JANGAN MUDAH MENGKAFIRKAN SESAMA MUSLIM – Edisi 1
Jangan Mudah Mengkafirkan Sesama Muslim (Edisi 1)
Berbicara mengenai terorisme yang terjadi di berbagai negeri, khususnya di Indonesia dan Saudi Arabia tidak terlepas dari pembahasan masalah takfir (menganggap orang muslim kafir/murtad). Tidaklah mereka yang berani dan nekad serta tega membunuh kaum muslimin, entah dengan bom bunuh diri atau bom waktu dan yang lainnya melainkan telah mengakar dalam hatinya pemikiran takfir. Mereka menganggap bahwa kaum muslimin sekarang ini telah murtad dan lebih kafir serta lebih berbahaya dan lebih layak dibunuh menurut mereka daripada orang-orang Yahudi maupun Nashara. Makanya mereka menghalalkan darah, harta dan kehormatan kaum muslimin yang diluar golongan mereka.
Sejarah telah membuktikan akan hal ini, tidaklah orang-orang Khawarij menghalalkan darah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan para sahabat yang lain melainkan dilatar belakangi oleh keyakinan mereka bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan para sahabat itu telah kafir.
A. Peringatan akan bahaya takfir
Masalah takfir adalah masalah yang amat berbahaya sekali. Tidak boleh seseorang berbicara dalam masalah ini kecuali dengan ilmu serta petunjuk dari para ulama. Karena barangsiapa yang mengkafirkan saudaranya muslim tanpa ilmu, maka dia telah melakukan dua kesalahan fatal, yaitu:
1. Berbicara terhadap Allah tanpa Ilmu.
Allah berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
Artinya : “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah.” (QS. Al-An’am : 21).
Dan Dia juga berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya : “Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”.” (QS. Al-A’raf : 33)
Dan Allah berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’ : 36)
Kenapa bisa dikatakan demikian? Karena takfir adalah hak Allah dan Rasul-Nya. Yang disebut dengan orang kafir adalah yang dikatakan kafir oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: “Pengharusan dan pengharaman, dosa dan pahala serta takfir dan tafsiq (penfasikan) adalah hak Allah dan Rasul-Nya saja. Tidak ada seorang pun yang memiliki hak untuk menghukumi di dalamnya” (Majmu’ Fatawa : 5/545).
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata dalam qasidah nuniyah:
الكفر حق الله ثم رسوله بالنص يثبت, لا بقول فلان
من كان رب العالمين وعبده قد كفراه فذاك ذوالكفران
(Penetapan sesuatu itu) kufur adalah hak Allah kemudian Rasul-Nya
dengan penetapan nash bukan dengan ucapan si fulan
Barangsiapa yang oleh Rabb semesta Alam dan Rasul-Nya
Dikafirkan maka dialah orang kafir
2. Orang tersebut telah melampaui batas terhadap saudaranya sesama muslim. Karena pengkafiran tersebut mengharuskan penghalalan darah, kehormatan dan hartanya, tidak boleh dia mewarisi atau diwarisi, tidak boleh dishalatkan atau didoakan jika meninggal, serta tidak boleh disemayamkan dipemakaman kaum muslimin. Dan yang lebih parah lagi kalau yang dikafirkan itu seorang penguasa/pemimpin kaum muslimin, maka ini akan menimbulkan pertumpahan darah dan pemberontakan.
Oleh karena bahayanya yang sangat besar, maka Islam pun memperingatkan darinya dan para ulama juga ikut andil dalam menjelaskan masalah besar ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من قال لأخيه : يا كافر فقد باء بها أحدهما
“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya : wahai kafir, maka (dosa) pengkafiran ini akan kembali kepada salah satu dari keduanya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun peringatan ulama akan bahaya takfir tanpa ilmu amat banyak sekali, diantaranya:
1. Al-‘Ala’bin Ziyad rahimahullahu -seorang ulama tabi’in- berkata: “Engkau menuduh kafir orang muslim atau kamu membunuhnya itu sama saja”. (Hilyatul auliya’ 2/246)
2. Ibnu Abil ‘izzi rahimahullahu berkata: “Ketahuilah –semoga Allah merahmatimu- bahwa pemikiran takfir sangat banyak fitnah dan bahayanya, serta menimbulkan perpecahan. Sesungguhnya kekejian yang besar adalah menuduh bahwa Allah tidak mengampuni dan merahmati orang muslim, bahkan menganggapnya kekal di dalam neraka selama-lamanya, padahal ini adalah hukum bagi orang kafir setelah mati”. (Syarhuth Thahawiyah 2/432)
3. Imam Qurthubi rahimahullahu berkata: “Pemikiran takfir itu sangat berbahaya sekali, banyak manusia yang terjerumus ke dalamnya hingga mereka jatuh ke dalam dosa. Adapun para ulama mereka berhati-hati sekali dalam masalah ini hingga mereka itu selamat, dan tidak ada yang sebanding dengan keselamatan dalam perkara ini”. (Al-Mufhim 3/111)
B. Syarat-Syarat Takfir
Tidak semua yang melakukan perbuatan kufur atau mengatakan perkataan kufur bisa dinamakan kafir, hingga tegak padanya hujjah dan terpenuhi syarat-syaratnya serta dihilangkan darinya pencegah-pencegahnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: “Terkadang perkataan kufur bisa dikatakan secara umum bagi yang mengatakannya sebagai orang ‘kafir’. Misalnya dikatakan “Barangsiapa yang mengatakan perkataan (kufur ini) maka dia kafir”. Akan tetapi individu (orang tertentu) yang mengatakan perkataan tersebut tidak bisa dikatakan kafir hingga tegak baginya hujjah yang bisa kufur orang yang meninggalkannya” (Majmu’ fatawa : 23/345)
Beliau juga berkata : “Sesunguhnya orang yang duduk denganku telah mengetahui bahwa aku termasuk orang yang paling melarang (berhati-hati) dalam masalah pengkafiran dan penfasikan seorang muslim kecuali kalau sudah tegak baginya hujjah yang barangsiapa menyelisihinya dia kafir atau fasik” (Majmu’fatawa 3/229)
Beliau juga berkata: “Oleh karena itu, aku mengatakan kepada orang-orang Jahmiyah dari kalangan Hululiyah (yang meyakini bersemayamnya Allah dalam diri makhluk-Nya) dan yang menolak (nama dan sifat Allah) yang meniadakan bahwa Allah diatas ‘Arsy-Nya: “Seandainya aku menyetujui ucapan kalian maka aku kafir karena aku tahu bahwa ucapan kalian itu kufur ! Akan tetapi kalian menurutku tidak kafir sebab kalian itu bodoh”. Dan ucapan ini ditujukan kepada ulama, qadhi, syaikh dan pemimpin mereka. Sebab kebodohan mereka adalah syubhat dari akal pemimpin mereka yang tidak mau mengambil nash shahih atau akal yang jelas yang sesuai dengan nash tersebut”. (Ar-raddu ‘alal bakri 2/494)
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu berkata: “Jika kami tidak mengkafirkan orang yang menyembah berhala yang ada di kuburan Ahmad Badawi karena kebodohan mereka serta tidak adanya orang yang memperingatkan mereka, maka bagaimana mungkin kita mengkafirkan orang yang tidak berbuat syirik hanya lantaran dia tidak bergabung dengan kami?”[1] (Minhajul haq wal ittiba’ hal. 56 oleh Syaikh Ibnu Sahman).
Adapun syarat-syarat takfir itu ada tiga yaitu berilmu, berniat (berbuat), dan berbuat dengan sukarela. Dan lawan dari ketiga syarat tersebut dinamakan pencegah takfir yaitu kebodohan, ketergelinciran dan keterpaksaan. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu: “Adapun jika orang tersebut memiliki ilmu terhadap apa yang dia ucapkan dan dia tidak dipaksa serta dia memang berniat mengucapkan hal tersebut maka dia bisa (dikafirkan)” (Majmu’ Fatawa 14/118).
