BERSIKAP ADIL KEPADA PEMIMPIN MUSLIM
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat radhiyallahu ‘anhum serta para ulama salaf ahlussunnah wal jamaah rahimahumullahu telah menjelaskan kepada kita dengan terang benderang bagaimana kita bersikap yang adil kepada penguasa meskipun dia zhalim atau yang tidak berhukum dengan hukum Allah.
Berikut ini kita akan sampaikan sebagian dari wasiat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para ulama salaf, semoga bisa menjadi obat bagi yang terkena syubhat khawarij dan menjadi vaksin virus mencla-mencle.
- Wasiat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bersikap adil kepada Pemimpin Muslim
- Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyeru kami untuk membaiat beliau, diantara isi baiat tersebut adalah kami (diwajibkan) selalu mendengar dan taat (kepada pemimpin kaum muslimin) baik kami dalam keadaan susah maupun senang, baik dalam keadaan suka maupun duka, dan agar kami mendahulukan hak mereka serta tidak memberontak kepada mereka. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian memiliki bukti yang jelas dari Allah tentangnya”. (HR. Muslim)
- Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang melihat sesuatu yang tidak dia sukai dari pemimpinnya, maka hendaklah dia bersabar atasnya, karena tidaklah ada yang keluar dari jamaah (pemimpin) kaum muslimin sejengkal saja lalu dia mati melainkan mati dalam keadaan jahiliyah”. (HR. Muslim)
- Dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Akan muncul sepeninggalku nanti para pemimpin yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak menelusuri jejakku dan akan muncul pula diantara kalian orang-orang yang berhati setan dalam tubuh manusia. Aku berkata: Apa yang harus saya perbuat jika saya menemui hal tersebut? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Engkau wajib mendengar dan taat kepada pemimpin meskipun dia memukul punggungmu dan merampas hartamu, dengar dan taatilah “. (HR. Muslim)
- Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Akan muncul di tengah umat ini sepeninggalku nanti para pemimpin yang kalian mengetahui dan akan mengingkarinya. Barangsiapa yang mengingkari (dalam hatinya) maka telah gugur kewajibannya dan barangsiapa yang membenci (kemaksiatan tersebut di dalam hatinya) maka dia telah selamat . Tapi barangsiapa yang ridha dan mengikuti (kemaksiatannya maka dia berdosa). Para sahabat bertanya: Apakah boleh kita memeranginya dengan senjata? Beliau menjawab: Tidak, selama mereka mendirikan shalat diantara kalian”. (HR. Muslim)
[1] Dan ulama sepakat selama pemimpin itu masih muslim meskipun dia zhalim maka haram untuk dikudeta. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam An-Nawawi dalam syarahnya terhadap hadits diatas (Syarah Shahîh Muslim 12/432). Ini bukan berarti ulama membela kezhaliman pemimpin tersebut, tetapi inilah sikap adil (yaitu yang sesuai dengan petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam) kepada pemimpin meskipun zhalim. Awas jangan gagal faham. Dan perlu diketahui pula, para ulama berkata bahwa kudeta terhadap pemimpin itu ada dua bentuk: Kudeta lisan/tulisan dan kudeta senjata. Dan terkadang kudeta lisan/tulisan lebih berbahaya daripada kudeta pedang. Terlebih kudeta lisan/tulisan itu merupakan sumber kudeta senjata (Lihat Irsyâdu As-Sâri fi Syarhi As-Sunnah lil Barbahâri hal. 31 oleh Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi.
[2] Diantaranya dengan menjaga lisan dan tulisan jangan sampai mencela atau mengkritiknya di hadapan umum.
[3] Inilah sikap para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala keadaan yaitu mengembalikannya kepada sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan kepada perasaan atau ikut arus manusia yang salah (meskipun sekelas ulama).
[4] Tidakkah kelompok Khawarij, Takfiriyyin, Harakiyyin atau yang semisal dengan mereka mendengarkan dan mengamalkan hadits yang mulia ini?! Dalam hadits tersebut Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyeru untuk mencaci maki ataupun mendemo atau mengkritiknya di hadapan umum. Ini bukan berarti membela kezhaliman pemimpin yang zhalim. Namun inilah sikap adil kepada pemimpin meskipun dia zhalim.
[5] Tidak teriak-teriak mencela dan mengkritik di jalanan atau di medsos bukan berarti ridha atau membela kezhaliman pemimpin. Selama ada pengingkaran dalam hati terhadap kezhalimannya, maka itu tidak salah dan tidak berdosa, tapi justru yang mencela dan mengkritik di hadapan umum itu yang salah dan berdosa. Demikian pula yang ridha dan mengikuti kezhalimannya. Awas jangan gagal faham.