SEKILAS FAIDAH MANHAJ DAN AQIDAH DARI DAURAH SYAR’IYYAH BATU (Edisi 2)
Ringkasan Faidah Ilmiyyah Tentang Aqidah Dari Daurah Syar’iyyah[1]
Bersama Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Abdul Aziz Sindi hafidzahullahu (edisi 2)
1. Ahlul bid’ah memiliki ciri khas yaitu mereka beraqidah terlebih dahulu kemudian baru mereka mencari-cari dalil.
2. Ahlul bid’ah mengatakan bahwa hadits ahad (yang sedikit perawinya) tidak bisa dijadikan dalil dalam urusan aqidah.
3. Sedangkan ahlussunnah mengatakan bahwa hadits ahad selama itu shahih maka boleh dijadikan sebagai dalil dalam aqidah.
4. Diantara hujjah ahlussunnah dalam mengatakan hadits ahad boleh dijadikan dalil dalam masalah aqidah adalah sebagai berikut:
-. Allah berfirman:
وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ ڪَآفَّةً۬ۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٍ۬ مِّنۡہُمۡ طَآٮِٕفَةٌ۬ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡہِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah : 122)
Allah menyebutkan bahwa beberapa (2 atau 3) orang bisa menjadi hujjah dalam menyampaikan ilmu agama (aqidah).
-. Allah berfirman:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٍ۬ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَـٰلَةٍ۬ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَـٰدِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat : 6)
Allah hanya memerintahkan kita untuk kroscek berita dan tidak membedakan mana ahad dan mutawatir (yang banyak perawinya).
-. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نضر الله امرأً سمع مقالتي وحفظها وأداها
Allah menerangi seseorang yang mendegarkan ucapanku lalu dia menghafalkannya dan menyampaikannya. (HSR. Tirmidzi dll)
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mensyaratkan mutawatir dalam menyampaikannya.
-. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus sahabatnya ke berbagai negeri untuk berdakwah dalam keadaan aahad (sendiri-sendiri atau berdua atau dalam jumlah yang tidak sampai mutawatir).
-. Kisah para sahabat yang merubah arah kiblat pada waktu shalat dari baitul maqdis ke ka’bah ketika mendengar seorang dari mereka menyeru bahwa arah kiblat telah dirubah.
-. Kisah para sahabat yang langsung meninggalkan minuman keras ketika ada seorang dari mereka yang menyeru bahwa minuman keras telah diharamkan.
-. Ijma’ para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
5. Sikap Ahlussunnah terhadap akal:
-. Akal memiliki kedudukan yang tinggi di dalam syariat. Oleh karenanya syariat memerintahkan kita untuk berpikir dan mencela yang tidak mau berpikir.
-. Akal merupakan petunjuk kepada kebenaran. Oleh karenanya ulama menjadikannya sebagai pendamping bagi dalil naql (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Ibnu Al-Qayyim rahimahullahu berkata: Al-Qur’an yang diturunkan dan akal yang memberi petunjuk merupakan hujjah Allah atas makhluk-Nya.
-. Ahlussunnah bersikap pertengahan dalam masalah akal diantara kelompok yang menanggalkan akal dan kelompok yang menuhankan akal.
-. Jika dirasa ada pertentangan antara akal dan naql atau kelemahan dalam menjamakkan antara keduanya maka wajib didahulukan naql.
-. Meskipun akal punya kedudukan yang tinggi akan tetapi dia ada batasannya. Dan akal tidak bisa untuk masuk ke arah hal-hal ghaib. Akal itu seperti sinyal hp, kalau sudah diluar jangkauan maka dia tidak bisa digunakan atau seperti penguasa suatu daerah maka di luar daerahnya dia tidak bisa berbuat apa-apa.
-. Akal itu hanya mengikut kepada naql sedangkan naql itu harus diikuti.
————————————–
[1] Penulis hanya meringkas dan menterjemahkan serta sedikit memberikan keterangan untuk memperjelas.