MEMBEDAH AKAR TERORISME DIALOG ILMIAH BERSAMA SYAIKH ABDUL AZIZ BIN BAZ RAHIMAHULLAHU TENTANG HUKUM MENGGANTI HUKUM ALLAH* (Edisi Terakhir)
- Salman berkata: “Samahatusy Syaikh, Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullahu dalam risalahnya [1], menyebutkan bahwa negara-negara yang berhukum dengan undang-undang negara kafir, maka wajib berhijrah darinya?”
- Syaikh Bin Baz menjawab: “Hal itu dikarenakan banyaknya kejelekan dan menyebarnya kekafiran serta maksiat.”
- Salman berkata: “Yang berhukum dengan undang-undang buatan, (bagaimana menurut anda)?”
- Syaikh Bin Baz menjawab: “Aku telah mengetahui risalah beliau -semoga Allah mengampuni beliau-, zhahirnya pendapat beliau bahwa mereka adalah kafir, karena (menurut beliau) membuat undang-undang tersebut merupakan bukti akan keridhaan dan penghalalan (mereka)! Ini yang nampak dari risalah beliau rahimahullahu!! Aku tidak bisa banyak berkomentar dalam hal ini [2]. Sebenarnya tidak cukup hanya dengan (kelaziman seperti itu), hingga diketahui bahwa orang tersebut menghalalkannya. Adapun sekedar dia berhukum dengan selain hukum Allah atau memerintahkan hal tersebut, maka dia tidak kafir. Seperti orang yang menyuruh untuk menghukum seseorang atau untuk membunuh orang lain, dia tidak kafir sampai dia menghalalkannya. Hajjaj bin Yusuf [3] tidak kafir karena sebab perbuatannya, meskipun dia menumpahkan banyak darah, hingga dia menghalalkannya, karena mereka itu punya syubhat. Abdul Malik bin Marwan, Muawiyah dan selain mereka, tidak kafir, karena tidak menghalalkan. Membunuh jiwa itu lebih besar (dosanya) dari pada berzina dan lebih besar (dosanya) dari pada berhukum karena uang suap.
- Peserta berkata: “Sekedar orang itu bertempat tinggal di negara kafir, tidak mengharuskan dia untuk hijrah?!”
- Syaikh Bin Baz menjawab: “Masalah hijrah ada perinciannya: Orang yang masih sanggup menampakkan agamanya, maka dia tidak diharuskan atau dia tidak sanggup berhijrah [4], dia juga tidak diwajibkan. Allah berfirman :…..kecuali orang-orang yang lemah (QS. An-Nisa’: 98) [5].”
- Syaikh Ibnu Jibrin berkata: “Ada atsar dari Imam Ahmad bahwasanya beliau mengkafirkan orang yang menyatakan Al-Quran makhluk [6]?!”
- Syaikh Bin Baz menjawab: “Ini sudah diketahui. Ahlusunnah mengkafirkan orang yang menyatakan Al-Quran makhluk (lihat footnote 6), karena maksud dari hal tersebut adalah Allah tidak bisa berbicara, maksudnya bahwa Al-Quran itu bukan firman Allah, Allah tidak bisa berbicara.”
- Peserta berkata: “Mereka tidak memiliki syubhat, wahai Syaikh?!”
- Syaikh Bin Baz menjawab: “Itu kufur…..kita mengeluarkannya dari agama. Allah berbicara, namun mereka menyifatinya dengan bisu, tidak bisa berbicara.
“…mereka hendak merubah firman Allah”. (QS. Al-Fath: 15) dan “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah…” (QS. At-Taubah: 6)
Dan Rasul ﷺ bersabda: ‘Sesungguhnya Quraisy melarangku untuk aku menyampaikan firman/ucapan Rabbku’ [7].”
- Peserta berkata: “Apakah orang-orang Mu’tazilah itu kafir?!”
