MEMETIK FAIDAH DARI 2 AYAT WILAYAH
Memetik Faedah Dari Dua Ayat Wilayah[1]
Oleh: Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafidzahullahu
Allah berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦۤۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرً۬ا
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِى ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَـٰزَعۡتُمۡ فِى شَىۡءٍ۬ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِۚ ذَٲلِكَ خَيۡرٌ۬ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلاً
- Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
- Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS.An-Nisa’ : 58-59)
Di dalam ayat ini ada 14 faidah tafsir yang indah sekali:
1. Allah menggabungkan di dalam kedua ayat di atas antara dua kewajiban. Yaitu kewajiban pemimpin terhadap rakyat (ayat 58) dan kewajiban rakyat terhadap pemimpin (ayat 59).
2. Allah memerintahkan kepada pemimpin kaum muslimin untuk menyerahkan amanah kepada yang berhak menerimanya. Yang demikian itu dengan memilih gubernur/pemimpin daerah yang paling baik.
3. Allah memerintahkan kepada pemimpin kaum muslimin untuk menghukumi diantara manusia dengan keadilan. Dan tidak ada keadilan melainkan di dalam hukum Allah.
4. Kepemimpinan itu wajib hukumnya. Imam Al-Qaraafi di dalam kitab Adz-Dzakhirah 8/20 berkata: Mentaati pemimpin kaum muslimin itu merupakan cabang dari keberadaan kepemimpinan. Dan apa yang tidak sempurna melainkan dengan sesuatu maka sesuatu itu wajib hukumnya.
5. Penafsiran yang benar tentang kata-kata “ulil amri” di dalam ayat di atas itu mencakup dua golongan (Ulama dan Umara). Ulama kepemimpinannya di dalam masalah menjaga syariat Allah, menjelaskan, menyampaikan serta membelanya serta membantah orang-orang yang menyimpang darinya. Sedangkan para Umara kepemimpinannya adalah dalam menegakkan syariat Allah, mengatur, melaksanakan jihad, mewajibkan kepada manusia serta memerangi yang memberontak kepadanya.
6. Di dalam pemanggilan “Wahai orang-orang yang beriman…” berkata Imam Ibnu Al-Qayyim rahimahullahu di dalam kitab Ar-Risalah At-Tabukiyah halaman 112 : Allah memulai ayat dengan sebutan iman yang mengisyaratkan bahwa apa yang diwajibkan atas mereka adalah bagian dari konsekuensi nama (iman) tersebut.
7. Dikarenakan banyak manusia yang tidak menjalankan kewajiban di atas (taat kepada pemimpin) dengan alasan: wajib untuk memerangi kedzaliman dan orang yang dzalim tanpa pandang bulu. Atau dengan alasan: ketaatan itu hanya kepada pemimpin yang semisal khulafa’ rasyidin bukan pemimpin di zaman ini karena mereka fasik atau merubah syariat…!! Ketika mereka dan yang semisalnya berhukum dengan akal mereka serta perasaan mereka yang bertentangan dengan nash yang shahih dan sharih/jelas seperti nash di atas dan ketika jiwa ini kuat penentangannya terhadap nash tersebut maka Allah menambahkan panggilan-Nya untuk mereka tunduk dan menyerahkan diri kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
فَإِن تَنَـٰزَعۡتُمۡ فِى شَىۡءٍ۬ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya).
Meskipun ayat ini umum mencakup semua perselisihan, namun pembahasan kita sekarang ini lebih utama untuk masuk ke dalamnya. Kemudian Allah mengancam mereka dengan firman-Nya:
إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِۚ
Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu karena setan membisikkan kepada orang yang menyelisihi bahwa dia tidak menyelisihi pemimpin kecuali karena dorongan keimanan, kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah pun menghilangkan bisikan tersebut dengan ungkapan yang kuat dan berkesan. Allah menjelaskan bahwa kesempurnaan cinta dan iman itu ada di dalam kesempurnaan tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
8. Allah tidak mengatakan (dengan redaksi) “Taati ulama dan umara” padahal mereka yang dimaksud di dalam ayat (59). Namun Allah menyatakan (dengan redaksi) “Ulil Amri”, yaitu dengan mencukupkan penyebutan sifat mereka (sang pemegang kekuasaan). Imam Al-Baihaqi meriwayatkan di dalam kitab Manaqib Asy-Syafi’i 1/448 dari Harmalah, dia berkata: Aku mendengar Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata: Setiap orang yang telah menguasai kekhalifahan dengan pedang hingga dia dinamakan khalifah dan manusia bersepakat atasnya maka dialah khalifah.
