JANGAN MUDAH MENGKAFIRKAN SESAMA MUSLIM – Edisi 2
C. Kilas balik Pencetus Takfir
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu mengatakan: “Kelompok Khawarij adalah orang pertama yang mengkafirkan kaum muslimin dan mengatakan kafir bagi setiap pelaku dosa. Mereka mengkafirkan orang yang menyelisihi bid’ah mereka serta menghalalkan darah serta hartanya” (Majmu fatawa 7/279).
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafidzahullahu berkata: “Yang pertama kali jatuh dalam jurang pengkafiran umat Islam adalah Khawarij. Dan benih Khawarij ini muncul pertama kali pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Datang seseorang (Dzul Khuwaisirah) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disaat beliau sedang membagikan harta rampasan perang setelah datang dari Hunain. Orang itu berkata: “Wahai Muhammad, berbuat adillah karena engkau tidak berbuat adil!” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Celaka engkau, siapa yang akan adil jika aku tidak adil?” kemudian beliau bersabda: “Akan keluar dari tulang rusuk orang ini sekelompok orang yang kalian akan meremehkan shalat kalian jika kalian bandingkan dengan sholat mereka. Dan kalian juga akan meremehkan puasa kalian jika kalian bandingkan dengan puasa mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari sasarannya” (HR. Bukhari)
Dan Khawarij inilah yang ikut andil dalam pengepungan rumah Utsman radhiyallahu ‘anhu hingga beliau terbunuh serta mereka juga yang membunuh Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Pembunuhan terhadap Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Muljam ini mereka yakini sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah, karena mereka menganggap telah bisa membunuh orang kafir. Imran bin Hiththan Al-Khaariji mengatakan:
يا ضربة من تقي ما أراد بها إلا ليبلغ من ذي العرش رضوانا
إني لأذكره حينا فأحسبه أوفى البرية عند الله ميزانا
Wahai sabetan (pedang) dari seorang yang bertakwa. Dia tidak menginginkan dengan (pembunuhan) itu
Melainkan untuk mencapai keridhoan dari (Allah) yang memiliki Arsy
Aku selalu mengingatnya dan aku menganggapnya
Sebagai orang yang paling berat timbangan (kebaikannya) disisi Allah
Subhanallahu, membunuh sahabat yang termasuk salah satu khulafa’ rasyidin yang kita diperintahkan untuk mengikuti sunnahnya dan beliau adalah salah seorang yang diberi kabar gembira dengan surga dianggap sebagai amal ibadah yang mulia. Maha benar Allah yang telah berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا(103)الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi : 103-104)
Kalau ada yang memuji pembunuh Ali radhiyallahu ‘anhu maka pembunuh Utsman juga ada yang memujinya. Siapakah dia? Dialah Sayyid Quththub. Dia mengatakan: “Dan yang terakhir, muncul pemberontakan terhadap Utsman. Tercampur di dalamnya kebenaran dan kebatilan, kebaikan dan kejahatan. Akan tetapi bagi yang melihat setiap perkara dengan kaca mata Islam serta merasakannya dengan semangat keIslaman maka dia akan menyatakan bahwa pemberontakan tersebut secara umum merupakan kebangkitan Islam.” (Al-‘Adaalah Al-Ijtima’iyah hal.160)
Diantara sebab mengapa Khawarij mengkafirkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah anggapan mereka bahwa Ali radhiyallahu ‘anhu tidak berhukum dengan hukum Allah. Mereka dan anak cucunya selalu mengkafirkan para penguasa kaum muslimin dengan ayat:
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ
Tidak ada hukum selain hukum Allah (QS. Yusuf :40)
dan firman-Nya :
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka mereka itu kafir (QS. Al-Maidah : 44).
Imam Al-hafidz Abu Bakr Muhammad bin Al-Husain Al-Ajurri rahimahullahu berkata dalam kitabnya “Asy-syari’ah” (360) : “Diantara syubhat khawarij adalah (berpegangnya mereka dengan-pent) firman Allah ta’ala:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang kafir”. (QS. Al-Maidah : 44)
Mereka membacanya bersama firman Allah:
ثُمَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِرَبِّہِمۡ يَعۡدِلُونَ
‘Namun orang-orang kafir itu mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka” (QS. Al-an’am : 1).
Apabila mereka melihat seorang hakim yang tidak berhukum dengan kebenaran maka mereka berkata: Orang ini telah kafir dan barangsiapa yang kafir maka dia telah mempersekutukan Tuhannya. Maka mereka para pemimpin-pemimpin itu adalah orang-orang musyrik” (Asy-syariah (1/342).).
