AQIDAH SYAIKH ABDUL QADIR AL-JAELANI RAHIMAHULLAH TENTANG IMAN (Edisi 3)
Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani rahimahullahu berkata:
- Dan kami meyakini bahwa iman adalah ucapan di lisan, keyakinan dalam hati dan amalan anggota badan, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Iman bisa kuat dengan ilmu (yang berdasarkan Al-Quran, As-Sunnah, dengan pemahaman salafush shalih) dan bisa lemah dengan kejahilan. Dan itu tidak mungkin terwujud kecuali dengan Taufiq dari Allah. Sebagaimana yang telah Allah firmankan: فَأَمَّا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ فَزَادَتۡهُمۡ إِیمَـٰنࣰا وَهُمۡ یَسۡتَبۡشِرُونَ
“Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.” (QS. At-Taubah: 124)
Jika iman itu bisa bertambah maka dia (otomatis) bisa berkurang. Allah berfirman:
وَإِذَا تُلِیَتۡ عَلَیۡهِمۡ ءَایَـٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِیمَـٰنࣰا
“Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya” (QS. Al-Anfal: 2)
وَیَزۡدَادَ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ إِیمَـٰنࣰا
“Agar orang yang beriman bertambah imannya” (QS. Al-Muddatstsir: 31)
2. Kelompok Al-Asy’ariyah mengingkari bertambah dan berkurangnya iman.
3. Iman adalah meyakini (rububiyah dan uluhiyah) Allah dan (nama-nama serta) sifat-sifat-Nya disertai menjalankan semua ketaatan yang wajib maupun yang Sunnah dan meninggalkan kemungkaran dan kemaksiatan.
4. Setiap iman (mukmin) adalah Islam (muslim) tapi tidak setiap Islam (muslim) itu iman (mukmin). Karena setiap mukmin pasti dia mustaslim/muslim (yang menyerahkan diri) dan tunduk kepada Allah. Akan tetapi tidak setiap muslim itu mukmin, karena bisa jadi dia masuk Islam karena takut pedang (ditumpahkan darahnya). Imam Ahmad berpendapat bahwa makna Iman berbeda dengan makna Islam (jika disebutkan bersama dalam satu redaksi ucapan) sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu (hadits Jibril). Dan juga berdasarkan firman Allah:
قَالَتِ ٱلۡأَعۡرَابُ ءَامَنَّاۖ قُل لَّمۡ تُؤۡمِنُوا۟ وَلَـٰكِن قُولُوۤا۟ أَسۡلَمۡنَا وَلَمَّا یَدۡخُلِ ٱلۡإِیمَـٰنُ فِی قُلُوبِكُمۡۖ
“Orang-orang Arab Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka), “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, “Kami telah tunduk (Islam),” karena iman belum masuk ke dalam hatimu.” (QS. Al-Hujurat: 14).
5. Ketahuilah bahwa bertambahnya iman itu akan terwujud setelah menjalankan perintah-perintah (Allah dan Rasul ﷺ) serta meninggalkan larangan-larangan (Allah dan Rasul ﷺ), pasrah kepada takdir dan tidak protes kepada ketentuan Allah terhadap makhluk-Nya, tidak ragu akan janji Allah dalam pembagian rizki dan selalu percaya serta tawakal kepada-Nya, meyakini tidak ada daya dan kekuatan (kecuali dengan pertolongan Allah), bersabar atas musibah dan bersyukur atas nikmat, mensucikan Allah (dari segala aib dan kekurangan), serta tidak berburuk sangka kepada Allah dalam segala keadaan. Adapun sekedar menjalankan shalat dan puasa maka itu tidak cukup.
6. Imam Ahmad Rahimahullahu pernah ditanya: Apakah iman itu makhluk atau bukan makhluk? Maka beliau menjawab: Barangsiapa yang mengatakan bahwa iman itu makhluk maka dia kafir karena itu tuduhan keji terhadap Al-Quran dan barangsiapa yang mengatakan bukan makhluk maka dia ahli bid’ah karena itu mengarahkan kepada keyakinan bahwa menyingkirkan gangguan dari jalan serta perbuatan-perbuatan manusia bukan makhluk. Beliau mengingkari dua kelompok tersebut dan beliau berdalil dengan sabda Rasul ﷺ: Iman memiliki tujuh puluh lebih cabang, yang paling utama adalah ucapan لا إله إلا الله dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. (HR. Muslim)
7. Beliau mengkafirkan orang yang mengatakan Al-Quran makhluk dan membid’ahkan yang lainnya karena madzhab/manhaj/metode beliau dibangun diatas keyakinan bahwa apa yang tidak diajarkan oleh Al-Quran, Sunnah Rasul dan para sahabat (dalam urusan agama khususnya aqidah) maka itu adalah ucapan bid’ah.
8. Tidak boleh bagi seorang mukmin untuk dia mengatakan: Saya mukmin yang sempurna. Bahkan wajib baginya (yang benar hukumnya boleh) untuk dia mengatakan saya mukmin insyaAllah. Hal ini berlainan dengan kelompok Mu’tazilah yang membolehkan seseorang untuk mengatakan: Saya mukmin yang sempurna.
(Diringkas dari Al-Ghunyah Li Thaalibii Thariiqi Al-Haq hal. 93-95 cetakan pertama tahun 1433 H/2012 M Daar Ihya’ At-Turats Al-Arabi oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani rahimahullahu)
Link PDF: