DIALOG ILMIYAH BERSAMA SYAIKH BIN BAZ TENTANG BERHUKUM DENGAN SELAIN HUKUM ALLAH (Edisi 4)
LANJUTAN..
Salman berkata: “Wahai samahatul walid, kita kembali kepada ayat: Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS.Al-Maidah : 44) Allah mengkaitkan kekafiran tersebut dengan hanya meninggalkan hukum-Nya [1]?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Ayat itu ditujukan bagi yang menghalalkan untuk meninggalkan hukum Allah.”
– Salman berkata: “Dari mana datangnya pengikat itu?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Dari dalil-dalil lain yang menyatakan bahwa pelaku kemaksiatan tidaklah kafir, selama dia tidak menghalalkan kemaksiatan tersebut. Namun, dia adalah fasik, dzalim dan kafir[2], dan ini kalau dia menghalalkannya atau menganggap hukum Islam tidak sesuai lagi atau meyakini selain hukum Allah itu lebih baik. Kesimpulannya: Ayat tersebut dibawa kepada orang yang menghalalkannya atau yang lebih dari menghalalkan, dia menganggapnya lebih baik dari hukum Allah. Adapun kalau dia berhukum dengan selain hukum Allah karena hawa nafsunya, maka dia pelaku maksiat. Seperti orang yang berzina, karena hawa nafsunya, bukan karena menghalalkannya, anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, karena hawa nafsunya, membunuh karena hawa nafsu, maka dia adalah pelaku maksiat. Namun, kalau dia membunuh, durhaka kepada kedua orang tuanya, dan berzina karena menghalalkannya, maka dia kafir. Dengan inilah, kita keluar dari Khawarij, menjauhi Khawarij dan berbeda dengan Khawarij. Jika tidak, maka kita masuk ke dalam jurang yang terjerumus ke dalamnya orang-orang Khawarij. Dan yang menjadikan (seseorang) itu sama dengan Khawarij[3] adalah pemutlakan-pemutlakan (takfir) ini.”
– Salman berkata: “Permasalahan ini masih kabur menurut kebanyakan saudara-saudara kita, maka tidak mengapa kita mengambil sebagian waktu ini”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Tidak, ini masalah yang penting sekali[4].”
– Salman berkata: “Anda menyebutkan permasalahan pengkafiran terhadap pelaku kemaksiatan dan dosa besar, ini bukanlah masalah yang diperselisihkan !”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Bukan, permasalahannya bukan permasalahan Khawarij. Sesungguhnya penyakit Khawarij[5] adalah pemutlakan-pemutlakan ini, dan mereka meninggalkan pengikat yang mutlak tersebut, hingga merekapun mengkafirkan manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mereka: ‘…mereka keluar dari Islam, kemudian mereka tidak kembali kepadanya’[6].”
– Salman berkata: “Bagaimana dengan pezina dan pencuri, wahai Samahatusy Syaikh?!”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Mereka kafir menurut Khawarij.”
– Salman berkata: “Menurut Khawarij, akan tetapi ahlussunnah sepakat bahwa mereka adalah pelaku kemaksiatan.”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Selama mereka tidak menghalalkannya.”
– Salman berkata: “Mereka tidak keluar dari Islam…”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Selama mereka tidak menghalalkannya.”
– Salman berkata: “Ya, selama mereka tidak menghalalkannya. Akan tetapi mereka berpendapat bahwa ada perbedaan antara orang yang melakukan kemaksiatan, dan kita menghukuminya sebagai orang muslim yang fasik atau kurang imannya dengan orang yang menjadikan kemaksiatan sebagai undang-undang yang diwajibkan kepada manusia, karena –seperti yang mereka katakan- tidak bisa dibayangkan (bagaimana seorang muslim) menyingkirkan syariat dan menggantinya dengan undang-undang buatan. Meskipun dia mengatakan bahwa dia tidak menghalalkannya, ini tidak mungkin terbayangkan kecuali dia menghalalkannya atau dia menganggap undang-undang buatan tersebut lebih utama bagi manusia atau yang semisalnya [7]! Dan ini berbeda dengan orang yang berhukum dengan uang suap atau karena nepotisme dalam perkara tertentu saja?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Cukup (bagi kita) kaidah: Kelaziman suatu hukum bukanlah suatu hukum. Mungkin saja bisa dikatakan terhadap orang yang berhukum karena hawa nafsu atau nepotisme bahwa dia itu menghalalkannya. Ini mengharuskan hal seperti itu, lalu mengapa ditanya?! Namun ini bukan suatu kelaziman, hukum itu tetap hukum. Ini antara dia dan Allah. Adapun antara dia dan manusia, maka wajib bagi kaum muslimin, apabila telah memiliki negara Islam yang kuat[8] yang mampu untuk memerangi orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, orang tersebut diperangi seperti memerangi orang-orang murtad, jika dia membela hukum buatannya tersebut, seperti memerangi orang yang tidak mau membayar zakat, apabila dia membela dirinya. Karena pembelaannya terhadap selain hukum Allah seperti pembelaannya untuk tidak membayar zakat, bahkan ini lebih besar lagi. Orang ini kafir, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Syaikh Taqiyyuddin, beliau berkata: Memeranginya seperti memerangi orang-orang murtad, bukan pelaku maksiat, apabila mereka membela kebatilannya. Hal ini disebutkan oleh beliau, aku kira dalam kitab “as-Siyasah”, oh bukan, mungkin selainnya….”