Al-Imam Al-Qadhi Abu Ya’la berkata dalam masalah iman: Khawarij berhujjah dengan firman Allah ta’ala:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Dan barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka mereka itu adalah orang-orang kafir”. (QS. Al-Maidah : 44)
Dzahirnya dalil mereka ini mengharusskan pengkafiran para pemimpin-pemimpin yang dzalim dan ini adalah perkataan khawarij, padahal yang dimaksudkan dengan ayat ini adalah orang-orang yahudi. (Masaailil iman (340-341))
Abu Hayyan berkata dalam tafsirnya: Khawarij berdalil dengan ayat ini untuk menyatakan bahwa orang yang berbuat maksiat kepada Allah itu kafir, mereka mengatakan: Ayat ini adalah nash pada setiap orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah bahwa dia itu kafir. (Al-Bahrul Muhith (3/493))
Abu Abdillah Al-Qurthubi menukil perkataan dari Al-Qusyairi: Madzhabnya khawarij adalah barangsiapa yang mengambil uang suap dan berhukum dengan selain hukum Allah maka dia kafir. (Al-Bahrul Muhith (3/493).)
Padahal Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan tentang tafsir ayat tersebut dengan ucapan beliau: “Maksudnya adalah kekafiran yang tidak mengeluarkan dari Islam” (Lihat Al-Qaulul ma’mun fii takhriiji maa warada ‘an Ibni ‘Abbas fii tafsiir : [وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ] oleh Syaikh Ali bin Hasan –hafizhahullahu- hal. 21).
Disini perlu kiranya untuk kita memahami ucapan para ulama ahlussunnah wal jama’ah tentang hukum orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah:
1. Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullahu berkata: “Disini wajib untuk kita berpikir secara jernih bahwa berhukum dengan selain yang diturunkan Allah terkadang bisa menjadi kufur yang mengeluarkan dari Islam dan terkadang bisa menjadi maksiat besar atau kecil atau bisa jadi kufur majazi atau kufur kecil. Yang demikian itu sesuai dengan keadaan hakim:
a. Bila dia meyakini bahwa berhukum dengan apa yang diturunkan Allah itu tidak wajib dan bahwa dia diberi kebebasan (untuk berhukum dengannya atau tidak) atau dia menghina hukum Allah bersamaan dengan keyakinannya bahwa itu adalah hukum Allah, maka ini adalah kufur besar.
b. Bila dia meyakini wajibnya berhukum dengan apa yang diturunkan Allah tapi dia berpaling darinya, bersamaan dengan pengakuannya bahwa dia berhak untuk mendapat sanksi, maka orang ini telah berbuat maksiat dan ini dinamakan dengan kufur majazi atau kufur kecil “. (Syarhu Al-aqidah Ath-Thahawiyah hal.323-324)
2. Imam Ibnul Jauzi rahimahullahu berkata: Kesimpulannya, bahwa barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah dalam keadaan mengingkari akan kewajiban (berhukum) dengannya padahal dia mengetahui bahwa Allahlah yang menurunkannya, seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi, maka orang ini kafir. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah karena hawa nafsu tanpa adanya pengingkaran maka dia dzalim dan fasik. Dan telah diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas bahwa beliau berkata: “Barangsiapa yang mengingkari apa-apa yang diturunkan Allah maka dia kafir. Dan barangsiapa yang masih mengikrarkannya tapi dia tidak berhukum dengannya maka dia itu dzalim dan fasik”.( Zaadul masiir (2/366).)
3. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: Tidak diragukan lagi bahwa barangsiapa yang tidak meyakini wajibnya berhukum dengan hukum Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya maka dia kafir. Dan barangsiapa yang menghalalkan untuk menghukumi diantara manusia dengan apa-apa yang dilihatnya adil tanpa mengikuti hukum Allah maka dia kafir. Karena tidak ada suatu umat melainkan menginginkan hukum yang adil, yang kadang kala keadilan pada agamanya itu merupakan apa-apa yang dibuat pembesar-pembesar mereka. Bahkan kebanyakan dari yang menisbatkan dirinya kepada Islam berhukum dengan adat istiadat yang tidak pernah diajarkan Allah subhana wa ta’ala, seperti adatnya orang Badui dan perintah para pembesar. Mereka menganggap inilah yang sepatutnya untuk dijalankan bukan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan ini adalah kekufuran, karena kebanyakan manusia yang masuk Islam akan tetapi mereka tidak berhukum kecuali dengan adat istiadat yang berlaku. Jika mereka sudah mengetahui bahwa tidak boleh berhukum kecuali dengan hukum Allah tapi tidak menjalankannya bahkan menghalalkan untuk berhukum dengan selainnya maka dia telah kafir kecuali kalau dia itu jahil. (Minhajus sunnah An-nabawiyah (5/130).)
4. Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir, karena mereka mengingkari hukum Allah dengan sengaja dan menentang. (Tafsir Qur’anul Adzim (2/61).)
D. Tokoh Takfir Kontemporer
Syaikh Umar Al-Baththusy berkata: Sesungguhnya akar dan sumber dari berbagai macam fitnah, terorisme, dan pemikiran takfir yang terjadi di negeri kaum muslimin dan selainnya adalah buku-buku karangan Sayyid Quthub. (Kasyfu Al-Astaar ‘amma fii tandzim Al-Qaedah min Afkaar wa akhthaar hal.21)
Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi berkata: Sayyid Quthub pelopor pemikiran takfir kontemporer. (Ad- Da’isy hal.94)
Dan hal ini juga dinyatakan juga oleh tokoh-tokoh takfiriyin dan tokoh teroris abad ini, diantaranya:
1. Aiman azh-Zhawahiri pemimpin jaringan Al-Qaeda sepeninggal Osama bin Laden berkata: “Sesungguhnya Sayyid Quthub dialah yang pertama kali meletakkan undang-undang Jihadiyyin (Teroris) dalam kitabnya yang bak dinamit, yaitu Ma’aalim Fii ath-Thariiq. Dan sesungguhnya dialah sumber inspirasi radikalisme. Dan bukunya al-‘Adaalah al-Ijtima’iyah fii al-Islam terhitung produk akal pemikiran yang paling berharga bagi para kelompok radikal. Pemikiran Sayyid merupakan cikal bakal bagi terciptanya revolusi Islam melawan musuh-musuhnya di dalam maupun di luar. Dan senantiasa pasal-pasalnya yang berdarah mengalami pembaharuan setiap saat”. (Harian asy-Syarqu al-Ausath edisi 8407 tertangal 19/9/1422 H)
2. Abu Mush’ab As-Suuri yang merupakan salah satu tokoh harakah jihadiyah di Suriah berkata: Pelopor pemikiran jihad (terorisme) di abad modern ini –tanpa diragukan lagi- dan ini kembali kepada pemikiran-pemikirannya yang bersumber dari manhaj takfir serta harakahnya (yang merasuk) di dalam tubuh kelompok jihadis (terorisme) abad ini adalah al-ustadz asy-syahiid al-mu’allim Sayyid Quthub….dan beliau berusaha untuk merealisasikan pemikiran-pemikirannya serta membentuk gerakan jihad rahasia yang membawa pemikiran-pemikirannya dari kalangan para pemuda mujahid yang mayoritas dari kelompok Ikhwanul Muslimin. (Dakwah Muqaawamah al-islamiyyah halaman. 650)
3. Abu Muhammad Al-Maqdisi yang merupakan ulama teroris abad ini (yang menulis buku untuk mengkafirkan negara Saudi Arabia) mengatakan tentang Sayyid Quthub: Beliau adalah seorang alim, mujahid, pakar yang kami belajar kepadanya disaat awal mendapat hidayah lewat kitabnya Ma’aalim dan kami bernaung di kitabnya Azh-zhilal. (Miizan Al-I’tidal halaman 1)
Dia juga berkata: aku menghabiskan usiaku di naungan salah satu cabang Ikhwanul Muslimin (pemikiran Sururiyah) yang mereka menyusuiku dengan zhilal dan ma’aalim dan selainnya dari kitab-kitab Sayyid dan saudaranya (Muhammad Quthub) serta Al-Maududi. (Miizan Al-I’tidal halaman 3).