- Syaikh Bin Baz menjawab: “Tidak diragukan lagi, barangsiapa yang menyatakan Al-Quran adalah makhluk dia kafir.”
- Peserta berkata: “Ahmad bin Abi Duad kafir?!”
- Syaikh Bin Baz menjawab: “Setiap yang menyatakan Al-Quran makhluk maka dia kafir.”
- Peserta berkata: “Individunya, wahai Syaikh?!”
- Syaikh Bin Baz menjawab: “Ya, individunya, jika memang keadaannya demikian.”
- Aidh Al-Qarni berkata: Wahai Syaikh, Adz-Dzahabi dalam “Siyar..” menyebutkan tentang Ahmad bin Abi Duad [8], beliau berkata: “Orang ini tidak kafir, dia bersyahadat lâ ilâha illallâhu dan beriman kepada Allah.”
- Syaikh Bin Baz menjawab: “Adz-Dzahabi bukan termasuk ahlinya (dalam hal ini) [9], beliau seorang alim dari Wasth, dan lebih berkecimpung dalam hadits saja atau mushthalah hadits.”
- Peserta berkata: “Pemaksaan Ma’mun terhadap manusia untuk mengucapkan ucapan tersebut, bukankah itu kufur?”
- Syaikh Bin Baz menjawab: “Kufur, baik dari Ma’mun atau selainnya [10].”
- Berkata Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari -semoga Allah selalu menolongnya-: Sampai disini apa yang kita dapati dari dialog ilmiah yang masyhur ini. Dan ini yang Allah mudahkan untuk aku mematangkan risalah ini dan memberikan sedikit komentar tentangnya pada awal Jumadil Akhir tahun 1425 H. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.
[*] Lihat Al-Asilah An-Najdiyah oleh Syaikh Ali Bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari rahimahullahu hal. 41-48 cetakan ketiga tahun 1430 H/2009 M. Catatan kaki yang ada di tulisan ini (selain ini) semuanya adalah ucapan beliau rahimahullahu.
[1] Yang dimaksud adalah risalah Tahkîmul Qawânîn…, lihat kesimpulan dan ucapan terakhir beliau dalam masalah ini di kitab Shaihatu Nadzîr… hal. 96-99/1417 H dan kitabku Tanbîhât Al-Mutawâimah.. hal. 70-76/1424 H.
[2] Dalam Al-Fatâwa Al-Bâziyah fi Tahkîmil Qawânîn Al-Wadh’iyah hal. 8-9 diterbitkan oleh Maktabah Imam Adz-Dzahabi 1420 H, terdapat ucapan beliau yang membantah ucapan Syaikh Muhammad bin Ibrahim: “Muhammad bin Ibrahim tidak ma’shum, beliau seorang alim, yang terkadang bisa salah bisa benar, dan beliau bukanlah nabi dan Rasul. Demikian pula dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir dan selain mereka dari para ulama serta imam empat. Semuanya bisa salah, bisa benar, diambil ucapan mereka yang sesuai dengan kebenaran. Dan jika ucapan mereka menyelisihi kebenaran, maka ditolak, siapapun dia”. Dalam Al-Fatâwa Al-Bâziyah hal. 7 juga terdapat ucapan beliau yang membantah orang yang berdalil dengan ucapan Syaikh Muhammad bin Ibrahim: “Perkara ini sudah diketahui oleh para ulama -seperti yang telah aku jelaskan- yaitu barangsiapa yang menghalalkannya maka dia kafir. Adapun orang yang tidak menghalalkannya, seperti yang berhukum karena uang suap maka ini adalah kufrun duuna kufrin..”
[3] Dalam Siyar A’lâmin Nubalâ’ 4/343 oleh Adz-Dzahabi dalam biografi Al-Hajjaj -setelah menyebutkan kejelekan-kejelekannya-: “Secara umum dia masih memiliki ketauhidan”. Dan dalam Târîkhul Islâm 2/1077 cet. Darul Gharb oleh Imam Adz-Dzahabi juga terdapat nukilan-nukilan yang penting. Dan lihat pula Syarhul Aqîdah Ath-Thahâwiyah hal. 374 oleh Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullahu.
