[Fatawa Ramadhan] BOLEHKAH MENGGUNAKAN PENANGGALAN MAKKAH UNTUK MENENTUKAN AWAL RAMADHAN?
📖📖 FATAWA RAMADHAN 📖📖
📝 Ada sebagian orang yang menyeru untuk menjadikan penanggalan Makkah (Saudi Arabia) sebagai patokan untuk penentuan awal masuknya bulan Ramadhan dan selainnya. Bagaimana pendapat yang mulia?
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu menjawab:
Secara ilmu falak ini suatu yang mustahil karena penampakan hilal sebagaimana kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berbeda (antara satu negeri dengan negeri yang lain) seperti yang disepakati oleh para ahli ilmu falak. Jika berbeda, maka berdasarkan dalil nash dan akal setiap negeri punya hak menentukan sendiri (awal Ramadhan atau idul fitri).
Adapun dalil secara nash: Allah berfirman:
فَمَن شَہِدَ مِنكُمُ ٱلشَّہۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ
“Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah : 185)
Jika ada orang yang tinggal di ujung dunia sana mereka belum melihat hilal sedangkan penduduk kota Makkah sudah melihatnya, maka bagaimana yang belum melihat diwajibkan untuk mengamalkan ayat diatas?
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته
“Berpuasalah kalau melihat hilal dan beridul fitrilah kalau melihat hilal.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Seandainya penduduk kota Makkah sudah melihat hilal bagaimana kita melazimkan kepada penduduk Pakistan dan yang di arah timur sana untuk berpuasa? sedangkan kita tahu bahwa hilal belum tampak di langit mereka dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikat puasa dengan melihat hilal.
Adapun dalil secara logika yaitu qiyas yang shahih yang tidak mungkin bisa dibantah. Kita semua tahu bahwa terbitnya fajar itu dari arah timur dulu sebelum arah barat. Apabila fajar telah terbit di timur, apakah kita melazimkan orang yang di arah barat untuk berhenti makan sahur? padahal mereka masih di malam hari. Tentu jawabnya: tidak. Demikian pula jika matahari terbenam di sebelah timur sedangkan kita masih di siang hari, maka apakah kita boleh untuk berbuka puasa? jawabnya: tidak boleh. Jadi hilal itu seperti matahari, hilal itu untuk penentuan bulan sedangkan matahari itu untuk penentuan hari.
Dzat yang berfirman:
أُحِلَّ لَڪُمۡ لَيۡلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآٮِٕكُمۡۚ هُنَّ لِبَاسٌ۬ لَّكُمۡ وَأَنتُمۡ لِبَاسٌ۬ لَّهُنَّۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّڪُمۡ كُنتُمۡ تَخۡتَانُونَ أَنفُسَڪُمۡ فَتَابَ عَلَيۡكُمۡ وَعَفَا عَنكُمۡۖ فَٱلۡـَٔـٰنَ بَـٰشِرُوهُنَّ وَٱبۡتَغُواْ مَا ڪَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَكُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلۡخَيۡطُ ٱلۡأَبۡيَضُ مِنَ ٱلۡخَيۡطِ ٱلۡأَسۡوَدِ مِنَ ٱلۡفَجۡرِۖ ثُمَّ أَتِمُّواْ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيۡلِۚ وَلَا تُبَـٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمۡ عَـٰكِفُونَ فِى ٱلۡمَسَـٰجِدِۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقۡرَبُوهَاۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَـٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَّقُونَ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 187)
Dialah yang juga berfirman:
فَمَن شَہِدَ مِنكُمُ ٱلشَّہۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ
“Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS.Al-Baqarah : 185)
Maka sesuai dalil nash dan logika maka setiap negeri berhak untuk menentukan awal masuknya bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Dan hal ini dikaitkan dengan tanda yang bisa dipanca indera yang telah Allah firmankan dalam ayat-Nya dan telah disabdakan oleh Rasul-Nya dalam haditsnya. Yaitu melihat hilal, matahari dan fajar.
═══ ¤❁✿❁¤ ═══
(Diterjemahkan dari Fatawa arkan Al-Islam no.393 hal.451-452.)