TAKLID DALAM PANDANGAN SALAFI DAN HAROKI
Dakwah Salafiyah tidak pernah menyeru untuk taklid/fanatik atau membela kesalahan ulama jika salah. Tapi Salafiyah menghormati ulama -yang benar-benar ulama ahlussunnah- yang menyeru kepada aqidah dan sunnah shahihah serta melarang dari syirik dan bid’ah[1].
Dakwah Salafiyah bukan seperti da’i-da’i harakah/pergerakan yang selalu mencela ulama ahlussunnah namun membela dan taklid buta kepada yang bukan ulama. Mereka da’i-da’i pergerakan tidak mau merujuk kepada ulama ahlussunnah meskipun dalam masalah besar yang menyangkut kemashlahatan kaum muslimin. Mereka seenaknya berfatwa tanpa bercermin terlebih dahulu. Padahal Allah ta’ala berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Bertanyalah kepada ulama jika kalian tidak mengetahui. [QS. Al-Anbiya’ 7].
Dan Allah ta’ala juga berfirman:
وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٌ۬ مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْ بِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِى ٱلۡأَمۡرِ مِنۡہُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُ ۥ مِنۡہُمۡۗ
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri (ulama) diantara mereka tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulama). [QS. An-Nisa 83].
Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu pernah ditanya tentang taklid, lalu beliau menjawab: Taklid itu haram, tidak boleh bagi seorang muslim untuk taklid dalam agama. Allah Ta’ala berfirman:
ٱتَّبِعُواْ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكُم مِّن رَّبِّكُمۡ وَلَا تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِۦۤ أَوۡلِيَآءَۗ
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. [QS. Al-A’raf 3].
Aku bukanlah hujjah, maka wajib bagimu untuk meminta kepadaku dalil, sebab hujjah itu ada pada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.[“Tuhfatul Mujiib ‘ala As-Ilatil haadhir wal Ghariib” hal 205-206].
Syaikh Ali bin Hasan Al-Halaby Al-Atsari hafidzahullahu mengatakan: Taklid adalah mengambil perkataan orang lain tanpa dalil dan ini adalah batil menurut para imam empat.
– Imam Abu Hanifah rahimahullahu mengatakan: Tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil perkataan kami selama dia tidak tahu darimana kami mengambilnya. (Al-Intiqa’ hal.145 oleh Ibnu Abdil Bar)
– Imam Malik rahimahullahu berkata: Sesungguhnya aku manusia biasa kadang benar kadang salah. Maka seleksilah pendapatku, jika sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah maka ambillah dan jika tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah maka tinggalkanlah. (Jami’ bayan al-ilmi 2/32 oleh Ibnu Abdil Bar)
– Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata: Setiap apa yang aku ucapkan dan ini bertentangan dengan ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka haditsnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih utama (diikuti) dan jangan taklid kepadaku. (Adab Imam Asy-Syafi’i 1/66 oleh Ibnu Abi Hatim)
– Imam Ahmad rahimahullahu berkata: Jangan engkau taklid kepada siapa pun dalam urusan agamamu. (Masaail Ahmad 277 oleh Abu Daud As-Sajistani).
[“At-Tashfiyah wat tarbiyah” oleh Syaikh Ali bin Hasan hal 50-51].
Hal ini berbeda dengan seruan tokoh harakah semisal Hasan Al-Banna pendiri Ikhwanul Muslimin yang menyeru kepada taklid dengan mengatakan: Sesungguhnya yang aku maksud dengan pemahaman disini adalah engkau meyakini bahwa pemikiran-pemikiran kita adalah Islam yang benar dan engkau harus memahami Islam ini sesuai dengan apa yang kami pahami. [“Majmu’atu Rasaail Al-Imam Asy-Syahiid” hal 363].
Begitu pula dengan tokoh mereka yang bernama Sa’id Hawa yang mengatakan: Tidak ada dihadapan kaum muslimin kecuali pemikiran ustadz Al-Banna jika mereka ingin jalan yang benar,’ [“Fil Aafaaqit Ta’aaliim” hal 5].
—————————————————————
[1] Lihat kitab Minhaj Al-Firqah An-Najiyah hal.4-5 oleh Syaikh Muhammad bin Jamiil Zainu rahimahullahu.