MENGENAL SAYYID QUTHUB LEBIH DEKAT (Edisi 1)
MENGENAL SAYYID QUTHUB LEBIH DEKAT (EDISI 1) [1]
Segala puji bagi Allah. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabat serta siapa saja yang mengikuti petunjuknya. Amma Ba’du:
Wahai saudaraku yang mengidamkan jalan sunnah, serta keselamatan dari bid’ah-bid’ah dan Hizbiyah (fanatik golongan). Inilah sebagian perkataan, yang dikumpulkan untuk anda, agar anda memiliki kejelasan sikap serta dasar ilmu dalam beragama, dan hendaklah anda berhati-hati agar tidak terjerumus dalam perang pemikiran yang penuh dengan dosa. Hal ini telah memenuhi buku-buku orang-orang yang dikenal sebagai pemikir Islam, semisal Sayyid Quthub yang nisbatnya kepada kelompok Ikhwanul Muslimin (IM).
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz telah berfatwa 2 tahun sebelum beliau wafat, bahwa kelompok Ikhwanul Muslimin dan Jamaah Tabligh (JT) termasuk 72 golongan yang binasa [2], sebagaimana yang telah ada dalam hadits perpecahan umat[3].
Para ulama sunnah yang terkemuka, sekelas Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Ibnu Utsaimin, dan Syaikh Shalih al-Fauzan telah memperingatkan dengan keras atas penyimpangan Sayyid Quthub[4].
Berikut ini sebagian contoh kebid’ahan dan penyimpangan aqidah Sayyid Quthub, selamat mencermati:
1. Menafsirkan Kalamullah (al-Quran) dengan musik, irama, dan nyanyian nasyid.
a. Ketika menafsirkan Surat an-Najm, Sayyid Quthub mengatakan: “Surat ini secara umum seperti not-not irama musik yang tinggi dan teratur, kata-katanya berirama, begitu juga kalimatnya berirama dan bersajak”.[5]
b. Dia mengatakan tentang tafsir surat an-Naazi’aat: “Allah sampaikan firman-Nya dalam bentuk nada musik.” Kemudian Sayyid Quthub mengatakan: “Kemudian tenanglah irama musiknya”.[6]
c. Dia berkomentar tentang surat al-“Aadiyat: “Irama musik didalamnya terasa kuat menderum dan berdengung[7]”.
d. Dia berkata: “Sesungguhnya Daud adalah seorang raja dan nabi. Dia mengkhususkan sebagian waktunya untuk mengurusi kerajaan, menyelesaikan persengketaan antar manusia, serta mengkhususkan sebagian waktunya untuk menyendiri, beribadah, melantunkan nasyid-nasyid untuk mensucikan Allah didalam mihrab[8]”.
2. Dia mengatakan al-Quran adalah makhluk[9].
a. Ketika Sayyid Quthub berbicara tentang al-Quran, dia menyatakan: “Mukjizat al-Quran seperti perkara segenap makhluk Allah, dan ini seperti penciptaan Allah atas segala sesuatu, serta karya manusia”.[10]
b. Setelah Sayyid Quthub membicarakan huruf-huruf yang terputus didalam al-Quran, dia berkomentar: “Akan tetapi, mereka tidak mampu mengarang kitab sebanding dengannya (al-Quran), karena al-Quran itu buatan Allah, bukan buatan manusia”.[11]
c. Sayyid Quthub mengomentari surat “Shaad” : “Huruf Shaad ini, Allah bersumpah dengannya, sebagaimana Allah bersumpah dengan al-Quran yang banyak mengingatkan. Huruf ini adalah ciptaan-Nya, Dia-lah yang menjadikannya ada, dan menjadikannya berbentuk suara dalam tenggorokan”.[12]
Syaikh Abdullah ad-Duwaisy rahimahullah membantah perkataan diatas: “Perkataan Sayyid Quthub, bahwa huruf “Shaad” ini adalah ciptaan Allah, dan Dia-lah yang menjadikannya, adalah perkataan Jahmiyah dan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa al-Quran adalah makhluk. Adapun ahlussunnah maka mereka berpendapat bahwa al-Quran adalah Kalamullah (firman Allah) yang diturunkan (kepada nabi-Nya) dan bukan makhluk.”.[13]
d. Sayyid Quthub juga mengatakan: “Sesungguhnya al-Quran merupakan suatu fenomena alam, seperti bumi dan langit”.[14]
