BERTAUBATLAH YANG MEMPEROLOK SYARIAT ISLAM
Bertaubatlah Yang Memperolok Syariat Islam!
Islam adalah satu-satunya agama yang hak di atas muka bumi ini. Allah berfirman:
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَـٰمُۗ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali Imran : 19).
Semua syariat Islam adalah wahyu ilahi yang suci, yang indah dan yang haq/benar. Diwajibkan bagi setiap manusia, khususnya muslim dan muslimah untuk menerima dan tunduk kepadanya serta tidak menentang apalagi membenci dan memperolokkannya. Allah berfirman:
إِنَّمَا كَانَ قَوۡلَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذَا دُعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَهُمۡ أَن يَقُولُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۚ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “kami mendengar dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS. An- Nuur : 51)
Allah juga berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُواْ فِىٓ أَنفُسِہِمۡ حَرَجً۬ا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسۡلِيمً۬ا
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. An-Nisaa’ : 65)
Tidakkah mereka tahu bahwa membenci syariat Islam seperti syariat adzan, jilbab, cadar, poligami, dan yang lainnya itu adalah kufur besar yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam dan akan mendatangkan siksa yang pedih di dunia maupun di akhirat?
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu berkata: Barangsiapa yang membenci sesuatu dari ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam meskipun dia mengamalkannya maka dia kafir.[1]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu berkata: Barangsiapa yang membenci syariat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam atau membenci salah satu syiar Islam atau membenci salah satu ketaatan/ibadah dalam agama Islam maka dia kafir, keluar dari Islam. Karena Allah berfirman:
ذَٲلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَرِهُواْ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأَحۡبَطَ أَعۡمَـٰلَهُمۡ
Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka. (QS. Muhammad : 9).
Tidak ada yang menggugurkan amal ibadah melainkan kekafiran. Barangsiapa yang membenci kewajiban shalat meskipun dia mengerjakan shalat maka dia kafir. Dan barangsiapa yang membenci kewajiban zakat meskipun dia melaksanakannya maka dia kafir. Adapun kalau orang itu terasa berat (dalam mengamalkannya) tanpa adanya kebencian maka itu termasuk perangai kemunafikan dan tidak sampai kufur (besar). Berbeda antara yang merasa berat dan yang membenci.[2]
Sungguh ulama kaum muslimin telah sepakat akan kemurtadan orang yang mengingkari sesuatu dari Al-Qur’an atau yang membencinya. Demikian pula yang mengingkari sesuatu yang sudah dimaklumi dalam agama Islam. Oleh karenanya, aku peringatkan orang-orang yang mempermainkan (memperolok ajaran agama ini)!
لَّٮِٕن لَّمۡ يَنتَهِ ٱلۡمُنَـٰفِقُونَ وَٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ۬ وَٱلۡمُرۡجِفُونَ فِى ٱلۡمَدِينَةِ لَنُغۡرِيَنَّكَ بِهِمۡ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُونَكَ فِيہَآ إِلَّا قَلِيلاً۬
مَّلۡعُونِينَۖ أَيۡنَمَا ثُقِفُوٓاْ أُخِذُواْ وَقُتِّلُواْ تَقۡتِيلاً۬
سُنَّةَ ٱللَّهِ فِى ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلُۖ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ ٱللَّهِ تَبۡدِيلاً۬
Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang- orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar. (Mereka) dalam keadaan terlaknat. Dimana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya. Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah. (QS. Al-Ahzab : 60-62)[3].
Tidakkah orang yang memperolok syariat Islam dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sadar bahwa apa yang dia perbuat dapat mengeluarkannya dari agama Islam alias murtad?! Allah berfirman:
وَلَٮِٕن سَأَلۡتَهُمۡ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا ڪُنَّا نَخُوضُ وَنَلۡعَبُۚ قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَايَـٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَہۡزِءُونَ
لَا تَعۡتَذِرُواْ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَـٰنِكُمۡۚ إِن نَّعۡفُ عَن طَآٮِٕفَةٍ۬ مِّنكُمۡ نُعَذِّبۡ طَآٮِٕفَةَۢ بِأَنَّہُمۡ ڪَانُواْ مُجۡرِمِينَ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (Qs. At-Taubah : 65-66)
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata: Barangsiapa yang memperolok sesuatu dari ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam atau pahalanya atau siksanya maka dia kafir.[4]
Memperolok (agama Islam) merupakan akhlak musuh-musuh Allah. Orang-orang kafir, musyrikin dan munafikin yang membenci agama Allah dan para pemeluknya suka memperolok (agama Islam).