[4] Dia tidak sanggup berhijrah, meski sebab-sebab hijrah yang syar’i itu ada.
[5] Yaitu yang tidak mampu menampakkan agamanya, sedang dia sanggup untuk hijrah, maka ini yang wajib untuk berhijrah. Nabi ﷺ bersabda: “Hijrah tidak akan terputus, selama jihad masih tegak” Lihat Silsilah Al-Ahâdits Ash-Shahîhah 1673 dan 3214 serta Al-Irwâ’ 1208.
[6] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata dalam Majmû’ Fatâwa 23/348-349 tentang sikap Imam Ahmad dalam hal ini: “Sesungguhnya beliau mengkafirkan kelompok Jahmiyah yang mengingkari nama dan sifat Allah, karena penentangan ucapan mereka terhadap ajaran Rasul ﷺ sangatlah jelas…dan beliau juga diuji dengan mereka hingga beliau tahu benar hakikat perkara mereka, karena berporos pada penolakan. Pengkafiran terhadap Jahmiyah sudah masyhur dari salaf dan para imam, akan tetapi beliau tidaklah mengkafirkan individunya. Sesungguhnya yang menyeru kepada ucapan tersebut lebih parah dari pada yang hanya mengatakannya. Dan yang menyiksa orang yang menyelisihinya lebih parah dari pada yang menyeru saja dan yang mengkafirkan orang yang menyelisihinya lebih parah dari pada yang menyiksa. Dan mereka para penguasa (pada zaman Imam Ahmad) mereka mengatakan ucapan Jahmiyah bahwa Al-Quran makhluk, dan bahwasanya Allah tidak bisa dilihat di akhirat dan masih banyak lagi. Dan mereka menyeru manusia serta menguji dan menyiksa mereka dst. Meskipun demikian, Imam Ahmad rahimahullahu masih mendoakan mereka dengan rahmat, memintakan ampun untuk mereka, karena beliau tahu bahwa mereka itu masih belum dijelaskan bahwa mereka itu mendustakan rasul dan mereka tidak mengingkari apa yang dibawa rasul, akan tetapi mereka hanyalah mentakwil dan taklid saja.” Saya katakan: Lihat pula Al-Masâil Al-Mâridiniyah” hal. 69 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu.
[7] HR. Tirmidzi [2925] dan beliau menshahihkannya, Abu Dawud [4734], Ibnu Majah 201, An-Nasa’i dalam Al-Kubra [7727] dari Jabir.
[8] Adz-Dzahabi menyebutkan tentang biografinya dalam Siyâr A’lâmin Nubalâ’ 11/169, dan beliau mulai dengan ucapan: “Dia adalah seorang Jahmiyah, musuh Imam Ahmad bin Hambal dan seorang penyeru kepada ucapan Al-Quran makhluk”. Tidak ada di dalamnya ucapan seperti diatas!! dan sungguh aku telah meneliti karangan-karangan imam Adz-Dzahabi semuanya, namun aku juga tidak mendapatkannya atau yang mirip dengannya. Lihat Târîkhul Islâm 5/758- Al-Gharb, Al-‘Ibar.. 1/339- Zaghlul, Duwalul Islâm 1/146, Al-Mughni Fidh Dhu’afâ’ 1/39 di dalamnya beliau mengatakan: Dia seorang Jahmiyah yang dimusuhi, dan Al-Mîzân 1/233-Al-Baz.
[9] Yang beliau maksud adalah bahwa Adz-Dzahabi bukan orang yang spesialis masalah kelompok-kelompok sempalan, maka tidak bisa diambil hal ini dari beliau.
[10] Bandingkan dengan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah seputar penguasa yang mengucapkan ucapan Jahmiyah yang telah disebutkan di atas.
Link PDF: