SALAFUSH SHALIH MENYESATKAN BID’AH AMALIYAH
Sebagai seorang yang mengaku sebagai salafi (pengikut salafush shalih) maka kewajiban kita adalah meniti jejak mereka baik dalam ucapan maupun perbuatan. Jangan sampai kita mengucapkan suatu ucapan atau mengeluarkan pernyataan yang menyimpang dari ucapan mereka.
Beberapa saat yang lalu beredar di medsos sebuah pernyataan dari seorang doktor “salafi” yang mengatakan: Jangan mudah menyesatkan orang (yang melakukan bid’ah amaliyah karena itu bukan aqidah/ushuluddin).
Imam Al-Barbahari rahimahullahu berkata: Perhatikanlah –semoga Allah merahmatimu- setiap orang yang engkau dengar ucapannya dari orang yang ada di zamanmu. Jangan engkau tergesa-gesa (untuk menerimanya) dan jangan tenggelam di dalamnya, hingga engkau bertanya dan meneliti: Apakah ada sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau salah seorang ulama (ahlussunnah) yang mengatakannya? Jika engkau mendapati di dalamnya suatu atsar/riwayat dari mereka, maka berpeganglah dengannya dan jangan sampai melampauinya. Dan (jika) engkau memilih selainnya maka engkau bisa masuk neraka.[1]
Mari kita bandingkan ucapan sang doktor ini dengan ucapan seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu yang menyesatkan (mengatakan sesat) orang-orang yang melakukan dzikir jama’i yang merupakan bid’ah amaliyah. Beliau berkata: Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, sesungguhnya kalian (yang berdzikir jama’i) itu berada diatas ajaran yang lebih baik dari ajaran nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam atau kalian itu sengaja membuka pintu kesesatan? [2]
Bahkan lebih dari itu wahai salafi, kalau kita mau merenungkan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sering disampaikan oleh da’i-da’i salafi di dalam muqaddimah pengajian dan khutbah mereka yang dikenal dengan khutbah hajah yaitu sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
Dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (dalam urusan agama). Dan setiap yang diada-adakan (dalam urusan agama) itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat. Dan setiap kesesatan itu dineraka. (HR. Muslim)
Maka kita akan mendapati Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan sesat atas semua bid’ah baik yang berkaitan dengan aqidah atau amaliyah. Beliau tidak membedakan antara bid’ah aqidah dan amaliyah dalam statusnya sama-sama sesat.
Imam Ibnu Rajab rahimahullahu berkata ketika mensyarah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam “Setiap bid’ah sesat” : Ini termasuk salah satu ucapan beliau yang singkat namun padat. Tidak ada yang keluar darinya suatu (bid’ah) apapun. Ini adalah prinsip yang agung dari prinsip-prinsip agama. Ini semisal dengan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru (dalam urusan agama) yang bukan bagian darinya maka itu tertolak”. Maka setiap orang yang mengada-adakan sesuatu yang baru dan dia nisbatkan kepada agama padahal tidak ada dasarnya di dalam agama, maka dia sesat. Agama ini berlepas diri darinya, baik itu dalam masalah aqidah atau amal atau ucapan yang dzahir maupun yang batin.[3]
Apakah orang yang melakukan bid’ah amaliyah bisa dikatakan ahli bid’ah?
Syaikh Doktor Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hafidzahullahu menjawab: Ahlul bid’ah adalah setiap orang yang mengada-adakan hal baru dalam urusan agama yang bukan bagian darinya, baik dalam masalah aqidah, ucapan dan amal perbuatan (amaliyah). Dan kata-kata ahli bid’ah itu menurut para ulama ada dua makna:
1. (Makna) secara umum yaitu mencakup semua pengikut hawa nafsu dan kelompok-kelompok (sesat) serta pengikut bid’ah-bid’ah dalam aqidah, ucapan dan amal perbuatan. Seperti kelompok Khawarij, Rafidhah, Qadariyah, Murjiah, Jabariyah, Jahmiyah, Mu’tazilah, Ahlul Kalam (seperti Asy-‘Ariyah dan Maturidiyah), Sufiyah, Filosof, Bathiniyah, kelompok hizbiyah dan qaumiyah, sosialisme, dan selain mereka. Demikian pula dengan kelompok-kelompok sesat kontemporer semisal Qadiyaniyah, Bahaiyah, Brilawiyah dan selainnya.
2. (Makna) khusus yaitu mencakup pelaku bid’ah-bid’ah amaliyah seperti para pengkeramat kuburan, pelaku tawassul yang bid’ah, kelompok sufiyah/tarekat, pelaku dzikir-dzikir yang bid’ah, para pengkultus makam-makam atau pesarean-pesarean.
Dan kedua makna ini tidak saling bertentangan bahkan saling menguatkan. Akan tetapi pemutlakan kata ahli bid’ah bagi bid’ah amaliyah itu lebih banyak. Karena itu yang lebih nampak, lebih umum dan lebih banyak di tengah manusia serta diketahui oleh orang umum maupun khusus (para ulama).[4]
Syaikh Doktor Ali bin Muhammad Nashir Al-Faqihi –hafidzahullahu– berkata: al-mubtadi’/ahli bid’ah adalah orang yang mengada-adakan kebid’ahan dan menyeru kepadanya serta barwala’/loyalitas dan bermusuhan diatasnya.[5]
Beliau dalam mendefinisikan ahli bid’ah diatas tidak hanya mengkhususkan yang mengada-adakan bid’ah aqidah saja, namun secara umum baik yang aqidah ataupun yang amaliyah.
Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaily ketika menyimpulkan definisi ahli bid’ah berkata : (Ahlul bid’ah adalah) setiap orang yang bid’ahnya itu termasuk yang sudah masyhur dikalangan ulama akan penyimpangannya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah bukan yang berkaitan dengan masalah yang rumit yang masih tersembunyi kebenaran di dalamnya bagi sebagian orang.[6]
Beliau juga tidak membedakan apakah bid’ahnya itu amaliyah atau aqidah.
Semoga Allah menyelamatkan kita dari bahaya bid’ah dan kejahatan ahli bid’ah.
——————————————————-
[1] Syarhu As-Sunnah point 8 hal.61.
[2] Lihat atsar ini selengkapnya dalam kitab sunan Ad-Darimi hal 83-84 no.210 cet. Darul Ma’rifah.
[3] Jami’ ulum wa al-hikam hal.128 dengan tahqiq syaikh Syu’aib Al-Arnauth.
[4] Dirasat fi al-ahwa’ wa al-firaq wa al-bida’ hal.32-33.
[5] Al-Bid’ah dhawabithuhah wa atsaruha As-Sayyi’ fi al-ummah hal.22 cet.universitas Islam Madinah.
[6] Mauqif ahlussunnah wal jama’ah min ahli al-ahwa’ wa al-bida’ 1/122.