorang yang bernama Ibrahim bin Ismail bin Ulayyah di hadapan Imam Asy-Syafi’i. Maka beliau pun berkata: Aku menyelisihinya dalam segala hal dan di dalam masalah Laa Ilaha Illallah. Aku tidak mengatakan seperti yang dia katakan. Aku berkata: Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah, yang Dia telah berbicara dengan Nabi Musa alaihi As-Salam secara langsung dari belakang hijab. Sedangkan orang itu (Ibrahim bin Ismail) mengatakan: Tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, yang Dia menciptakan kalam yang Dia perdengarkan kepada Nabi Musa dari belakang hijab.
✔ Dari Rabi’ bin Sulaiman, dia berkata: Aku pernah berada di samping Imam Asy-Syafi’i dan datang secarik kertas (pertanyaan ) dari Ash-Sha’iid. Yang Isinya: Apa pendapat anda tentang firman Allah:
كَلَّآ إِنَّہُمۡ عَن رَّبِّہِمۡ يَوۡمَٮِٕذٍ۬ لَّمَحۡجُوبُونَ
“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari Tuhan mereka.” (QS. Al-Muthafiffin : 15)
Beliau berkata: Ketika (orang-orang kafir itu) dihalangi untuk melihat wajah Allah disaat kemurkaan-Nya, maka ini adalah dalil bahwa orang-orang yang beriman akan melihat wajah Allah pada saat keridhaan-Nya. Ar-Rabi’ berkata: wahai Abu Abdillah (Imam Asy-Syafi’i) apakah engkau mengatakan hal tersebut? beliau menjawab: Ya, dan aku berpegang teguh dengannya.
2. Iman
✔ Dari Ar-Rabi’, dia berkata: Aku mendengar Imam Asy-Syafi’i berkata: Iman adalah ucapan, perbuatan dan keyakinan hati. Tidakkah engkau memperhatikan firman Allah ‘azza wa jalla:
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَـٰنَكُمۡۚ
“Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.” (QS. Al-Baqarah : 143) yaitu shalatmu ke baitul maqdis. Allah menamakan shalat dengan iman dan dia adalah ucapan, perbuatan dan keyakinan.
✔ Beliau juga berkata: Iman adalah ucapan dan perbuatan bisa bertambah dan bisa berkurang.
3. Takdir
✔ Dari Ar-Rabi’ bin Sulaiman, dia berkata: Imam Asy-Syafi’i pernah ditanya tentang takdir. Beliau menjawab:
ما شاء الله كان وإن لم أشأ وما شئت إن لم تشأ لم يكن
Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi meski aku tidak menghendaki
Dan apa yang aku kehendaki tidak akan terjadi jika Engkau tidak menghendaki
خلقت العباد على ما علمت ففي العلم يجري الفتى والمسن
Engkau yang menciptakan hamba-hamba atas apa yang engkau ketahui
Di dalam ilmu Mu pemuda dan yang tua berjalan
على ذا مننت وهذا خذلت وهذا أعنت وذا لم تعن
Yang ini Engkau beri kenikmatan dan yang itu Engkau beri kesengsaraan
Yang ini Engkau tolong dan yang itu tidak Engkau tolong
فمنهم شقي ومنهم سعيد ومنهم قبيح ومنهم حسن
Diantara mereka ada yang sengsara dan ada yang bahagia
Dan diantara mereka ada yang jelek dan ada yang baik
✔ Beliau juga berkata: Sesungguhnya kehendak hamba itu di bawah kehendak Allah. Mereka tidak berkehendak kecuali apa yang Allah kehendaki. Manusia tidak menciptakan perbuatan mereka sendiri, namun itu adalah ciptaan Allah. Sesungguhnya takdir yang baik dan buruk dari Allah. Dan bahwasanya adzab kubur itu haq, pertanyaan bagi penghuni alam kubur itu haq, hari kebangkitan itu haq, hari penghisaban itu haq, surga dan neraka itu haq dan lain sebagainya dari apa yang telah dijelaskan dalam hadits-hadits.
4. Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
✔ Dari Muhammad bin Abdillah bin Abdil Hakim, dia berkata: Aku mendengar imam Asy-Syafi’i berkata: Sebaik-baik manusia setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakar kemudian Umar kemudian Utsman kemudian Ali radhiyallahu ‘anhum.
✔ Dari Yusuf bin Yahya Al-Buwaithy, dia berkata: Aku bertanya kepada Imam Asy-Syafi’i: Apakah boleh aku shalat dibelakang orang syiah rafidhah? Beliau menjawab: Jangan shalat dibelakang orang syiah rafidhah, orang qadariyah dan murjiah. Aku berkata kepada beliau: Jelaskan kepada kami ciri-ciri mereka, Beliau menjawab: Barangsiapa yang mengatakan iman itu hanya ucapan maka dia murjiah. Dan barangsiapa yang mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar bukan khalifah maka dia syiah rafidhah. Dan barangsiapa yang menisbatkan kehendak itu kepada dirinya saja maka dia adalah qadariyah.