Adapun dalil dari ketiga syarat tersebut adalah :
1. Ilmu lawannya kebodohan
عن أبي واقد الليثي قال: خرجنا مع رسول الله ﷺ إلى حنين ونحن حدثاء عهد بكفر وللمشركين سدرة يعكفون عندها وينوطون بها أسلحتهم يقال لها ذات أنواط فمررنا بسدرة فقلنا : يا رسول الله اجعل لنا ذات أنواط كما لهم ذات أنواط فقال ﷺ: الله أكبر إنها السنن قلتم والذي نفسي بيده كما قالت بنو إسرائيل لموسى: اجعل لنا إلها كما لهم آلهة؛ لتركبن سنن من كان قبلكم
Dari Abi Waqid Al-Laitsi t beliau berkata : Kami dahulu pernah pergi ke Hunain bersama Rasulullah r sedangkan kami pada saat itu masih baru masuk Islam. Orang-orang musyrikin memiliki pohon bidara (yang dikeramatkan) yang mereka beri’tikaf disampingnya dan mengantungkan senjata mereka di pohon tersebut yang dinamakan Dzatu Anwaat. Kami pun melewati pohon bidara dan kami berkata : Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami dzatu anwaat sebagaimana mereka (orang-orang musyrikin) memiliki dzatu anwaat. Maka Rasulullah r bersabda : Allahu akbar, sesungguhnya ini adalah jalan (kesyirikan) yang kalian ucapkan -demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya- sebagaimana yang diucapkan oleh bani Israel kepada Musa : Buatkan untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan. Sungguh kalian akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kalian. (HSR.Tirmidzi dan Ahmad)
Di dalam hadits ini jelas sekali bahwa orang jahil tidak bisa langsung dikafirkan kalau dia berbuat syirik atau kufur besar. Seandainya kebodohan bukan udzur dalam pengkafiran, maka Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memerintahkan mereka untuk bersyahadat kembali.
2. Niat berbuat dan lawannya adalah ketergelinciran.
Dalilnya hadits riwayat Muslim tentang orang yang kehilangan unta dan perbekalannya digurun pasir dan dia pun bersandar ke sebuah pohon dalam keadaan putus asa dari kehidupan. Namun tiba-tiba unta dan perbekalannya datang kembali, secara spontan dia mengatakan : “Ya Allah engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabbmu”. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya berkata: Orang itu keliru karena sangat gembira. (HR. Muslim)
3. Tidak dipaksa lawannya keterpaksaan
Allah berfirman:
مَن ڪَفَرَ بِٱللَّهِ مِنۢ بَعۡدِ إِيمَـٰنِهِۦۤ إِلَّا مَنۡ أُڪۡرِهَ وَقَلۡبُهُ ۥ مُطۡمَٮِٕنُّۢ بِٱلۡإِيمَـٰنِ وَلَـٰكِن مَّن شَرَحَ بِٱلۡكُفۡرِ صَدۡرً۬ا فَعَلَيۡهِمۡ غَضَبٌ۬ مِّنَ ٱللَّهِ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٌ۬
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An-Nahl : 126)
BERSAMBUNG..
———————————————–
[1] Ucapan beliau ini membantah dua kelompok sesat sekaligus. Yang pertama membantah kelompok teroris (baik jaringan teroris Al-Qaeda maupun ISIS dll) yang terkadang suka mendompleng nama beliau yang mereka mengkafirkan kaum muslimin secara membabi buta tanpa haq. Dan yang kedua membantah quburiyyun (pengkeramat kuburan) yang menuduh ajaran beliau mendukung ajaran terorisme. Sungguh beliau sangat jauh dari ajaran terorisme dan tuduhan dusta tersebut.