JAWABAN SYUBHAT TENTANG “KHURUJ/KUDETA” (Edisi 1)
Telah beredar sebuah tulisan singkat yang penuh syubhat tentang khuruj/kudeta/pemberontakan terhadap pemimpin kaum muslimin.
❌❌Salah satu pertanyaan yang harus dijawab Abdul Malik Ramadhani dan para pengikutnya adalah apakah Sa’id bin Jubair adalah seorang khariji karena telah memberontak kepada Hajaj bahkan kepalanya dipenggal oleh Hajjaj?
Apakah Shahabi yang mulia Abdullah bin Zubair seorang pemberontak bughat yg pantas mati dan Al-Hajjaj yang mengeksekusinya di atas kebenaran?
apakah Husein bin Ali juga seorang khariji?
Apakah Sulaiman bin Shurad, Nu’man bin Basyir RA yang kesemuanya adalah sahabat Nabi adalah berpaham khawarij?
Sepertinya mereka hanya fokus pada Hasan Al-Bashri, padahal meski tak ikut berontak Hasan Al-Bashri juga tidak pernah mengajak untuk taat kepada Hajjaj, bahkan mengatakan yang buruk tentangnya.
Bahkan apakah Abdurrahman bin Asy’ats seorang khariji? Siapa ulama yang mengatakan bahwa dia seorang khawarij?
=============
Intinya, ada kesaahan berpikir mereka bahwa seakan setiap yang memberontak itu pasti khawarij atau bughat, padahal para ulama telah menetapkan kadang p[emberontak itu justru ahlul haq yg kadang berhasil kadang pula tertumpas.
Bahkan tidak satupun ulama yang menganggap Abu Abbas As-Saffah sebagai khawarij padahal jelas dia memberontak kepada Bani Umayyah lalu kebetulan berhasil. ❌❌
Maka dengan memohon pertolongan kepada Allah kita akan membantahnya secara global maupun terperinci.
✅ Bantahan Global
Haramnya khuruj/kudeta terhadap pemimpin kaum muslimin berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan ijma’ para ulama salaf.
▶️ Dalil dari hadits:
عن عُبادَةَ بنِ الصامت قالَ: بايَعنا علَى السَّمْعِ والطَّاعَةِ، في مَنْشَطِنا ومَكْرَهِنا، وعُسْرِنا ويُسْرِنا، وأَثَرَة عَلَيْنا، وأَنْ لا نُنازِعَ الأمْرَ أهْلَهُ، إلَّا أنْ تَرَوْا كُفْرًا بَواحًا، عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فيه بُرْهانٌ
Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Kami membaiat Rasulullah ﷺ untuk mendengar dan taat (kepada pemimpin kaum muslimin) dalam keadaan kami suka maupun terpaksa, dalam keadaan sulit maupun mudah, dan agar kami mendahulukan hak pemimpin atas hak kami. Dan agar kami tidak memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin kecuali kalau kalian melihat kekafiran yang nyata darinya dan kalian memiliki bukti di sisi Allah. (HR. Bukhari Muslim)
عن عَوْف بن مَالِك الأَشْجَعِي عن رَسُوْل الله صلى الله عليه وسلم قَال: خِيارُ أئِمَّتِكُم الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ ويُحِبُّونَكُمْ، ويُصَلُّونَ علَيْكُم وتُصَلُّونَ عليهم، وشِرارُ أئِمَّتِكُم الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ ويُبْغِضُونَكُمْ، وتَلْعَنُونَهُمْ ويَلْعَنُونَكُمْ، قيلَ: يا رَسولَ اللهِ، أفَلا نُنابِذُهُمْ بالسَّيْفِ؟ فقالَ: لا، ما أقامُوا فِيكُمُ الصَّلاةَ، وإذا رَأَيْتُمْ مِن وُلاتِكُمْ شيئًا تَكْرَهُونَهُ، فاكْرَهُوا عَمَلَهُ، ولا تَنْزِعُوا يَدًا مِن طاعَةٍ.