3. Celaan Sayyid Quthub terhadap nabi Allah, Musa alaihissalam.
Sayyid Quthub berkata: “Marilah kita ambil Musa sebagai perumpamaan seorang pemimpin yang cepat naik pitam…..”[15]
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah mengomentari perkataan ini: “Penghinaan kepada para nabi adalah suatu kemurtadan.”[16]
4. Celaan Sayyid Quthub terhadap para Sahabat Nabi radhiyallahu anhum.
a. Sayyid Quthub mengatakan: “Kami condong untuk menilai bahwa kekhalifahan Ali radhiyallahu anhu adalah kelanjutan dari kekhalifahan dua syaikh sebelumnya[17]. Adapun masa Utsman radhiyallahu anhu adalah kekosongan diantara dua masa tersebut”.[18]
Kita mohon kepada Allah keselamatan.
b. Sayyid Quthub mengatakan: “Sesungguhnya Mu’awiyah bersama temannya, yaitu ‘Amr (bin ‘Ash) bisa mengalahkan Ali, bukan karena mereka lebih mengetahui tentang rahasia jiwa dan lebih berpengalaman dalam menentukan tindakan bermanfaat pada waktu yang tepat, akan tetapi keduanya sangat cepat dalam menggunakan semua senjata/cara. Adapun Ali terikat dengan budi pekertinya ketika memilih sarana untuk berselisih. Ketika Mu’awiyah dan temannya menggunakan kedustaan, kecurangan, penipuan, kemunafikan, suap serta politik uang, maka Ali tidak sanggup untuk turun pada derajat serendah ini. Sehingga tidak perlu heran atas kesuksesan keduanya dan kegagalan Ali. Dan sungguh kegagalan (Ali) ini lebih mulia dari segala kesuksesan.[19]
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkomentar: “Ini perkataan yang jelek, ini perkataan yang jelek, celaan terhadap Mu’awiyah, celaan terhadap ‘Amr bin al-‘Ash.”. Beliau juga berkomentar tentang buku-buku ini, dengan mengatakan: “Sudah sepantasnya, untuk dirobek-robek.”[20]
c. Pengkafiran Sayyid Quthub terhadap sahabat Abu Sofyan radhiyallahu anhu
Sayyid Quthub berkata: “Abu Sofyan adalah seorang lelaki yang bertemu dengan Islam dan kaum muslimin, lembaran-lembaran sejarah mencatatnya, dan dia tidak mau masuk Islam kecuali telah nampak kemenangan Islam, sehingga Islamnya sebatas bibir dan lisan, bukan keimanan hati dan perasaan. Dan Islam tidaklah masuk kedalam hati lelaki tersebut”.[21]
5. Sayyid Quthub berpandangan Wihdatul Wujud (kesatuan materi/Manunggaling kawulo gusti)
Ketika menafsirkan surat al-Ikhlash, Sayyid Quthub menyatakan: “Sesungguhnya Allah adalah satu-satunya yang ada, tidak ada hakikat kecuali hakikat-Nya, tidak ada yang wujud secara hakiki kecuali wujud-Nya, setiap wujud yang ada pasti bersumber dari wujud yang hakiki tersebut. Maka Dia-lah satu-satunya pelaku, secara asal selain-Nya tidak bisa melakukan sesuatu atau melakukan kepada yang lain di dunia nyata ini. Inilah aqidah didalam hati dan juga tafsiran atas segala yang ada.”[22]
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab pertanyaan tentang tafsir fii Zhilalil Quran, diantara jawaban beliau: “Saya telah membaca penafsirannya terhadap surat al-Ikhlash, dan sungguh dia (Sayyid Quthub) telah mengucapkan pendapat yang fatal, menyelisihi kesepakatan Ahlussunnah wal Jamaah, karena tafsirannya terhadap surat al-Ikhlash merupakan bukti bahwa dia berpendapat Wihdatul Wujud, demikian juga ketika dia menafsirkan al-Istiwa’ (tinggi diatas ‘Arsy) dengan berkuasa.”[23]
BERSAMBUNG..