✔ Beliau juga berkata: Allah memuji para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Al-Qur’an, Taurat dan Injil. Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang keutamaan mereka yang tidak ada yang bisa menyaingi mereka selamanya. Semoga rahmat Allah bagi mereka dan mencurahkan kepada mereka kedudukan para shiddiqin, syuhada’ dan shalihin. Merekalah yang telah menyampaikan kepada kita sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyaksikan turunnya wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka tahu apa yang Rasul inginkan (dari nash-nash) baik yang bersifat umum, khusus, perintah dan anjuran. Mereka mengetahui dari sunnah-sunnah Rasul apa yang kita ketahui dan apa yang tidak kita ketahui. Mereka lebih unggul daripada kita dalam segala bidang ilmu (agama), rajinnya (beribadah), wara’ (berhati-hati dalam halal haram), kecermelangan akal, dan dalam hal ijtihad. Pendapat mereka lebih mulia dan lebih layak (diikuti) daripada pendapat kita sendiri. Wallahu a’lam.
5. Pengagungan Terhadap Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan celaan terhadap Taklid.
✔ Dari Ar-Rabi’, dia berkata: Aku mendengar Imam Asy-Syafi’i meriwayatkan suatu hadits. Kemudian ada seseorang yang berkata: Wahai Abu Abdillah, Apakah engkau akan mengambil hadits tersebut? Beliau berkata: Kapan saja aku meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam namun aku tidak mengambilnya maka saksikanlah bahwa akalku telah hilang.
✔ Dari Ar-Rabi’ juga, bahwa ada seseorang bertanya kepada beliau tentang suatu masalah. Lalu beliau berkata kepada orang tersebut: Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini demikian dan demikian. Sang penanya berkata: Apakah anda juga berpendapat demikian? Maka aku lihat beliau marah dan murka seraya berkata: Bumi mana yang akan memikulku dan langit mana yang akan menaungiku jika aku meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam namun aku tidak berpendapat dengannya? Ya, aku harus berpendapat dengannya.
✔ Al-Humaidy pernah berkata: Pernah suatu hari Imam Asy-Syafi’i meriwayatkan suatu hadits. Aku pun berkata kepadanya: Apakah engkau akan berpendapat dengannya? Maka beliau berkata: Apakah engkau melihatku keluar dari gereja seraya memakai pakaian orang Nashara? Hingga ketika aku mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tapi aku tidak berpendapat dengannya.
6. Celaan kepada ilmu kalam [2] dan para pengikutnya
✔ Dari Abu Tsaur, dia berkata: Imam Asy-Syafi’i pernah berkata: Aku tidak pernah melihat orang yang mengikuti ilmu kalam itu bahagia.
✔ Dari Yunus Al-Musri, dia berkata: Imam Asy-Syafi’i berkata: Seandainya Allah menguji seseorang dengan semua yang Dia larang selain kesyirikan maka itu lebih baik daripada dia diuji dengan ilmu kalam.
——————————-
[*] Diterjemahkan dari “Aqidah Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu” yang disusun oleh Syaikh DR.Muhammad Musa Alu Nashr hafidzahullahu dari berbagai referensi yang terpecaya. Ini kita sampaikan agar para pengaku “Asy-Syafi’iyah” (pengikut Imam Asy-Syafi’i) di negeri ini sadar dan betul-betul paham akan aqidah Imam Asy-Syafi’i yang mereka agungkan dan agar mereka meniti jejak beliau dalam aqidah yang haq ini. Karena sangat disayangkan banyak dari mereka yang mengaku pengikut Imam Asy-Syafi’i tapi aqidah mereka menyimpang dari aqidah Imam Asy-Syafi’i. Sungguh aneh tapi nyata, Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Mereka mengaku pengikut Imam Asy-Syafi’i tapi aqidah mereka aqidah asy-‘ariyah kullabiyah. Mengapa mereka berpegang dengan aqidah Imam Abul Hasan Al-Asy’ari (yang beliau sendiri telah bertaubat darinya) dan meninggalkan aqidah Imam Asy-Syafi’i (padahal beliau lebih senior)? Apakah mereka menganggap aqidah beliau sesat? Inilah keajaiban dunia, Aneh tapi nyata. Menyedihkan sekaligus menggelikan.
[1] Inilah salah satu aqidah imam Asy-Syafi’i yang diselisihi oleh orang yang mengaku sebagai “Asy-Syafi’iyah”. Banyak yang mengaku “Asy-Syafi’iyah” mengatakan Allah ada dimana-mana, Allah tidak di ruang dan tidak di waktu, Allah bersatu dengan para wali-wali-Nya dan yang lain sebagainya. Pengakuan tinggal pengakuan tanpa bukti yang nyata dilapangan.
[2] Ilmu yang digunakan untuk menetapkan aqidah hanya berlandaskan akal semata.