Dari Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah ﷺ beliau bersabda: Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian, mereka mendoakan kebaikan bagi kalian dan kalian mendoakan kebaikan bagi mereka. Dan sejelek-jeleknya pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka melaknat kalian. Lalu dikatakan kepada beliau: Apakah boleh memberontak kepada mereka dengan pedang? Maka beliau menjawab: Tidak boleh, selama mereka mendirikan shalat di tengah kalian. Dan jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang tidak kalian sukai, maka jangan menyukai amalnya tapi jangan pernah mencabut tangan dari ketaatan kepadanya. (HR. Muslim)
Lihat makalah yang berjudul
أَكْثَر مِن مِائَة حَدِيْثٍ فى تَحْرِيْمِ الْخُرُوْج عَلى الْحَاكِم الظَّالِم
(Lebih dari seratus hadits tentang haramnya memberontak terhadap pemimpin yang zhalim)
Link: https://www[dot]kulalsalafiyeen[dot]com/vb/showthread.php?t=51848
▶️ Ijma’ ulama:
– Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: Adapun memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin dan memerangi mereka, maka ini haram (hukumnya) berdasarkan ijma’ kaum muslimin meskipun para pemimpin tersebut adalah orang-orang fasik zhalim dan telah banyak hadits-hadits tentang hal ini. Dan Ahlussunnah telah sepakat bahwa pemimpin tidak boleh dikudeta karena sebab kefasikannya. (Syarah Shahih Muslim 12/229 oleh Imam An-Nawawi)
– Imam Harb Al-Kirmani rahimahullah berkata: Inilah madzhab para imam ilmu, ashabil atsar dan ahlussunnah yang sudah dikenal, yang merupakan suri tauladan sejak zaman para sahabat Nabi ﷺ hingga hari ini. Dan aku mendapati para ulama Iraq, Hijaz, Syam dan selainnya di atasnya. Barangsiapa yang menyelisihi sesuatu darinya atau mencela atau memperolok yang mengatakannya, maka dia ahlul bid’ah, keluar dari jamaah, menyimpang dari manhaj sunnah dan jalan kebenaran…..(di antaranya) : Tunduk patuh kepada pemimpin kaum muslimin, jangan mencabut tangan dari ketaatan kepadanya, dan jangan engkau memberontak dengan pedang kepadanya hingga Allah memberikan solusi untukmu. Jangan engkau memberontak kepada pemimpin kaum muslimin, dengar dan taati serta jangan membatalkan baiat kepadanya. Barangsiapa yang melakukannya (memberontak), maka dia ahlul bid’ah,… (Mu’taqad Ahlussunnah wal Jamaah hal. 20 & 35 oleh Imam Harb Al-Kirmani)
– Imam Ahlussunnah wal Jamaah, Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: Tidak boleh memerangi pemimpin kaum muslimin dan tidak boleh seorang pun memberontak terhadapnya. Barangsiapa yang melakukannya, maka dia adalah ahlul bid’ah, tidak di atas sunnah dan jalan kebenaran. (Ushulussunnah hal. 71 oleh Imam Ahmad bin Hanbal dengan Ta’liq Syaikh Walid Saif An-Nashr)
– Imam Al-Barbahari rahimahullah berkata: Dan barangsiapa yang memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin, maka dia adalah pengikut kelompok Khawarij. Dia telah memecah barisan kaum muslimin, menyelisihi atsar/sunnah dan kalau dia mati, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah. (Syarhussunnah hal. 70 oleh Imam Al-Barbahari)
Dan tidak ada satupun kitab aqidah Salaf yang membolehkan khuruj/kudeta terhadap pemimpin kaum muslimin. Hal ini saja sudah cukup insya Allah untuk menunjukkan akan kejahilan dan penyimpangan oknum penulis syubhat tersebut.
▶️ Ciri khas Ahlul Bid’ah mengikuti yang samar-samar, tapi meninggalkan dalil yang terang benderang.
عن عائشة أم المؤمنين قالت تَلَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ: {هو الذي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الكِتَابَ منه آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ، فأمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ ما تَشَابَهَ منه ابْتِغَاءَ الفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ، وَما يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إلَّا اللَّهُ، وَالرَّاسِخُونَ في العِلْمِ يقولونَ آمَنَّا به كُلٌّ مِن عِندِ رَبِّنَا، وَما يَذَّكَّرُ إلَّا أُولو الألْبَابِ} [آل عمران: 7] قالَتْ: قالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ: إذَا رَأَيْتُمُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ما تَشَابَهَ منه، فَأُولَئِكَ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ.
