BAHAYA BID’AH
Bahaya Bid’ah Menurut Al-Qur’an, As-Sunnah dan Salafush shalih
Syaikh Shalih As-Suhaimi hafidzahullahu berkata: Sesungguhnya bid’ah-bid’ah dan hal-hal baru dalam urusan agama mengakibatkan bahaya-bahaya yang besar dan dampak-dampak negatif terhadap individu maupun masyarakat bahkan terhadap semua bidang agama baik yang ushul maupun furu’.[1]
Inilah peringatan dari Allah, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para shalafush shalih tentang bahaya bid’ah. Dan ini hukum secara umum (terutama dalam hukum di akhirat), maka tidak boleh kita serampangan untuk menghukumi individu yang melakukannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: Sesungguhnya nash-nash Al-Qur’an tentang ancaman itu secara mutlak. Semisal firman Allah:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَأۡڪُلُونَ أَمۡوَٲلَ ٱلۡيَتَـٰمَىٰ ظُلۡمًا إِنَّمَا يَأۡڪُلُونَ فِى بُطُونِهِمۡ نَارً۬اۖ وَسَيَصۡلَوۡنَ سَعِيرً۬ا
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (QS. An-Nisa’ : 10)
Demikian pula yang semisal dengannya: Barangsiapa yang berbuat demikian maka baginya demikian. Ini adalah secara mutlak dan umum. Dan hal ini juga seperti apa yang dikatakan oleh para salaf: Barangsiapa yang mengatakan demikian maka dia demikian. Adapun individunya mungkin tidak berlaku ancaman tersebut karena dia sudah bertaubat, atau ada kebaikan yang menghapusnya atau musibah-musibah yang bisa menghapus atau syafaat yang diterima[2].
Maka pahamilah dengan baik dan jangan gagal paham!
1. Bid’ah tidak diterima disisi Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
Dan barangsiapa yang melakukan suatu amal perbuatan yang tidak sesuai dengan tuntunanku maka dia tertolak. (HR. Muslim)
Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr hafidzahullahu berkata: Apabila ibadah seperti wudhu, mandi jababat, shalat dan lain sebagainya jika dilakukan tidak sesuai syariat maka tertolak dan tidak sah…..Hadits ini menunjukkan dengan kemutlakannya bahwa setiap amaliyah yang menyelisihi syariat tertolak, meskipun niat pelakunya baik[3].
2. Pelaku bid’ah termasuk orang yang paling merugi. Allah berfirman:
(103) قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ أَعۡمَـٰلاً
(104) ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُہُمۡ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّہُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi amal perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (QS. Al-Kahfi : 103-104)
Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: Ayat ini umum mencakup siapa saja yang beribadah kepada Allah namun diatas jalan yang tidak diridhai (Allah). Dan dia mengira dia benar dan bahwasanya amal perbuatannya itu diterima, padahal dia keliru dan amalnya tertolak.[4]
3. Pelaku bid’ah merasa lebih pintar/mendapat hidayah daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Seperti dalam ucapan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pada point 4)
4. Pelaku bid’ah membuka pintu kesesatan.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata kepada para pelaku bid’ah amaliyah: Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, sesungguhnya kalian itu berada diatas ajaran yang lebih baik dari ajaran nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam atau kalian itu sengaja membuka pintu kesesatan?![5]
Apakah Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu keliru ketika menyesatkan pelaku bid’ah amaliyah?
Imam Ibnu Rajab rahimahullahu berkata ketika mensyarah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam “Setiap bid’ah sesat” : Ini termasuk salah satu ucapan beliau yang singkat namun padat. Tidak ada yang keluar darinya suatu (bid’ah) apapun. Ini adalah prinsip yang agung dari prinsip-prinsip agama. Ini semisal dengan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru (dalam urusan agama) yang bukan bagian darinya maka itu tertolak”. Maka setiap orang yang mengada-adakan sesuatu yang baru dan dia nisbatkan kepada agama padahal tidak ada dasarnya di dalam agama, maka dia sesat. Agama ini berlepas diri darinya, baik itu dalam masalah aqidah atau amal atau ucapan yang dzahir maupun yang batin.[6]
5. Pelaku bid’ah menuduh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhianati agama Allah. Imam Malik rahimahullahu berkata: Barangsiapa yang mengada-adakan suatu bid’ah dan dia mengganggap itu baik maka dia telah menuduh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhianati agama. Padahal Allah telah berfirman:
ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu. (QS. Al-Maidah : 3)
Apa saja yang tidak dianggap agama di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sampai kapan pun tidak dianggap sebagai agama[7].
6. Bid’ah lebih dicintai oleh Iblis dari maksiat.
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu berkata: Bid’ah lebih dicintai oleh Iblis daripada maksiat. Hal ini karena perbuatan maksiat (pelakunya) bertaubat darinya sedangkan bid’ah (pelakunya) tidak mau bertaubat (karena tidak merasa bersalah).[8]
7. Bid’ah menimbulkan fitnah.
Pernah suatu saat Imam Malik rahimahullahu ditanya: Wahai Abu Abdillah, darimana aku mulai ihram? Beliau menjawab: Dari Dzil Hulaifah sebagaimana Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai ihramnya. Orang itu berkata: Aku ingin ihram dari masjid (Nabawi). Imam Malik berkata: Jangan engkau lakukan itu. Orang itu berkata: Aku ingin ihram dari masjid dari samping kuburan (nabi). Imam Malik berkata: Jangan engkau lakukan karena aku khawatir fitnah atasmu. Orang itu berkata: Fitnah apa?Aku hanya menambah beberapa mil saja. Imam Malik berkata: Fitnah mana yang lebih besar daripada engkau menganggap dirimu telah memperoleh keutamaan yang tidak diperoleh oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam? Sesungguhnya aku mendengar firman Allah:
فَلۡيَحۡذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنۡ أَمۡرِهِۦۤ أَن تُصِيبَہُمۡ فِتۡنَةٌ أَوۡ يُصِيبَہُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih. (QS. An-Nuur : 63)[9]
Apakah Imam Malik rahimahullahu terlalu mudah menvonis bid’ah amaliyah? Atau apakah beliau tidak paham masalah furu’ dan ushul?
8. Pelaku bid’ah merasa lebih mendapat keutamaan (lebih baik) daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti dalam atsar diatas.
9. Pelaku bid’ah diancam adzab yang pedih. Sebagaimana dalam ayat yang dibawakan oleh Imam Malik diatas.
10. Bid’ah adalah jembatan kekufuran.
Imam Al-Barbahari rahimahullahu berkata: Hati-hatilah kalian dari bid’ah-bid’ah yang kecil karena bid’ah yang kecil itu akan terus dilakukan dan menjadi besar. Demikianlah setiap bid’ah di umat ini awalnya kecil menyerupai kebenaran. Sehingga orang yang masuk ke dalamnya tertipu dan tidak bisa keluar darinya serta menjadi darah daging bid’ah tersebut. Dan dia menyelisihi jalan yang lurus hingga keluar dari Islam.[10]
Apakah ini bid’ah dalam ushul atau furu’? Atau ini berkaitan dengan bid’ah aqidah atau juga amaliyah?
11. Bid’ah bentuk protes terhadap syariat Allah.
Syaikh Shaleh As-Suhaimi hafidzahullahu berkata: Sesungguhnya membuat hal baru dalam urusan agama yang tidak Allah syariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya itu seperti protes kepada syariat.[11]
12. Pembuat bid’ah seolah mensejajarkan dirinya dengan Allah sebagai sang pembuat syariat. Allah berfirman:
مۡ لَهُمۡ شُرَڪَـٰٓؤُاْ شَرَعُواْ لَهُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا لَمۡ يَأۡذَنۢ بِهِ ٱللَّهُۚ وَلَوۡلَا ڪَلِمَةُ ٱلۡفَصۡلِ لَقُضِىَ بَيۡنَہُمۡۗ وَإِنَّ ٱلظَّـٰلِمِينَ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ۬
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang Amat pedih. (QS. Asy-Syuura : 21)
Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata: Barangsiapa yang menganggap baik (suatu bid’ah) maka dia telah membuat syariat.[12]
13. Pelaku bid’ah diusir dari telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sungguh akan diusir sekelompok orang dari telagaku, sebagaimana diusirnya unta yang tersesat. Aku pun memanggil mereka: Kemarilah, kemarilah, kemarilah. Kemudian ada seruan: Sesungguhnya mereka telah merubah (membuat hal baru dalam agama) setelahmu. Maka aku berkata: Jauhkan, jauhkan, jauhkan. (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Asy-Syathibi rahimahullahu berkata: Sebagian ulama mentafsirkan mereka adalah ahli bid’ah.[13]
14. Pelaku bid’ah datang pada hari kiamat dalam keadaan berwajah hitam muram. Allah berfirman:
يَوۡمَ تَبۡيَضُّ وُجُوهٌ۬ وَتَسۡوَدُّ وُجُوهٌ۬ۚ
Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. (QS. Ali-Imran : 106)
Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: Pada hari kiamat berseri-seri wajah ahlussunnah wal jama’ah dan hitam muram wajah wajah ahli bid’ah dan firqah.[14]
15. Bid’ah bisa menjerumuskan ke dalam api neraka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار
Dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (dalam urusan agama) dan setiap yang baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu di neraka. (HR. Muslim)
Inilah sebagian dari bahaya bid’ah, baik bid’ah aqidah atau amaliyah.
Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: Yang ada dalam ucapan para salafush shalih adalah peringatan keras terhadap bid’ah secara mutlak baik dalam masalah aqidah atau ibadah. Seandainya ada seorang muslim berbuat bid’ah dan telah jelas kebid’ahan itu baginya dan dia terus dalam kebid’ahannya seperti yang telah aku contohkan tadi (shalat sunnah fajar empat rakaat), maka orang ini sama dengan yang mengingkari bahwa Allah ada diatas makhluk-Nya atau sama dengan yang mengingkari al-qur’an itu kalamullah. Tidak ada bedanya antara yang ini dan yang itu. Kita katakan: dia adalah mubtadi’/ahli bid’ah -dengan syarat tadi- dan telah ditegakkan hujjah atasnya[15].
Syaikh Doktor Nashir bin Abdul Karim Al-Aql hafidzahullahu menjawab: Ahli bid’ah adalah setiap orang yang mengada-adakan hal baru dalam urusan agama yang bukan bagian darinya, baik dalam masalah aqidah, ucapan dan amal perbuatan (amaliyah). Dan kata-kata ahli bid’ah itu menurut para ulama ada dua makna:
1. (Makna) secara umum yaitu mencakup semua pengikut hawa nafsu dan kelompok-kelompok (sesat) serta pengikut bid’ah-bid’ah dalam aqidah, ucapan dan amal perbuatan. Seperti kelompok Khawarij, Rafidhah, Qadariyah, Murjiah, Jabariyah, Jahmiyah, Mu’tazilah, Ahlu Kalam (seperti Asy-‘Ariyah dan Maturidiyah), Sufiyah, Filosof, Bathiniyah, kelompok hizbiyah dan qaumiyah, sosialisme, dan selain mereka. Demikian pula dengan kelompok-kelompok sesat kontemporer semisal Qadiyaniyah, Bahaiyah, Brilawiyah dan selainnya.
2- (Makna) khusus yaitu mencakup pelaku bid’ah-bid’ah amaliyah[16] seperti para pengkeramat kuburan, pelaku tawassul yang bid’ah, kelompok sufiyah/tarekat, pelaku dzikir-dzikir yang bid’ah, para pengkultus makam-makam atau pesarean-pesarean.
Dan kedua makna ini tidak saling bertentangan bahkan saling menguatkan. Akan tetapi pemutlakan kata ahli bid’ah bagi bid’ah amaliyah itu lebih banyak. Karena itu yang lebih nampak, lebih umum dan lebih banyak di tengah manusia serta diketahui oleh orang umum maupun khusus (para ulama).[17]
Semoga ini bisa dipahami dengan baik dan bermanfaat bagi semuanya. Seorang penyair arab berkata:
علي نحت القوافي من أماكنها وما علي إذا لم تفهم البقر
Tugasku adalah menyusun sajak/syair dari tempatnya
Dan bukan tugasku jika sapi itu tidak paham
—————————————————–
[1] Tanbiihu ulil abshar ila kamaal ad-diin wa maa fii al-bida’ min akhthaar hal.153.
[2] Majmu’ Fatawa 3/231.
[3] Fathu Al-Qawi Al-Matin fi syarhi al-arba’in wa tatimmati al-khamsiin hal. 114-115.
[4] Tafsir Ibnu Katsir 5/180.
[5] Lihat atsar ini selengkapnya dalam kitab sunan Ad-Darimi hal 83-84 no.210.
[6] Jami’ ulum wa al-hikam hal.128 dengan tahqiq syaikh Syu’aib Al-Arnauth.
[7] Al-I’thisham 1/62 oleh Imam Asy-Syathibi.
[8] Syarhu As-Sunnah 1/216 oleh Imam Al-Baghawi.
[9] Idem 1/132.
[10] Syarhu As-Sunnah hal.61.
[11] Tanbiih ulil abshar hal.178.
[12] Al-Mustashfaa 1/274 oleh Al-Ghazali.
[13] Al-I’tisham 1/96.
[14] Tafsir Ibnu Katsir 2/79.
[15] Al-Bida’ wal mubtadi’un hal.72.
[16] Kalau ada yang mengatakan bahwa bid’ah amaliyah yang dimasukkan ke dalam bab ushul/aqidah oleh ulama ahlussunnah karena merupakan ciri khas ahli bid’ah, maka apakah bid’ah-bid’ah amaliyah yang banyak tersebar ini ciri khas ahlussunnah atau ahli bid’ah? atau fii manzilah baina manzilatain? Dan bukankah meninggalkan bid’ah itu sendiri baik bid’ah aqidah atau amaliyah termasuk ushul?
[17] Dirasat fi al-ahwa’ wa al-firaq wa al-bida’ hal.32-33.