SIKAP AHLUSSUNNAH TERHADAP PEMIMPIN KAUM MUSLIMIN (Bagian 2)
Diantara sikap ahlussunnah terhadap pemimpin kaum muslimin adalah
4. Menasehati Pemimpin Kaum Muslimin
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدين النصيحة ، قلنا : لمن يا رسول الله ؟ قال : لله ، ولكتابه ، ولرسوله ، ولأئمة المسلمين وعامتهم
“Agama adalah nasehat. Kami (para shahabat) berkata : Untuk siapa (nasehat tersebut), Wahai Rasulullah? beliau menjawab: Untuk Allah, rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan keumuman kaum muslimin.”
(HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
من أراد أن ينصح لذي سلطان فلا يبده علانية, و ليأخذ بيده فإن سمع منه فذاك و إلا كان قد أدى الذي عليه
“Barangsiapa yang ingin untuk menasehati pemimpinnya maka jangan disebarkan di depan umum. Hendaklah dia ambil tangannya (nasehati empat mata). Jika dia mau mendengarkan darinya maka itu yang diharapkan dan jika tidak maka telah gugur kewajiban.”
(HSR. Ibnu Abi Ashim)
وقال الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز رحمه الله: ليس من منهج السلف التشهير بعيوب الولاة وذكر ذلك على المنابر, لأن ذلك يفضي إلى الانقلابات , وعدم السمع والطاعة في المعروف, ويفضي إلى الخروج الذي يضر ولا ينفع, ولكن الطريقة المتبعة عند السلف النصيحة فيما بينهم وبين السلطان, والكتابة إليه, أو الاتصال بالعلماء الذين يتصلون به حتى يوجه إلى الخير.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullahu berkata: “Bukan termasuk manhaj salaf menyebarkan aib para penguasa dan menyebutkannya di mimbar-mimbar. Karena hal tersebut bisa mengakibatkan kudeta dan tidak adanya perhatian untuk mendengarkan dan mentaati penguasa dalam kebaikan. Dan hal itu akan dapat menyebabkan pemberontakan yang memadharatkan dan tidak bermanfaat. Akan tetapi metode salaf dalam menasehati pemimpin yaitu dengan cara empat mata, menulis surat kepadanya atau meminta perantara para ulama yang memiliki hubungan dengan mereka hingga sampainya kebaikan.” [5]
5. Mendoakan Pemimpin Dengan Kebaikan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ ، وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ ، وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ
تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ , وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka (dengan kebaikan) dan mereka mendoakan kalian (dengan kebaikan). Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka membenci kalian. Kalian melaknat mereka dan mereka melaknat kalian.”
(HR. Muslim)
Imam Al-Barbahari rahimahullahu berkata:
وإذا رأيت الرجل يدعوا على السلطان، فاعلم أنه صاحب هوى وإذا رأيت الرجل يدعو للسلطان بالصلاح، فاعلم أنه صاحب سنة – إن شاء الله –.
“Apabila anda melihat seseorang mendoakan pemimpinnya dengan kejelekan maka ketahuilah bahwa dia adalah pengekor hawa nafsu. Dan apabila anda melihat seseorang mendoakan pemimpinnya dengan kebaikan maka ketahuilah bahwa dia adalah pengikut sunnah -insya Allah-.” [6]
6. Tidak Memberontak Terhadap Pemimpin
عن عبادة بن صامت قال : دعانا رسول الله فبايعنا, فكان فيما أخذ علينا, أن بايعنا على السمع و الطاعة, في منشطنا ومكرهنا, وعسرنا ويسرنا, وأثرة علينا, وأن لا ننازع الأمر أهله, قال : إلا أن تروا كفرا بواحا عندكم من الله فيه برهان.
Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyeru kami, maka kami pun membaiat beliau. Dan diantara baiat kami kepada beliau adalah kami wajib mendengar dan mentaati (pemimpin kaum muslimin) disaat kami semangat maupun terpaksa dan disaat kami dalam kesulitan maupun kemudahan serta agar kami lebih mendahulukan hak pemimpin daripada hak kami. Dan agar kami tidak memberontak kepada pemimpin kaum muslimin. Rasul bersabda: melainkan jika kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian memiliki bukti disisi Allah.”
(HR. Muslim)
قال الإمام الطحاوي رحمه الله : ولا نرى الخروج على أئمتنا وولاة أمورنا وإن جاروا ولا ندعوا عليهم ولا ننزع يدا من طاعتهم ونرى طاعتهم من طاعة الله فريضة مالم يأمروا بمعصية وندعو لهم بالصلاح والمعافاة.
Imam Ath-Thahawi rahimahullahu berkata:
“Kami melarang memberontak kepada para pemimpin kaum muslimin meskipun mereka berbuat kedzaliman dan kami tidak mendoakan mereka dengan kejelekan. Kami tidak akan mencabut ketaatan kepada mereka dan kami berpendapat bahwa ketaatan kepada mereka merupakan ketaatan kepada Allah ta’ala yang wajib untuk dilaksanakan selama mereka tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Dan kami mendoakan mereka dengan kebaikan serta keselamatan.” [7]
7. Melaksanakan Sebagian Ibadah Bersama Mereka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يصلون لكم فإن أصابوا فلكم ولهم وإن أخطوؤا فلكم وعليهم
“Mereka (pemimpin) shalat bersama kalian. Jika mereka benar maka pahalanya untuk kalian dan untuk mereka. Namun jika mereka salah maka pahalanya untuk kalian dan dosanya untuk mereka.”
(HR. Bukhari)
قال الإمام سفيان الثوري رحمه الله : يا شعيب : لا ينفعك ما كتبت حتى ترى الصلاة خلف كل بر وفاجر. قال شعيب لسفيان : يا أبا عبد الله : الصلاة كلها ؟ قال : لا، ولكن صلاة الجمعة والعيدين
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu berkata:
“Wahai Syu’aib, tidak bermanfaat apa yang engkau tulis hingga engkau berpendapat (disyariatkannya) shalat dibelakang pemimpin yang baik maupun yang fajir. Berkata Syu’aib kepada Sufyan: Wahai Abu Abdillah, Apakah semua shalat? Sufyan menjawab: Tidak, akan tetapi shalat jum’at dan shalat idul fitri serta idul adha.” [8]
قال الإمام الطحاوي رحمه الله : الحج والجهاد ماضيان مع أولي الأمر من المسلمين برهم وفاجرهم إلى قيام الساعة لا يبطلهما شيئ ولا ينقصهما
Imam Ath-Thahawi rahimahullahu berkata:
“Haji dan jihad itu dilaksanakan bersama pemimpin kaum muslimin yang baik maupun yang fajir hingga hari kiamat. Tidaklah hal itu dibatalkan atau dikurangi oleh sesuatu apapun.” [9]
Surabaya, Sabtu 21 Ramadhan 1435 H/19 Juli 2014 M
————————–
[5] Al-Ma’lum min wajibi Al-Alaqah baina Al-Hakim Wa Al-Mahkum hal.22 oleh Syaikh Abul Aziz bin Baz
[6] Syarhu As-Sunnah hal 107-108 oleh Imam Al-Barbahari.
[7] Al-Aqidah Ath-Thahawiyah hal 69 oleh Imam Ath-Thahawi.
[8] Syarhu Ushul I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah 1/173 oleh Imam Al-Lalikai.
[9] Al-Aqidah Ath-Thahawiyah hal.123 oleh Imam Ath-Thahawi.