APAKAH NABI MUHAMMAD BERDAKWAH TANPA ILMU?
Apakah benar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah sebelum berilmu?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا .
Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu ini dengan mencabutnya dari para hamba. Akan tetapi Allah mencabut ilmu ini dengan mewafatkan para ulama. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan seorang alim maka manusia menjadikan para tokoh (agama) mereka dari orang-orang jahil. Ketika mereka ditanya maka mereka berfatwa tanpa ilmu hingga sesat menyesatkan. (HR.Bukhari)
Sungguh benar apa yang telah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan dan peringatkan. Betapa banyak di zaman ini orang-orang jahil yang berkedok sebagai da’i, ustadz, bahkan bertopeng ulama. Dikarenakan kejahilannya tentang agama Islam yang bersumberkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta metode salafush shalih, maka dia pun asal berceramah hingga muncul statement/pernyataan yang sangat mengerikan dan menyesatkan.
Diantara sekian banyak orang jahil yang menjadi da’i/ustadz adalah seorang mantan rocker yang bergabung dengan kelompok Jama’ah Tabligh yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itu berdakwah dulu sebelum berilmu dan bahwasanya pemahaman yang mengatakann berdakwah dengan ilmu terlebih dahulu itu adalah pemahaman bani israil, yahudi dan nashrani. Na’udzu billahi min dzalika.
كَبُرَتۡ ڪَلِمَةً۬ تَخۡرُجُ مِنۡ أَفۡوَٲهِهِمۡۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبً۬ا
Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta. (QS. Al-Kahfi : 5)
Sungguh keji dan kejam ucapan da’i ini kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam! Sungguh ini adalah pelecehan dan penghinaan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam! Yang menghina Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya orang-orang kafir itu, namun juga para da’i-da’i yang jahil ini.
Bagaimana kita bisa diam dari orang yang mengatakan bahwa nabi berdakwah tanpa ilmu alias nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah dengan kejahilan? Mana kecemburuan kita ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dihina dan dilecehkan? Dimanakah mereka yang mengaku cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Apakah dengan dalih ukhuwah islamiyah kita diam dan tutup mata dari kemungkaran bahkan kekufuran ini? Semoga Allah balas ucapan da’i jahil ini dan yang semisalnya dengan balasan yang setimpal.
Tidakkah da’i ini membaca firman Allah yang dengan jelas menyatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah di atas ilmu?
قُلۡ هَـٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۟ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِىۖ وَسُبۡحَـٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۟ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan ilmu yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf : 108)
Imam Ibnu Katsiir rahimahullahu berkata: Allah ta’ala berkata kepada rasul-Nya (yang diutus) kepada jin dan manusia seraya memerintahkan kepada beliau untuk mengabarkan kepada manusia bahwa inilah jalan beliau dan metode beliau serta sunnah beliau. Yaitu berdakwah kepada persaksian bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Beliau menyeru kepada Allah dengan kalimat syahadat tersebut di atas ilmu, keyakinan, dan keterangan. Dan semua yang mengikuti beliau menyeru kepada apa yang diseru oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas ilmu [1], keyakinan dan keterangan baik secara akal maupun syariat. [2]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu berkata: Ilmu adalah asas dakwah dan konten dakwah. Tidak mungkin dakwah berjalan sesuai dengan apa yang Allah ridhai kecuali jika dibangun di atas ilmu. Imam Bukhari rahimahullahu menulis dalam kitab shahihnya bab “Berilmu sebelum berkata dan beramal” dan beliau berdalil dengan firman Allah:
فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُ ۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ
Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) yang haq selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu. (QS. Muhammad : 19)
Semua dakwah tanpa ilmu maka pasti ada kesesatan dan penyimpangannya [3]. Oleh karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan akan hal ini ketika menjelaskan bahwa para ulama jika telah diwafatkan maka yang tersisa adalah orang-orang jahil yang berfatwa tanpa ilmu sehingga sesat dan menyesatkan.
Adapun dakwah tanpa ilmu maka itu adalah dakwah di atas kejahilan. Dakwah di atas kejahilan itu lebih banyak bermadharat daripada manfaatnya. Karena da’i yang jahil dia mendudukkan dirinya sebagai pemberi petunjuk. Jika dia jahil maka dia akan menjadi da’i yang sesat dan menyesatkan. Na’udzu billahi. Dan kejahilan da’i tersebut menjadi jahil kuadrat. Jahil kuadrat lebih dahsyat daripada jahil biasa. Jahil bisa mencegah orang tersebut untuk berbicara (tentang agama) dan memungkinkannya untuk menghilangkannya dengan belajar. Namun yang menjadi masalah besar jika kejahilannya itu kuadrat (dia tidak sadar kalau jahil). Orang seperti ini tidak mau diam bahkan terus asyik ceramah di atas kejahilannya. Maka pada saat itulah dia akan lebih banyak menghancurkan daripada mencerahkan.
Sesungguhnya berdakwah kepada Allah tanpa ilmu itu menyelisihi dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikut beliau. Dengarkanlah kepada firman Allah yang memerintahkan kepada nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berkata:
قُلۡ هَـٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۟ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِىۖ وَسُبۡحَـٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۟ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan ilmu yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf : 108)
Orang yang mengikuti beliau adalah yang berdakwah kepada Allah di atas ilmu dan bukan di atas kejahilan.[4]
Dan yang aneh lagi sang da’i jahil ini membuat statement yang bathil tersebut dengan berdalil: Sebelum (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) berdakwah Allah beri 5 ayat, iqra’.
Justru ini adalah dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berilmu dahulu sebelum berdakwah. Namun sang da’i jahil kuadrat ini tidak memahami akan apa yang dia katakan.
Syaikh Sa’ad bin Abdurrahman Al-Hushain rahimahullahu berkata: Setiap orang yang mengikuti jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam dakwah maka dia pasti mengetahui bahwa metode dakwah yang syar’i itu tegak di atas ilmu yang Allah bekali Rasul-Nya dengannya. Allah berfirman:
ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ
ٱلَّذِى عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ
عَلَّمَ ٱلۡإِنسَـٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ
Bacalah dan Rabbmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al’-Alaq : 3-5).[5]
Adapun alasan da’i jahil kuadrat ini mengatakan Nabi berdakwah sebelum berilmu karena Al-Qur’an tidak diturunkan secara langsung. Maka kita katakan: Justru itu menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah berdasarkan ilmu. Diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur tidak sekaligus diantara hikmahnya untuk menjawab pertanyaan sebagian manusia kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjawabnya hingga Allah turunkan ilmu/wahyu kepada beliau. Sebagaimana dalam kisah surat Al-Mujadilah dan yang lainnya. Artinya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah berdasarkan ilmu bukan seperti tuduhan keji da’i jahil kuadrat ini. Dan diantara hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur adalah:
1. Untuk menguatkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Untuk menantang orang-orang kafir.
3. Untuk memudahkan dalam menghafal dan memahaminya.
4. Untuk lebih memotivasi orang-orang beriman dalam mengamalkannya.
5. Untuk menyikapi tantangan zaman serta memudahkan dalam pengamalannya.[6]
———————————————————
[1] Maka dari sini kita mengetahui bahwa da’i Jama’ah Tabligh ini bukanlah pengikut dakwah rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[2] Tafsir Ibnu Katsiir 4/362.
[3] Seperti dai Jamaah Tabligh ini.
[4] Ash-Shahwah Al-Islamiyah 15-17.
[5] Haqiqat Ad-Dakwah ilallah hal.44.
[6] Kaifa Nafhamu Al-Qur’an hal.41 oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.