DAKWAH TAUHID DIPERSOALKAN
Dakwah Tauhid (menyeru umat untuk beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan kesyirikan) merupakan prioritas dan intisari dakwah para Nabi dan para Rasul, sejak Rasul pertama yaitu Nabi Nuh ‘alaihissalam hingga Rasul terakhir yaitu Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman:
وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِى ڪُلِّ أُمَّةٍ۬ رَّسُولاً أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّـٰغُوتَۖ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (sesembahan selain Allah) itu”. (QS. An-Nahl : 36)
لَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوۡمِهِۦ فَقَالَ يَـٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَـٰهٍ غَيۡرُهُ ۥۤ إِنِّىٓ أَخَافُ عَلَيۡكُمۡ عَذَابَ يَوۡمٍ عَظِيمٍ۬
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada sesembahan bagimu selain-Nya.” Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). (QS. Al-A’raf : 59)
قُلۡ هَـٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۟ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِىۖ وَسُبۡحَـٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۟ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf : 108)
Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata tentang ayat diatas: Allah ta’ala berfirman kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus kepada jin dan manusia seraya memerintahkannya untuk menjelaskan kepada manusia bahwa inilah jalan beliau dan sunnah beliau. Yaitu berdakwah kepada kalimat syahadat Laa Ilaha Illallah (tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah) tidak ada sekutu bagi-Nya. Beliau menyeru ke jalan Allah diatas ilmu, keyakinan dan keterangan. Beliau dan para pengikut beliau berdakwah kepada apa yang didakwahkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas ilmu, keyakinan, dan keterangan secara akal maupun syariat.[1]
Inilah yang diikuti dan dijalankan oleh Dakwah Salafiyah, Al-Firqah An-Najiyah, Ath-Thaifah Al-Manshurah, Ahlussunnah wal Jamaah. Dan ini juga yang merupakan salah satu manhaj serta ciri khas dakwah mereka yang membedakannya dengan dakwah ahli bid’ah. Dakwah Salafiyah, Al-Firqah An-Najiyah, Ath-Thaifah Al-Manshurah, Ahlussunnah wal jamaah senantiasa memprioritaskan dakwah kepada tauhid uluhiyah dimanapun dan kapan pun mereka berada. Dan inilah ucapan para ulama-ulama dakwah salafiyah tentang prioritas dakwah tauhid ini:
1. Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu berkata di dalam kitab Tauhid: Bab “Dakwah kepada Syahadat Laa Ilaha Illallahu” kemudian beliau membawakan hadits Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu untuk mendahulukan dakwah kepada kalimat tauhid di negeri Yaman. Dan di masaail (kesimpulan/faidah) bab itu beliau mengatakan:
– Point ketujuh: Tauhid adalah kewajiban pertama.
– Point kedelapan: Pembahasan tentang tauhid harus didahulukan sebelum yang lainnya meskipun pembahasan tentang shalat.
– Point kedua belas: Memulai dengan yang paling utama (tauhid) kemudian yang utama.
2. Syaikh Sulaiman bin Abdillah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullahu berkata: Barangsiapa yang ingin berdakwah maka hendaknya dia mulai dengan dakwah kepada tauhid yang merupakan makna dari syahadat laa ilaha illallahu. Hal ini dikarenakan tidak akan sah amal ibadah tanpa tauhid dan karena dia adalah pondasi bagi amal-amal tersebut.[2]
3. Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullahu berkata: Wajib bagi para dai untuk menjelaskan kepada manusia apa yang telah disampaikan oleh para Rasul dari menyeru kepada jalan yang lurus yaitu Islam yang merupakan agama Allah yang haq….Dan yang paling utama adalah berdakwah kepada aqidah yang benar, untuk mengikhlaskan ibadah kepada Allah serta mentauhidkan-Nya dalam ibadah.[3]
4. Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata dalam risalah “At-Tauhid Awwalan Ya Du’aat Al-Islam (Tauhid yang pertama, wahai dai-dai Islam): Tidak diragukan lagi bahwa keadaan orang-orang Arab di zaman Jahiliyah itu serupa dengan keadaan kebanyakan dari kelompok-kelompok kaum muslimin saat ini. Oleh karena itu, kita katakan: Solusi bagi umat Islam sekarang ini sama dengan solusi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan obatnya juga sama, yaitu apa yang dilakukan/didakwahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka wajib bagi semua dai kaum muslimin saat ini, untuk meluruskan kesalahpahaman tentang makna Laa Ilaha Illallahu[4]
5. Syaikh Muhammad bin Jamiil Zainu rahimahullahu berkata ketika menjelaskkan tentang manhaj Al-Firqah An-Najiyah: Al-Firqah An-Najiyah mengutamakan tauhid yaitu mengesakan Allah dalam ibadah, yang itu merupakan pondasi bagi tegaknya daulah islamiyah yang benar. Dan harus menyingkirkan kesyirikan dengan segala bentuknya yang tersebar dikebanyakan negeri-negeri Islam. Hal ini merupakan konsekuensi tauhid. Tidak mungkin ada pertolongan bagi kelompok Islam manapun yang meremehkan masalah tauhid dan tidak memerangi kesyirikan dengan segala bentuknya. Dan ini semua dalam rangka mengikuti jejak para rasul dan rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.[5]
Beliau juga berkata ketika menjelaskan tentang faidah ayat 108 dari surat yusuf di atas: (Ayat tersebut) memerintahkan untuk berdakwah kepada tauhidullah (mengesakan Allah dalam ibadah) serta mendahulukannya (mengutamakan, memprioritaskan, mementingkannya) dari dakwah yang lainnya.[6]
Beliau juga berkata: Sesungguhnya sikap ulama (ulama yang benar atau ulama su’/sesat) dalam mendakwahkan tauhid dan memerangi kesyirikan ada beberapa golongan:
a. Mereka paham tauhid, urgensinya dan macam-macamnya. Dan mereka juga memahami tentang kesyirikan serta jenis-jenisnya dan mereka pun menjalankan tugas mereka sebagai ulama dengan menjelaskan kepada manusia apa itu tauhid dan apa itu syirik. (Inilah ulama yang benar yang merupakan pewaris para Nabi. Adapun 3 golongan yang berikutnya maka itulah ulama su’).
b. Mereka yang meremehkan dakwah kepada tauhid yang merupakan pondasi Islam. Mereka lebih mengutamakan dakwah kepada shalat, hukum dan jihad tanpa meluruskan aqidah kaum muslimin terlebih dahulu.
c. Mereka yang meninggalkan dakwah tauhid dan tidak memerangi kesyirikan karena takut dicela manusia atau takut akan kedudukan mereka hingga mereka pun menyembunyikan ilmu yang Allah perintahkan mereka untuk menyampaikannya.
d. Mereka yang memerangi dakwah tauhid.[7]
6. Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr rahimahullahu berkata: Wajib bagi para dai untuk memulai dengan yang paling penting sebagaimana para Nabi memulai dakwah mereka dengan aqidah dan tauhid. Orang yang memperbaiki permasalahan dari yang tidak berkaitan dengan pondasinya maka seolah-olah dia ingin untuk mengobati orang yang sudah mati atau dia membangun atap sebelum meletakkan pondasinya.[8]
7. Syaikh Shalih bin Fauzan hafidzahullahu berkata: Wajib bagi para dai untuk memulai (dalam berdakwah) dengan hal-hal yang penting. Maka dia mulai dengan perbaikan aqidah, karena itu adalah pondasi bagi semua amal ibadah…Demikian pula dakwah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 13 tahun di kota Makkah sebelum berhijrah menyeru mereka untuk bertauhid dan melarang mereka dari kesyirikan, sebelum beliau menyeru mereka kepada shalat, zakat, puasa dan haji. Ini menunjukkan bahwa manhaj para Nabi di dalam berdakwah itu satu manhaj, yaitu memulai dengan dakwah kepada tauhid dan melarang dari kesyirikan, kemudian baru menyeru kepada hukum-hukum syariat yang lain. Ini dilakukan meski di tengah masyarakat yang sudah muslim, dikarenakan masih banyak kesyirikan ditengah-tengah mereka dan di negeri mereka. Hal ini disebabkan banyaknya para dukun/paranormal, dajjal/pendusta yang menyeru kepada kerusakan aqidah. Di masyarakat kita sekarang –sebagaimana yang kalian ketahui- banyak sekali fenomenna-fenomena syirik besar semisal penyembahan kepada kuburan keramat di tengah negeri-negeri kaum muslimin, namun hanya sedikit yang mengingkarinya dari para dai yang banyak jumlahnya. Dan ini menunjukkan akan kerusakan manhajnya di dalam berdakwah.[9]
8. Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafidzahullahu berkata: Sesungguhnya memperbaiki tauhid itu seperti memperbaiki hati dalam jasad…Oleh karena itu, semua dakwah yang tidak ditegakkan diatas pondasi ini dan tidak memprioritaskan kepada tauhid serta tidak memulainya dari tauhid maka dia akan menyimpang sesuai dengan kadar jauhnya dia dari prinsip yang satu ini. Seperti para dai yang menghabiskan usianya untuk memperbaiki masalah muamalah (jual beli atau tentang riba) diantara manusia, sedangkan muamalah mereka dengan Allah (aqidah) jauh dari manhaj salafush shalih.[10]
9. Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahumallahu berkata: Diantara keistimewaan tauhid adalah dia merupakan kewajiban pertama atas setiap mukallaf….Dan yang pertama kali didakwahkan kepada manusia adalah tauhid. Dan dalil tentang ini banyak sekali. Diantaranya sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله
Aku diperinntahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan diantara dalilnya dari hadits adalah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Muadz bin Jabal ketika beliau mengutusnya ke negeri Yaman: Sesungguhnya engkau akan mendatangi ahli kitab maka jadikan dakwahmu pertama kali adalah engkau menyeru mereka untuk beribadah kepada Allah. (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili hafidzahullahu di liqa’ maftuh (soal jawab) daurah aqidah dan manhaj di Kota Batu (Jawa Timur) 2018 berkata: Adapun perkataan bahwa dakwah tidak harus dimulai dengan tauhid, maka pada hakikatnya ini adalah kesalahan besar. Barangsiapa yang mati tidak diatas tauhid maka tidak ada manfaatnya ketaatannya…Tidak ada orang yang lebih baik akhlaknya dan lebih lembut tutur katanya dibandingkan dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal bisa saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dakwahnya kepada orang-orang Quraisy dengan apa yang mereka sukai yaitu tentang akhlak yang baik dan yang lainnya agar mereka tertarik, kemudian baru didakwahi tauhid. Namun Rasul memulai dari tauhid…Setiap dai harus mengikuti manhaj Rasul dalam berdakwah bukan mengarang-ngarang sendiri.
Alangkah jelas, tegas dan gamblangnya manhaj ulama Dakwah Salafiyah baik yang dulu maupun yang sekarang dalam memprioritaskan dakwah kepada tauhid. Namun sangat disayangkan, di akhir-akhir ini ada seorang dai yang membuat kerancuan dan mempersoalkan manhaj Dakwah Salafiyah ini. Atau paling tidak, dia telah mencampur adukkan antara yang haq dengan yang batil.
Dai tersebut mengatakan:
Mengapa engkau samakan berdakwah di tengah ummat Islam, dengan dakwah di tengah kaum Yahudi?
Di antara bentuk kezhaliman besar ialah menyamakan antara ummat Islam dengan orang orang kafir, semisal Yahudi atau lainnya, baik dalam penilaian atau sikap. Dahulu kaum Khawarij, melakukan tindakan ini, sampai akhirnya ceroboh mengkafirkan ummat Islam. Menggunakan dalil dalil yang berkaitan dengan orang kafir, lalu dengan gegabah melontarkanya kepada sesama ummat Islam. Sahabat Ibnu Umar berkata:
إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الكُفَّارِ ، فَجَعَلُوهَا عَلَى المُؤْمِنِينَ
Sesungguhnya mereka mengggunakan ayat ayat yang diturunkan berkaitan dengan orang orang kafir lalu ditimpakan (diterapkan) kepada orang oang Islam. (At Thabari)
Dan menurut hemat saya, diantara bentuk kesalahan besar yang dilakukan oleh sebagian penuntut ilmu, ialah menyamakan 100 % penerapan hadits metodologi dakwah yang diajarkan kepada sahabat Mu’adz bin Jabal ketika diutus ke Yaman untuk mendakwahi kaum Yahudi, pada dakwah di tengah tengah ummat Islam.
Sungguh benar dan tiada keraguan bahwa memulai dakwah dengan tauhid, mengedepankan tauhid adalah satu keniscayan yang tidak perlu diperdebatkan lagi, namun apakah metodologi, tahapan dan muatan tauhid yang didakwahkan kepada ummat Islam serupa dengan yang didakwahkan kepada kaum Yahudi?
Akankah anda meminta kepada setiap murid dan audien anda untuk mengucapkan syahadat LA ILAHA ILLALLAH, dan MUHAMMAD RASULULLAH, sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Mu’adz setiap kali ada orang Yahudi yang menerima dakwah beliau? Ataukah anda tidak perlu memerintahkan ummat Islam yang menjadi audiens anda untuk mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut, namun anda langsung berusaha meluruskan dan memperdalam pemahaman mereka tentang kedua kaliamt syahadat tersebut?
Dan akankah anda menunda pengajaran tata cara sholat, zakat, puasa, haji, pernikahan, dan perdagangan islam yang benar, dengan dalih mengedepankan dakwah tauhid, atau karena murid murid anda belum menguasai tauhid dengan sempurna?
Kritikan dan Bantahan :
– Silahkan para pembaca timbang dan bandingkan sendiri ucapan dai ini dengan ucapan para ulama diatas! Sungguh anda akan mendapati perbedaan yang sangat jauh seperti timur dan barat serta malam dan siang.
– Apakah dai ini ingin meluruskan manhaj para ulama diatas, semisal Syaikh Albani yang mengatakan “Tidak diragukan lagi bahwa keadaan orang-orang Arab di zaman Jahiliyah itu serupa dengan keadaan kebanyakan dari kelompok-kelompok kaum muslimin saat ini”?
– Ataukah para ulama itu telah berbuat kedzaliman yang besar karena menyamakan dakwah kepada kaum muslimin dengan dakwah kepada orang-orang arab jahiliyah?
– Apakah menurut ijtihad dai ini, dakwah para ulama tersebut telah keliru dan tersesat karena menyamakan dakwah kepada kaum muslimin dengan dakwah kepada yahudi?
– Salahkah jika tetap memprioritaskan dakwah kepada tauhid meskipun yang didakwahi itu kaum muslimin bukan yahudi?
– Tidakkah dai ini mendengar sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
Sungguh kalian akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga kalau mereka masuk lubang Dhob (hewan gurun pasir) maka kalian juga akan mengikutinya. Kami berkata: apakah mereka adalah orang-orang yahudi dan nashara? Rasul menjawab: Siapa lagi?!. (HR. Bukhari)
– Apakah kesyirikan hanya terjadi pada kaum yahudi saja? Hingga dakwah tauhid ini tidak layak diprioritaskan dan diserukan kepada kaum muslimin? Bukankah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ , وَحَتَّى تَعْبُدَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي الأَوْثَانَ
Tidak akan tegak hari kiamat hingga kabilah-kabilah dari umatku mengikuti orang-orang musyrikin dan hingga kabilah-kabilah dari umatku menyembah berhala-berhala. (HSR. Tirmidzi)
– Apakah para ulama ahlussunnah dituduh Khawarij karena memprioritaskan dakwah tauhid ditengah kaum muslimin?!
كَبُرَتۡ ڪَلِمَةً۬ تَخۡرُجُ مِنۡ أَفۡوَٲهِهِمۡۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبً۬ا
Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan kecuali dusta. (QS. Al-Kahfi : 5)
Imam Abu Hatim Ar-Razi rahimahullahu berkata: Ciri ahli bid’ah adalah mencaci maki ahli al-atsar (Ahlussunnah).[11]
– Kenapa dai ini tidak mencukupkan dengan ucapannya “Sungguh benar dan tiada keraguan bahwa memulai dakwah dengan tauhid, mengedepankan tauhid adalah satu keniscayan yang tidak perlu diperdebatkan lagi”?
Namun kenyataannya, dia sendiri yang mendebatnya dan mengobok-oboknya serta membuat kerancuan di dalamnya dengan ucapannya diatas, semisal ucapannya “namun apakah metodologi, tahapan dan muatan tauhid yang didakwahkan kepada ummat Islam serupa dengan yang didakwahkan kepada kaum Yahudi?” dan juga lewat ucapannya “Dan akankah anda menunda pengajaran tata cara sholat, zakat, puasa, haji, pernikahan, dan perdagangan islam yang benar, dengan dalih mengedepankan dakwah tauhid, atau karena murid murid anda belum menguasai tauhid dengan sempurna?”
