BEDA JIHAD SALAF DAN “JIHAD” TERORIS
Dikisahkan bahwa antara Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu dan orang-orang kafir Romawi terjadi perjanjian damai. Dan beliau (mulai) berjalan menuju ke negeri mereka hingga apabila selesai perdamaian maka beliau langsung akan menyerang mereka. Tiba-tiba ada seseorang yang berada di atas kendaraan atau di atas kuda mengatakan: Allahu Akbar…Allahu Akbar, tepati (perjanjian) dan jangan berbuat curang, dan orang tersebut adalah Amru bin ‘Abasah radhiyallahu ‘anhu, maka Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu pun bertanya tentang hal tersebut. Amru bin ‘Abasah radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Barangsiapa antara dia dan sekelompok manusia (semisal dengan orang-orang kafir) terjalin perjanjian maka jangan dia membatalkannya dan jangan melampaui batasannya sampai selesai batas waktunya atau dibatalkan perjanjian tersebut. Maka Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu pun kembali bersama pasukannya”. (HR. Tirmidzi)
Orang yang merenungkan kejadian ini akan mendapati bahwa Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu (secara sepintas) tidak membatalkan perjanjian dengan Romawi. Akan tetapi beliau hanya akan memerangi mereka jika telah selesai waktu perjanjian. Oleh sebab itu, dari mana sisi pengingkaran Amru bin ‘Abasah terhadap Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu? Jawabnya: Bahwa Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu (telah merencanakan) pergi ke Romawi untuk memerangi mereka sebelum batas waktu perjanjian selesai. Padahal secara asal tidak boleh beliau merencanakan untuk memerangi mereka hingga selesainya perjanjian yang telah disepakati. Amru bin ‘Abasah menganggap hal tersebut sebagai bentuk kecurangan dan pengkhianatan terhadap perjanjian tersebut.
Lihatlah -semoga Allah merahmati anda- kepada tingkat ketundukan para sahabat terhadap sunnah Rasulullah ﷺ *. Bagaimana mereka berhenti ketika ada nash, mereka tidak mendahulukan semangat yang membara (untuk berjihad). Sebagaimana keadaan kebanyakan orang-orang jahil dan harakiyyin (serta irhabiyyin/teroris) pada zaman ini. Tidaklah Mu’awiyah mendengar hadits Rasulullah ﷺ melainkan beliau langsung tunduk patuh kepadanya dan kembali dengan pasukan beliau. Padahal mereka mampu untuk memerangi musuh mereka dan mengalahkan mereka.
(Diringkas dari kitab Kasyfu Al-Astar ‘Amma Fi Tanzhim Al-Qa’idah Min Afkar Wa Akhthar hal. 192-194 oleh Syaikh Umar bin Abdul Hamid Al-Baththusy dan diberi rekomendasi oleh Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari rahimahullahu serta Syaikh Abdul Muhsin Alu Ubaikan hafizhahullahu)
[*] Inilah faktor utama kemenangan jihad para sahabat Radhiyallahu ‘anhum selalu berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyeru kepada sunnah dalam segala keadaan seperti waktu perang/jihad. Bukan seperti oknum yang nyinyiri seruan ittiba’ sunnah ketika menghadapi penghina nabi atau tampil beda (dari Sunnah). Na’udzubillahi min dzalika.