Allah berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ أَجۡرَمُواْ كَانُواْ مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يَضۡحَكُونَ
وَإِذَا مَرُّواْ بِہِمۡ يَتَغَامَزُونَ
وَإِذَا ٱنقَلَبُوٓاْ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِمُ ٱنقَلَبُواْ فَكِهِينَ
وَإِذَا رَأَوۡهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّ هَـٰٓؤُلَآءِ لَضَآلُّونَ
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa (kafir) adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lewat di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang yang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat”. (QS. Al-Muthaffifin 29-32)
Oleh karena itu, Allah menyingkap perangai mereka kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang sikap para nabi dan rasul terhadap perangai yang buruk ini serta para pelakunya. Bahkan banyak sekali ayat yang terang-terangan mengkafirkan orang-orang yang memperolok tersebut. Telah disebutkan dalam sejarah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau adalah orang yang paling penyayang kepada manusia. Beliau menerima permintaan maaf manusia. Namun meskipun demikian, beliau tidak mau menerima maaf orang-orang yang memperolok (agama Allah). Beliau tidak mau menoleh kepada alasan orang yang memperolok tersebut meskipun dalam keadaan bergurau. Ketika beliau dan para sahabat diperolok pada saat perang Tabuk dan mereka (yang memperolok) mengatakan: sesunggunya kami hanya bermain dan bersenda gura. Tapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menerima alasan mereka tersebut bahkan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan kepada mereka hukum Allah yang diturunkan dari atas langit ketujuh:
قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَايَـٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَہۡزِءُونَ
لَا تَعۡتَذِرُواْ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَـٰنِكُمۡۚ
Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. (QS. At-Taubah 65-66)
Agar kita lebih bisa memahami bahaya perbuatan mereka (yang memperolok), kita lihat bagaimana keadaan mereka saat itu, kita dapati mereka pergi berperang bersama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggalkan anak, istri, keluarga dan negeri mereka. Saat itu sedang musim panas dan sangat menyengat. Mereka merasakan kelaparan, kehausan yang sangat. Meski demikian, keadaan mereka tersebut tidak diperdulikan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mereka memperolok beliau dan para sahabat beliau yang mulia.
Adapun ulama kaum muslimin dari dulu hingga sekarang maka telah sepakat bahwa memperolok Allah, agama-Nya dan Rasul-Nya merupakan kekufuran yang nyata, yang mengeluarkan dari agama Islam secara keseluruhan. Agar anda lebih jelas lagi, renungkanlah keadaan orang-orang munafikin yang merupakan penghuni kerak api neraka. Anda akan dapati mereka adalah orang yang paling getol dalam memperolok dan menghina Allah, ayat-ayat-Nya, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Yang demikian itu merupakan kemurtadan dari agama secara keseluruhan. Allah berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ ءَامِنُواْ كَمَآ ءَامَنَ ٱلنَّاسُ قَالُوٓاْ أَنُؤۡمِنُ كَمَآ ءَامَنَ ٱلسُّفَهَآءُۗ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلسُّفَهَآءُ وَلَـٰكِن لَّا يَعۡلَمُونَ
وَإِذَا لَقُواْ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوۡاْ إِلَىٰ شَيَـٰطِينِهِمۡ قَالُوٓاْ إِنَّا مَعَكُمۡ إِنَّمَا نَحۡنُ مُسۡتَہۡزِءُونَ
ٱللَّهُ يَسۡتَہۡزِئُ بِہِمۡ وَيَمُدُّهُمۡ فِى طُغۡيَـٰنِهِمۡ يَعۡمَهُونَ
أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ ٱشۡتَرَوُاْ ٱلضَّلَـٰلَةَ بِٱلۡهُدَىٰ فَمَا رَبِحَت تِّجَـٰرَتُهُمۡ وَمَا كَانُواْ مُهۡتَدِينَ
Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka menjawab : “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman?”. Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan : “Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok. “Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. (QS. Al Baqarah: 13-16)
Dan dikarenakan bahaya memperolok inilah para ulama menyebutkannya dalam bab ar-riddah/kemurtadan dalam kitab-kitab fiqih Islam. Dan tidak diragukan lagi bahwa kemurtadan lebih berbahaya daripada kekafiran yang asli seperti yang telah dimaklumi oleh para ulama.
Imam Ibnu Qudamah rahimahullahu berkata: Barangsiapa yang mencela Allah maka dia kafir baik dia bergurau atau serius. Demikian pula yang memperolok Allah, ayat-ayat-Nya atau rasul-rasul-Nya atau kitab-kitab-Nya.[5]
Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: Perbuatan yang menjadikan orang kafir adalah yang bersumber dari kesengajaan dan jelas-jelas memperolok agama.[6]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: Sesungguhnya memperolok Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya adalah kekufuran, pelakunya kafir setelah keimanannya.[7]
Dan mereka yang memperolok syariat Islam atau ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka cepat atau lambat, di dunia atau/dan di akhirat akan mendapatkan siksa Allah. Allah berfirman:
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus. (QS. Al-Kautsar : 3)
Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata tentang tafsir ayat diatas: Wahai Muhammad, sesungguhnya yang mencela dirimu dan yang mencela apa yang engkau bawa dari petunjuk, kebenaran, keterangan yang jelas, dan cahaya yang terang maka dialah yang terputus (dari rahmat Allah), yang kerdil, yang terhina, dan yang terputus (penyebutannya).[8]
Bertaubatlah wahai pengolok agama Islam sebelum adzab Allah datang!
———————————————————-
[1] Lihat kitab Durus fi syarhi nawaqidh al-islam hal.111 oleh Syaikh Shalih Al-Fauzan, Taqrib Al-Afhaam bi Syarhi Nawaaqhid Al-Islam hal.125 oleh Syaikh Ali Bin Hasan Al-Halabi dan Syarhu nawaqidh tauhid hal.62 oleh Abu Usamah Hasan bin Ali Al-‘Awaji.
[2] Tafsir Juz ‘Amma hal.328 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.
[3] Fadhlu Ta’addud Az-Zaujaat hal.36-37.
[4] Lihat Syarh nawaaqidh at-tauhid hal.71, Taqrib Al-Afhaam 129, Durus fi syarhi nawaaqidh al islam hal. 128.
[5] Al-Mughni kitab Al-Murtad 12/298,299 oleh Ibnu Qudamah.
[6] Raudhatu Ath-Thalibin kitab Ar-Riddah 10/64.
[7] Majmu fatawa 7/273 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
[8] Tafsir Ibnu Katsir 8/477.