Ucapannya tersebut menyelisihi ucapan para ulama-ulama diatas, semisal Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengatakan: “Point kedelapan: Pembahasan tauhid harus didahulukan sebelum yang lainnya meskipun masalah shalat.”
Dan juga ucapan Syaikh Shalih Fauzan: Ini menunjukkan bahwa manhaj para Nabi di dalam berdakwah itu satu manhaj yaitu memulai dengan dakwah kepada tauhid dan melarang dari kesyirikan kemudian baru menyeru kepada hukum-hukum syariat yang lain. Ini dilakukan meski di tengah masyarakat yang sudah muslim, dikarenakan masih banyak kesyirikan ditengah-tengah mereka dan di negeri mereka.
Penyair arab mengatakan:
إن كنت لا تدري فتلك المصيىة وإن كنت تدري فالمصيبة أعظم
Jika engkau tidak tahu maka itu adalah musibah
Dan jika engkau tahu maka musibahnya lebih dahsyat.
– Adakah dai salafi yang memprioritaskan dakwah kepada tauhid menyuruh orang muslim untuk mengucapkan dua kalimat syahadat diawal dakwahnya? Ataukah ini sekedar ramalan dan khayalan dai ini saja?
– Di makalahnnya yang lain dia juga menggugat dakwah tauhid dengan ucapannya “Bila satu metode mendakwahkan tauhid anda dapat membuka konfrontasi terbuka, maka alangkah bijaknya bila anda memilih opsi dan strategi lainnya yang lebih soft dan lebih efektif dan lebih kecil gesekannya”.
Padahal gurunya (Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily) mengatakan diatas: “Setiap dai harus mengikuti manhaj Rasul dalam berdakwah bukan mengarang-ngarang sendiri”.
Apakah sang murid sudah menyimpang dari ajaran sang guru yang katanya telah merekomendasinya? Ataukah dia memiliki slogan رجال ونحن رجال هم ?! Ataukah dia menganggap manhaj dakwah itu masalah ijtihadiyah?
Sebagai penutup, ingatlah firman Allah:
وَلَا تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَـٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 42)
فَلَمَّا زَاغُوٓاْ أَزَاغَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمۡۚ
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. Ash-Shaf : 5)
– Dan dengarkan pula wasiat Imam Al-Barbahari rahimahullahu yang mengatakan: Perhatikanlah –semoga Allah merahmatimu- setiap orang yang engkau dengar ucapannya dari orang-orang yang hidup di zamanmu khususnya. Jangan tergesa-gesa (diterima) dan jangan ikut-ikutan hingga engkau bertanya dan melihat: Apakah ada sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau salah seorang ulama yang mengucapkannya? Jika engkau mendapati jejak mereka maka ikutilah dan jangan melampauinya dan memilih yang lainnya maka engkau akan masuk neraka.[12]
– Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan berkata sebagaimana yang tercantum diatas: Di masyarakat kita sekarang –sebagaimana yang kalian ketahui- banyak sekali fenomena-fenomena kesyirikan besar semisal penyembahan kepada kuburan keramat di tengah negeri-negeri kaum muslimin. Namun hanya sedikit yang mengingkarinya dari para dai yang banyak jumlahnya. Dan ini menunjukkan akan kerusakan manhajnya di dalam berdakwah.
———————————————
[1] Tafsir Ibnu Katsiir 2/644.
[2] Taisir Al-Aziz Al-Hamid hal.89.
[3] Ad-Dakwah Ilallah hal.40-41.
[4] At-Tauhid Awwalan hal.7-8.
[5] Minhaj Al-Firqah An-Najiyah hal.7
[6] Kaifa Nafhamu Al-Qur’an hal.172.
[7] Minhaj Al-Firqah An-Najiyah hal.38-40.
[8] Min Ma’aalim Al-Manhaj An-Nabawi fi Ad-Dakwah Ilallah hal.12,
[9] Muhadharaat fi Al-Aqidah wa Ad-Dakwah 1/126-127.
[10] Sittu Ad-Durar 17.
[11] Ashlu As-Sunnah wa I’tiqaduddin hal.24 point.36.
[12] Syarhu As-Sunnah point.8 hal.61.