4. Muntashir Az-Zayyat yang merupakan pengacara harakah islamiyah takfiriyah di Mesir berkata: Ketika kita berbicara tentang harakah takfiriyah dalam skala dunia arab dan dunia Islam khususnya di Mesir, maka pasti kita menyebut Sayyid Quthub yang merupakan Al-Abu Ar-Ruuhi (Bapak Rohani) bagi harakah takfiriyah. Mereka semua menyenandungkan lagunya, mengulang-ulang ucapannya, mengambil (pelajaran) dari kitabnya Ma’aalim Fii Ath-thariq yang mereka jadikan sebagai undang-undang dan berusaha untuk mempraktekkan pemikiran-pemikirannya di lapangan. (Surat Kabar Al-Wathan elektronik 13/9/2012)
Dan inilah bukti pemikiran takfir Sayyid Quthub yang ada di dalam karya-karya tulisnya yang banyak diagungkan oleh sebagian kaum muslimin khususnya orang-orang harakah:
1. Sayyid Quthub di dalam kitabnya “Fii Dzilalil Qur’an” (3/1198) berkata: “Sesungguhnya yang mentaati manusia dalam undang-undang buatannya, meskipun dalam masalah yang kecil, maka dia musyrik, walaupun asalnya dia muslim. Kalau dia melakukan hal tersebut, maka dia keluar dari agama Islam kepada kesyirikan”.
2. Dia juga mengatakan di dalam kitabnya “Ma’alimu Fith Thariq” (hal 101-103): “Termasuk masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang mengaku dirinya sebagai kaum muslimin. Bukan karena mereka meyakini adanya sesembahan selain Allah atau mempersembahkan ibadah kepada selain Allah. Akan tetapi, mereka masuk ke dalam masyarakat jahiliyah, dikarenakan mereka tidak menjadikan hukum Allah sebagai aturan hidupnya. Masyarakat seperti ini, meskipun tidak meyakini sesembahan selain Allah, tapi dia memberikan salah satu kekhususan Allah kepada selain-Nya yaitu dengan dia berhukum kepada selain Allah. Masyarakat tersebut telah mengambil undang-undang, syariat-syariat, peraturan-peraturan, timbangan-timbangan dan adat istiadat mereka dari selain Allah. Sikap Islam terhadap masyarakat jahiliyah seperti ini secara keseluruhan tercakup dalam satu ungkapan : Islam menolak pengakuan masyarakat tersebut sebagai masyarakat muslim.”
3. Dia juga berkata dalam “Azh-Zhilal” (2/1057): “Manusia telah murtad dengan penyembahan mereka kepada makhluk, kepada kedzaliman agama-agama. Mereka telah berpaling dari kalimat لا إله إلا الله , meskipun sebagian mereka mengumandangkannya di atas menara-menara masjid: لا إله إلا الله .”
4. Dia juga berkata di dalam “Azh-Zhilal” (4/2009): “Sesungguhnya masyarakat jahiliyah yang sekarang kita hidup ditengah-tengahnya, bukanlah termasuk masyarakat muslim.”
5. Dia juga berkata di dalam “Azh-Zhilal” (3/1492): “Sesungguhnya kesyirikan mereka yang hakiki adalah pengambilan metode hidup mereka bukan dari Allah. Hal inilah yang diserukan pada saat sekarang ini oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai kaum muslimin, pengikut agama Muhammad. Sebagaimana kaum musyrikin mengaku sebagai pengikut agama Ibrahim.”
5. Dia juga berkata di dalam “Azh-Zhilal” (2/1492): “Orang-orang yang tidak mengkhususkan Allah dalam masalah hukum di segala waktu dan tempat adalah orang-orang musyrikin. Tidaklah sekedar keyakinan mereka terhadap لا إله إلا الله bisa mengeluarkan mereka dari kesyirikan ini dan tidak pula mengeluarkan hal tersebut, perbuatan mereka yang mendahulukan syiar-syiar Allah.”
6. Dan dia juga berkata di dalam “Azh-Zhilal” (2/1057): “Manusia telah kembali kepada kajahiliyahan dan kermurtadan dari لا إله إلا الله . Mereka memberikan kepada makhluk kekhususan-kekhusuan Allah. Mereka sudah tidak mentauhidkan Allah dan mengikhlaskan wala’/loyalitas kepada-Nya. Secara umum, mereka menyenandungkan di atas menara masjid dibelahan timur dan barat bumi kalimat لا إله إلا الله tanpa bukti dan fakta. Mereka lebih berat adzabnya di hari kiamat, karena mereka telah murtad kepada peribadatan makhluk, setelah jelas kepada mereka petunjuk dan setelah mereka memeluk agama Islam.”
Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari fitnah takfir dan pemikiran teroris anak cucu Khawarij. Dan semoga Allah memberikan kita taufik untuk berpegang teguh dengan ajaran salafush shaleh hingga akhir hayat kita nanti. Aamin
SELESAI.