Dari Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha beliau berkata: Rasulullah ﷺ pernah membacakan ayat
(QS. Ali Imran: 7). Beliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: Apabila kalian melihat orang-orang yang mengikuti yang samar-samar darinya, maka merekalah yang Allah sebutkan (dalam ayat di atas yang di dalam hatinya ada penyimpangan), maka berhati-hatilah dari mereka. (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafizhahullah berkata: Hal ini dikarenakan jika seseorang meninggalkan hadits-hadits Nabi yang terang benderang (yang lebih dari seratus seperti yang diisyaratkan di atas bahkan meninggalkan ijma’ ulama) untuk mengikuti perbuatan individu yang mengandung kemungkinan tertentu, maka ini sebagai petunjuk bahwa di dalam hati orang tersebut ada penyakit (syubhat/penyimpangan). Tidaklah dia melakukan hal itu melainkan karena ada keberatan dalam hatinya terhadap hukum dari Nabi ﷺ. Apabila dia mendapatkan keberatan, maka dia mencari yang sesuai dengan hawa nafsunya dalam hadits-hadits yang marfu’ (sampai kepada Nabi ﷺ) meskipun tidak sejelas penunjukannya seperti hadits-hadits yang dia tinggalkan. Dan ini bagian dari mengikuti yang mutasyabihat (samar-samar) serta meninggalkan yang muhkamat (terang benderang) seperti dalam hadits riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha di atas.
Imam Ad-Darimi berkata: Orang yang benar akan mengikuti dalil-dalil (hadits-hadits) yang terang benderang dan sudah masyhur. Sedangkan orang yang ada keraguan/penyimpangan, maka dia mengikuti yang samar-samar dan yang tidak dikenal. (An-Naqdhu ‘Ala Al-Marisi 1/498)
Jika dia tidak menemukan apa yang diinginkan oleh hawa nafsunya dari yang marfu’ (hadits yang sampai kepada Nabi), maka dia mencari dari perbuatan orang-orang yang mulia (selain Nabi). Dan ini bagian dari meninggalkan wahyu ilahi tapi mengikuti pendapat manusia.
(Thali’atu Al-Hiwar Ad-Darij Baina As-Sunnah Wa Al-Khawarij hal. 415-416 oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhani)
Allah berfirman:
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ لَا تُقَدِّمُوا۟ بَیۡنَ یَدَیِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِیعٌ عَلِیمࣱ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat: 1)
فَلَا وَرَبِّكَ لَا یُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ یُحَكِّمُوكَ فِیمَا شَجَرَ بَیۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا یَجِدُوا۟ فِیۤ أَنفُسِهِمۡ حَرَجࣰا مِّمَّا قَضَیۡتَ وَیُسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمࣰا
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’: 65)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya tentang ayat di atas: Allah ta’ala bersumpah dengan diri-Nya yang mulia bahwa tidak beriman (sempurna imannya) hingga dia berhukum kepada Rasul ﷺ dalam segala perkaranya. Apa yang dihukumi oleh Rasul, maka itulah yang benar yang wajib tunduk kepadanya secara lahir maupun batin. Oleh karenanya Allah mengatakan “kemudian mereka tidak mendapati dalam diri mereka keberatan dari apa yang engkau putuskan dan mereka taslim berserah diri”. Apabila mereka berhukum kepadamu mereka mentaatimu, dalam batin mereka tidak merasa keberatan dan tunduk patuh kepadanya secara lahir maupun batin. Serta mereka taslim (berserah diri) secara total tanpa membantah, menentang maupun menyelisihinya. (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim 1/680 oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir)
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: Aku melihat mereka akan binasa. Aku mengatakan Rasul bersabda tapi mereka mengatakan (menentangnya dengan ucapan) Abu Bakar dan Umar. (HR. Ahmad)
[Bersambung]