9. Di dalam firman Allah “Pemimpin di antara kalian” terdapat dalil bahwa pemimpin kaum muslimin yang wajib ditaati itu adalah seorang muslim. Dan ini yang telah disepakati oleh ulama, seperti yang dinukilkan oleh Imam An-Nawawi di dalam Syarah Shahih Muslim 12/22 dari Al-Qadhi ‘Iyadh bahwa beliau berkata: Ulama telah sepakat bahwa kepemimpinan itu tidak sah bagi orang kafir, karena Allah berfirman:
وَلَن يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لِلۡكَـٰفِرِينَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ سَبِيلاً
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman.
(QS. An-Nisa’ : 141).
10. Ada makna yang tersirat dari diulanginya kata-kata “taatilah” Rasul setelah “taatilah Allah”. Ibnu Al-Qayyim rahimahullahu berkata di dalam kitab Ar-Risalah At-Tabukiyah halaman 112: Ada makna yang tersirat di dalamnya, yaitu apa yang diperintahkan oleh Rasul maka wajib ditaati meskipun tidak disebutkan di dalam Al-Qur’an secara langsung. Wajib mentaati Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam baik perintah itu hanya ada di dalam hadits saja atau di dalam Al-Qur’an dan hadits. Jangan sampai ada anggapan bahwa perintah/ajaran rasul jika tidak ada di dalam Al-Qur’an maka tidak wajib untuk ditaati. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Hampir-hampir ada seseorang yang kenyang sambil bersandar di atas dipannya kemudian datang kepadanya salah satu perintahku. Namun dia berkata: Pedoman kita adalah Al-Qur’an, apa yang kita dapati di dalamnya maka kita ikuti. Ketahuilah sesungguhnya aku diberi (hadits) yang semisal Al-Qur’an.” (HR. Abu Daud)
11. Allah ketika memerintahkan untuk mentaati ulil amri tidak mendahuluinya dengan kata-kata “taatilah” (ulil amri) sebagaimana dalam “taatilah Rasul”. Yang demikian itu karena ulil amri tidak ditaati kecuali jika bersesuaian dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul. Ibnu Al-Qayyim berkata di dalam kitab tersebut di atas: Adapun ulil amri maka tidak wajib ditaati kecuali jika dibawah ketaatan kepada Allah dan Rasul dan tidak berdiri sendiri. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Wajib bagi setiap muslim untuk mendengar dan taat (kepada pemimpin kaum muslimin) di dalam hal yang dia sukai dan yang dia benci, selama tidak diperintah untuk bermaksiat. Jika diperintah untuk berbuat maksiat maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat. (HR. Bukhari dan Muslim)
12. Di dalam ayat ini terdapat kewajiban untuk mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin.
13. Apabila ada perselisihan maka wajib untuk merujuk kepada dalil. Dan dalil itu adalah apa yang telah diputuskan oleh Allah dan diputuskan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
14. Allah menutup ayat di atas dengan hikmah yang umum. Ibnu Al-Qayyim berkata di dalam kitab Ar-Risalah At-Tabukiyah halaman 134-135: Apa yang Aku (Allah) perintahkan untuk taat kepada Ku dan kepada Rasul Ku dan kepada pemimpin kaum muslimin serta untuk mengembalikan perselisihan kepada Ku dan kepada Rasul Ku itu adalah baik bagi kalian di dalam kehidupan dunia kalian dan di akhirat kalian. Dan itulah kebahagiaan kalian di dunia maupun di akhirat. Dan itu baik bagi kalian dan akibatnya juga baik.
————————————————–
[1] Diringkas dan diterjemahkan dari risalah Masaail Fii Al-Wilaayah Al-Kubra hal. 3-11