AQIDAH QADARIYAH
Inilah Aqidah Qadariyah
Apabila disebut nama kelompok Qadariyah maka hal ini langsung mengarah kepada dua kelompok:
1. Kelompok Qadariyah yang tidak ekstrim. Mereka ini muncul belakangan dan mereka sesat. Mereka mengingkari bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan hamba-hamba-Nya dan bahwa perbuatan hamba tidak ada sangkut pautnya dengan ciptaan Allah. Namun mereka masih meyakini tentang ilmu Allah terhadap perbuatan hamba-hamba-Nya. Mereka mengatakan bahwa hamba itu sendiri lah yang menciptakan perbuatannya dengan kehendak dan kekuasaannya sendiri tanpa ada campur tangan takdir Allah dan tidak dibawah kehendak Allah.
Dan kelompok inilah yang banyak disebut dengan kelompok Qadariyah. Dan mereka ini termasuk dalam golongan Mu’tazilah serta kelompok Syiah yang muncul belakangan. Merekalah yang disebut oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
القدرية مجوس هذه الأمة
Kelompok Qadariyah adalah majusinya umat ini. (HSR. Abu Daud)
Imam Malik rahimahullahu pernah ditanya tentang kelompok Qadariyah: Siapakah mereka: Maka beliau menjawab: Mereka adalah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah tidak menciptakan maksiat. [1]
2. Kelompok Qadariyah yang ekstrim. Mereka ini sudah muncul di zaman generasi awal umat ini dan mereka adalah orang-orang kafir. Mereka muncul di akhir-akhir generasi para sahabat radhiyallahu ‘anhum setelah pertengahan generasi pertama. Mereka adalah pengikut Siisawi Al-Majusi dan Suusan An-Nashrani serta pengikut murid kedua orang tersebut yang bernama Ma’bad Al-Juhani Al-Bashri dan murid dari Ghailan bin Muslim Ad-Dimasyqi. Mereka menolak adanya takdir dan mengatakan bahwa Allah tidak mengetahui segala sesuatu sampai terjadinya sesuatu tersebut dan bahwasanya Allah tidak menulis takdir makhluk-Nya di dalam lauhul mahfudz sebelum penciptaan mereka.
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma ketika ditanya tentang mereka ini maka beliau berkata: Apabila kalian berjumpa dengan mereka maka beritahukan kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dariku. Dan demi Allah yang Abdullah bin Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya salah seorang dari mereka memiliki satu gunung uhud emas kemudian mereka sedekahkan tidaklah Allah menerimanya hingga dia beriman kepada takdir yang baik maupun yang jelek. (HR. Muslim)
Imam Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: Barangsiapa yang mendustakan takdir maka dia kafir terhadap Islam.[2]
Imam Abu Zur’ah Ar-Razi dan Abu Hatim Ar-Razi rahimahumallahu berkata: Kelompok Qadariyah adalah ahli bid’ah dan sesat. Dan barangsiapa dari mereka yang mengingkari bahwa Allah mengetahui sesuatu sebelum terjadinya sesuatu tersebut maka dia kafir.
Dan disana ada kelompok yang berseberangan dengan kelompok Qadariyah yang dinamakan kelompok Jabariyah. Kelompok Jabariyah asal ucapan mereka dari Jahm bin Shafwan yang mengatakan bahwa perbuatan hamba itu seperti panjang (badannya) dan warnanya. Mereka berseberangan dengan kelompok Qadariyah yang menafikan takdir. Sesungguhnya kelompok Qadariyah dinisbatkan kepada takdir karena mereka mengingkari takdir. [3]
Perselisihan diantara manusia dalam masalah takdir ini sudah masyhur. Namun ahlussunnah wal jamaah berkata bahwa segala sesuatu itu terjadi dengan takdir Allah dan bahwa Allah adalah pencipta perbuatan hamba-hamba-Nya. Allah berfirman:
نَّا كُلَّ شَىۡءٍ خَلَقۡنَـٰهُ بِقَدَرٍ۬
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS. Al-Qamar : 49)
وَخَلَقَ ڪُلَّ شَىۡءٍ۬ فَقَدَّرَهُ ۥ تَقۡدِيرً۬ا
Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
(QS. Al-Furqan : 2)
Dan bahwasanya Allah menghendaki kekafiran dari orang kafir dan menginginkannya, namun Dia tidak ridha dan mencintainya. Dia menghendakinya secara kaunan namun Dia tidak meridhainya secara diinan (agama).
Namun aqidah ahlussunnah ini diselisihi oleh kelompok Qadariyah dan Mu’tazilah. Mereka meyakini bahwa Allah menghendaki keimanan dari orang kafir akan tetapi orang kafir menghendaki kekafiran. Mereka lari kepada keyakinan (sesat ini) agar mereka tidak mengatakan Dia menghendaki kekafiran dari orang kafir lalu Dia mengadzabnya atas kekafiran itu. Perumpamaan mereka seperti orang yang lari dari panasnya padang pasir menuju ke panasnya bara api. Mereka lari dari sesuatu namun jatuh kepada yang lebih jelek lagi. Karena lazimnya ucapan mereka bahwa kehendak orang kafir mengalahkan kehendak Allah, Allah menghendaki keimanan darinya –menurut keyakinan mereka- namun orang kafir menghendaki kekafiran. Dan ternyata kehendak orang kafir lah yang terjadi bukan kehendak Allah. Ini adalah sejelek-jeleknya aqidah dan ini adalah ucapan yang tidak ada dalilnya bahkan itu menyelisihi dalil.
Pernah ada seorang arab badui datang di halaqah Amru bin Ubaid seraya berkata: Wahai manusia, sesungguhnya untaku dicuri, tolong doakan agar Allah mengembalikannya kepadaku. Maka Amru bin Ubaid berkata: Ya Allah, sesungguhnya Engkau tidak menghendaki untuk dicuri untanya namun akhirnya dicuri, maka kembalikan untanya kepadanya. Maka orang arab badui itu mengatakan: Aku tidak butuh kepada doamu. Amru bin Ubaid berkata: Kenapa demikian? Orang arab badui berkata: Aku khawatir sebagaimana Dia tidak menghendaki untuk unta ku tidak dicuri namun tetap dicuri lalu Dia menghendaki untuk dikembalikan namun tetap tidak dikembalikan.[4]
—————————————————
[1] Syarhu Ushul I’tiqad 1301 oleh Imam Al-Lalikai.
[2] Diriwayatkan oleh Imam Al-Ajurri dalam kitab As-Syariah 503.
[3] Syarah Aqidah Thahawiyah 2/797 oleh Imam Ibnu Abi Al-‘Izzi.
[4] Syarah Aqidah Thahawiyah 2/323.