AQIDAH SYAIKH ABDUL QADIR AL-JAELANI (Wafat Tahun 561 H) RAHIMAHULLAH TENTANG AL-QURAN (Edisi 2)
Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani rahimahullahu berkata:
- Kami meyakini bahwa Al-Quran adalah Kalamullah, kitab-Nya, ucapan-Nya, dan wahyu-Nya yang Dia turunkan kepada malaikat Jibril kepada Rasulullah ﷺ. Sebagaimana Allah berfirman:
نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِینُ – عَلَىٰ قَلۡبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلۡمُنذِرِینَ – بِلِسَانٍ عَرَبِیࣲّ مُّبِینࣲ
“Yang dibawa turun oleh Ar-Rūhul Amīn (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.”
(QS. Asy-Syu’ara: 193 – 195)
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: “Dahulu Nabi ﷺ mengajukan diri beliau kepada manusia ketika musim haji seraya berkata: Apakah ada seseorang yang mau membawaku kepada kaumnya? Karena orang-orang Quraisy melarangku untuk menyampaikan Kalam/firman/ucapan Rabbku (Al-Quran).” (HSR. Abu Daud 4734)
2. Allah berfirman:
وَإِنۡ أَحَدࣱ مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ ٱسۡتَجَارَكَ فَأَجِرۡهُ حَتَّىٰ یَسۡمَعَ كَلَـٰمَ ٱللَّهِ
“Dan jika di antara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah agar dia dapat mendengar Kalamullah” (QS. At-Taubah 6).
Kalamullah (dalam ayat diatas) adalah Al-Quran yang mulia, dan dia bukan makhluk bagaimana pun dia dibaca dan ditulis. Dia adalah Kalamullah dan merupakan sifat dari sifat-sifat Dzat-Nya. Dia bukan sesuatu yang baru dan tidak bisa dirubah serta tidak bisa diganti. Dan tidak bisa dikurangi serta ditambah. Dari Allahlah pertama kali diturunkan dan kepada-Nyalah Al-Quran akan kembali.
3. Al-Quran adalah Kalamullah baik di dalam dada para penghafalnya, di lisan para pembacanya, di tulisan para penulisnya, di dalam pandangan orang yang melihatnya, di mushaf kaum muslimin dan di catatan anak-anak (yang belajar/menulis Al-Quran).
4. Barangsiapa yang mengklaim bahwa Al-Quran adalah makhluk atau ungkapan makhluk atau bacaan Al-Quranku adalah makhluk maka dia kafir kepada Allah. Orang itu tidak boleh didekati, tidak boleh dimakan sesembelihannya, tidak boleh dinikahi, tidak boleh dijadikan sebagai tetangga. Bahkan wajib diboikot, dihinakan, dan tidak boleh shalat di belakangnya, tidak boleh diterima persaksiannya, tidak sah menjadi wali pernikahan putrinya, dan tidak boleh dishalati jenazahnya jika mati. Jika (pemimpin kaum muslimin) berhasil menangkapnya maka dia dimintai taubat 3 kali seperti orang murtad, jika bertaubat (alhamdulilah), jika tidak mau taubat maka dibunuh. Imam Ahmad rahimahullahu ditanya tentang orang yang mengatakan bahwa bacaan Al-Quranku adalah makhluk, maka beliau berkata: Orang itu kafir.
5. Allah mengancam Al-Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzuumi dengan neraka saqar ketika menamakan Al-Quran sebagai ucapan manusia.
فَقَالَ إِنۡ هَـٰذَاۤ إِلَّا سِحۡرࣱ یُؤۡثَرُ – إِنۡ هَـٰذَاۤ إِلَّا قَوۡلُ ٱلۡبَشَرِ – سَأُصۡلِیهِ سَقَرَ
“Lalu dia berkata, “(Al-Quran) ini hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini hanyalah perkataan manusia. Kelak, Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.” (QS. Al-Muddatstsir: 24-26). Maka setiap orang yang mengatakan bahwa Al-Quran adalah ungkapan (manusia) atau dia makhluk atau bacaan Al-Quranku adalah makhluk maka baginya neraka Saqar, sebagaimana yang Allah katakan kepada Al-Walid kecuali kalau orang itu bertaubat.
6. Dan kami meyakini bahwa Al-Quran adalah huruf yang bisa dipahami dan suara yang bisa didengar. الۤمۤ – ذَ ٰلِكَ ٱلۡكِتَـٰبُ لَا رَیۡبَۛ فِیهِۛ هُدࣰى لِّلۡمُتَّقِینَ
“Alif Lām Mīm. Kitab (Al-Quran) tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 1-2)
طسۤمۤ – تِلۡكَ ءَایَـٰتُ ٱلۡكِتَـٰبِ ٱلۡمُبِینِ
“Ṭhā Sīn Mīm. Inilah ayat-ayat Kitab (Al-Qurān) yang jelas.” (QS. Asy Syu’ara 1-2).
Allah menyebut huruf-huruf tersebut dan menamakannya sebagai Al-Kitab (Al-Quran).
Nabi ﷺ bersabda: “Bacalah Al-Quran karena kalian akan diberi pahala karenanya. Setiap huruf mendapat sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan ألم satu huruf akan tetapi Alif/الألف sepuluh (kebaikan) اللام/lam sepuluh (kebaikan) Mim/الميم sepuluh kebaikan. Maka semuanya tiga puluh (kebaikan).” (HSR. Al-Khatib, lihat Ash-Shahihah no. 660 oleh Syaikh Al-Albani Rahimahullahu)
7. Allah berfirman tentang Nabi Musa alaihi as-salam:
وَإِذۡ نَادَىٰ رَبُّكَ مُوسَىٰۤ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya)” (QS. Asy-Syu’ara: 10)
إِنَّنِیۤ أَنَا ٱللَّهُ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّاۤ أَنَا۠ فَٱعۡبُدۡنِی وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكۡرِیۤ
“Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah dengan benar) melainkan Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha: 14)
Tidaklah ini (Allah memanggil Nabi Musa) melainkan dengan suara. Dan tidaklah panggilan tersebut, nama dan sifat tersebut melainkan milik Allah bukan milik para malaikat dan makhluk-Nya.
8. Ayat-ayat dan hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa Kalamullah itu dengan suara, tapi tentunya tidak sama dengan suara manusia, sebagaimana ilmu-Nya, kekuasaan-Nya dan semua sifat-Nya tidak sama dengan sifat manusia. Dan Imam Ahmad rahimahullahu telah menjelaskan bahwa (Kalamullah) itu dengan suara. Hal ini berlainan dengan kelompok Asy’ariyah yang mengatakan bahwa Kalamullah hanyalah makna yg ada di dalam diri-Nya. Allahlah yang akan membalas (kejelekan/penyimpangan) setiap ahli bid’ah yang sesat dan menyesatkan.
(Diringkas dari Al-Ghunyah Li Thâlibî Tharîqi Al-Haq hal. 88 – 91 cetakan pertama 2012 M/1433 H Dâr Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi Beirut Lebanon oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani rahimahullahu)
Link PDF: http://bit.ly/3qHgu0P