——————————-
[1] Dialihbahasakan oleh Abu Zahrah Imam Wahyudi, Lc. rahimahullah dari bulletin terbitan Pustaka al-Furqan Emirat, berjudul “Shuwar minal Ghazwil Fikri, Inhirafaat Sayyid Quthub al-Aqadiyah”. Disalin dari Majalah Adz-Dzakhiirah Edisi 24 Th. V, Dzulqa’dah 1427 H.
[2] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
“Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari ahli kitab telah terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan tempatnya di Neraka dan satu golongan di Surga, yaitu al-Jamaah.” (HR. Ahmad dan yang lain. Al-Hafizh menggolongkannya hadits Hasan). [pent]
[3] Kaset Syarah al-Muntaqa
[4] Silahkan merujuk kepada kaset “Aqwalul Ulama fi muallafaat Sayyid Quthub” (komentar para ulama terhadap karangan-karangan Sayyid Quthub –pent), terbitan tasjilat “Minhajus Sunnah” Swedi – Riyadh.
[5] Fii Zhilalil Quran (6/3404) cet. Ke-25 thn. 1417 H
[6] Idem (6/3811)
[7] Idem (6/3957)
[8] Idem (5/3018)
[9] Ulama Ahlussunnah wal Jamaah sepakat akan kafirnya orang yang berpendapat bahwa al-Quran itu makhluk. Jika para pengikut dan pengagum serta simpatisan Sayyid Quthub berpendapat bahwa Imam Ahmad mengkafirkan Khalifah al-Ma’mun yang menyatakan al-Quran sebagai makhluk, padahal Imam Ahmad tidak mengkafirkannya karena dinilai masih bodoh dan memiliki syubhat, maka hendaklah mereka mengkafirkan idolanya terlebih dulu, jika merasa sebagai pengikut Ahlussunnah bukan pengikut Ahlul Bid’ah. Akan tetapi saya yakin, mereka tidak akan mengkafirkan idolanya, sehingga dari sinilah akan tersingkap topeng muka dua yang mereka kenakan. Alhamdulillah ! (pent).
[10] Fii Zhilalil Quran (1/38)
[11] Idem (5/2719)
[12] Idem (5/3006)
[13] Al-Maurid az-Zullal fit Tanbih ‘ala Akhthoi adh-Dhilaal, hal. 180.
[14] Fii Zhilalil Quran (4/2328)
[15] At-Tashwir al-Fanny hal. 200
[16] Silahkan merujuk kepada kaset “Aqwalul Ulama fi muallafaat Sayyid Quthub” (komentar para ulama terhadap karangan-karangan Sayyid Quthub –pent), terbitan tasjilat “Minhajus Sunnah” Swedi – Riyadh.
[17] Abu Bakar dan Umar radhiyallahu anhuma (-pent)
[18] Al-‘Adalah al-Ijtima’iyyah hal. 206
[19] Kutub wa Syakhsiyyat hal. 242
[20] Silahkan merujuk kepada kaset “Aqwalul Ulama fi muallafaat Sayyid Quthub” (komentar para ulama terhadap karangan-karangan Sayyid Quthub –pent), terbitan tasjilat “Minhajus Sunnah” Swedi – Riyadh.
[21] Majalah “al-Muslimun” edisi 3 tahun 1371 H.
[22] Fii Zhilalil Quran (6/4002)
[23] Majalah ad-Dakwah edisi 1591 pada 9/1/1418 H.