JAWABAN SYUBHAT TENTANG “KHURUJ/KUDETA” (Edisi 3)
Imam Ath-Thahawi rahimahullah berkata: Kami tidak membolehkan untuk memberontak kepada pemimpin kaum muslimin meskipun mereka zhalim. Kami tidak mendoakan mereka dengan kejelekan serta tidak mencabut tangan dari ketaatan kepada mereka. Kami meyakini bahwa mentaati mereka merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah yang (hukumnya) wajib selama tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Dan kami mendoakan mereka dengan kebaikan serta keselamatan.
(Al-Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 11 poin 72)
✅ Bantahan Terperinci:
▶️ Menjawab Syubhat “Kudeta Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma”
• Tidak boleh mempertentangkan hadits Rasulullah ﷺ dengan perbuatan atau ucapan siapapun. Terlebih lagi dalam masalah yang hadits-haditsnya sangat banyak (bahkan lebih dari seratus hadits).
• Tidak boleh menganggap perbuatan seseorang yang masih samar-samar sebagai madzhabnya.
• Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma tidak membaiat Yazid karena awalnya memang tidak diminta untuk berbaiat. Dan penduduk Kufah meminta kepada Husain untuk mereka membaiatnya serta mereka tidak ridha dengan selain Husain (sebagai pemimpin kaum muslimin). Hal ini terjadi setelah wafatnya Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma. Husain pergi ke Kufah dan beliau berpendapat keadaan belum dikuasai oleh Yazid bin Mu’awiyah. Dan beliau berpendapat untuk segera memenuhi permintaan penduduk Kufah yang menginginkan untuk membaiat beliau secepat mungkin sebelum kekhalifahan dikuasai oleh selain sahabat Nabi ﷺ. Maka tidak boleh menisbatkan kudeta kepada Husain radhiyallahu ‘anhuma karena beliau mengira belum ada khalifah yang dibaiat secara umum. (Thali’atu Al-Hiwar Ad-Darij Baina As-Sunnah Wa Al-Khawarij hal. 424-440)
▶️ Menjawab Syubhat “Kudeta” Abdurrahman bin Al-Asy’ats.
• Anda masih berdalil dengan (perbuatan) orang-orang untuk membatalkan apa yang disabdakan tuannya manusia (yaitu Nabi Muhammad ﷺ) yang beliau tidak berkata dengan hawa nafsu beliau.
• Seandainya anda itu berada di atas ilmu yang benar tentang hak Allah untuk memutuskan hukum, maka anda tidak akan menjadikan (perbuatan) orang-orang tersebut sebagai hukum dalam agama Allah. (Mereka meminta penguasa berhukum dengan hukum Allah tapi mereka sendiri meninggalkan hukum Allah dan Rasul-Nya).
• Ibnu Al-Asy’ats dan yang ikut bersamanya menyesali akan perbuatannya. Ibnu Sa’ad meriwayatkan (7/187) dengan sanad yang Shahih dari Hammad bin Zaid, beliau berkata: Ayyub As-Sakhtiyani menyebutkan tentang para Qurra’ yang ikut bersama Ibnu Al-Asy’ats dan beliau berkata: Tidaklah seorangpun yang terbunuh dari mereka melainkan tidak disukai sebab kematian mereka. Dan tidaklah yang masih hidup (tidak terbunuh) melainkan dia menyesali perbuatannya. (Thali’atu Al-Hiwar Ad-Darij Baina As-Sunnah Wa Al-Khawarij hal. 441-443)
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: Kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah ﷺ, maka tidak boleh dia tinggallkan karena mengikuti ucapan (atau perbuatan) seseorang. (Lihat I’lam Al-Muwaqqi’in 2/282 oleh Ibnu Al-Qayyim)
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: Barangsiapa yang menolak hadits Nabi ﷺ, maka dia berada di atas jurang kehancuran. (Al-Ibanah 1/260 oleh Ibnu Al-Baththah)