– Salman berkata: “Di dalam Majmu’ Fatawa[9], dalam ucapan beliau tentang Tartar.”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Mungkin tentang Tartar, beliau menyebutkan bahwa memerangi mereka bukan seperti memerangi pelaku maksiat, bahkan seperti memerangi orang-orang murtad[10], karena pembelaan mereka terhadap kemaksiatan seperti pembelaan orang-orang yang tidak mau membayar zakat pada zaman Abu Bakar ash-Shiddiq, tidak ada bedanya[11].”
BERSAMBUNG…
———————————————————-
[1] Yang semisal dengannya adalah keterkaitan vonis kafir bagi yang melakukan (perbuatan tertentu) seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang bersumpah dengan selain nama Allah, maka dia kafir” [HR. Tirmidzi] dan sabda beliau: “Janganlah kalian kembali sepeninggalku dalam keadaan kafir, sebagian kalian membunuh sebagian yang lain” [HR. Bukhari dan Muslim], lalu bagaimana akibatnya nanti?
[2] Dan bukan berarti ucapan ini meremehkan masalah berhukum dengan selain hukum Allah, seperti yang terkadang disalah pahami dan dituduhkan!
[3] Bahkan Imam Abu Hayyan al-Andalusi rahimahullahu berkata dalam “al-Bahrul Muhith” 3/493: “Khawarij berhujjah dengan ayat ini untuk mengatakan bahwa setiap pelaku maksiat kepada Allah dia kafir dan mereka mengatakan: Ayat ini merupakan nash bahwa setiap yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka dia kafir! Dan setiap orang yang berdosa, maka dia telah berhukum dengan selain hukum Allah, maka pasti dia kafir !!”. Saya katakan: Inilah ucapan dan kelaziman ucapan mereka: [فَاعْتَبِرُوا يَاأُولِي الْأَبْصَارِ] : “Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS. Al-Hasyr : 2)
[4] Semoga Allah merahmati beliau, bagaimana lagi kalau beliau hidup hingga saat ini? dan menyaksikan keajaiban demi keajaiban zaman ini, dari terjadinya pembunuhan, peledakan, pengrusakan dan pengkafiran, semuanya itu diatasnamakan Islam dan Iman. Dan semuanya ini terjadi karena permasalahan yang sangat penting ini. Tidakkah mereka berpikir? Demikianlah ulama-ulama kita yang memiliki pandangan jauh dan mendalam.
[5] Bahkan yang membantah disini (Salman) –semoga Allah mengampuninya- terjebak dalam jaringnya sendiri, dia pernah berbicara dalam sebagian kaset-kaset ceramahnya yang telah ditranskip ke dalam buku, yang mana dia mengkafirkan sebagian pelaku dosa besar dari mereka yang menampakkan dosa dan kemaksiatannya, dia mensifati bahwa mereka adalah orang-orang murtad karena perbuatannya, seraya mengatakan: Ini adalah kemurtadan dari Islam! Kami mohon kepada Allah keselamatan dari perbuatan dan ucapan mereka! Wahai saudara-saudaraku, dari sini kalian telah mengetahui penyakit Khawarij?! Lihat bantahan terhadap orang ini dalam kitab “Madarikun Nazhar…” hal.151 oleh al-Akh Syaikh Abdul Malik Ramadhani –hafizhahulllahu-.
[6] HR. Bukhari (3611) dan Muslim (1066) dari Ali bin Abi Thalib t.
[7] Berkata guru kami Syaikh Ibnu Utsaimin dalam komentarnya terhadap ucapan guru kami Syaikh al-Albani –semoga Allah merahmati mereka berdua- dalam kitab “Fitnatut takfir” hal 94-95 dan kitabku “at-Tahdzir”, setelah menyebutkan semisal ucapan (Salman), seraya berkata: “…Mungkin saja yang membuat orang tersebut (berhukum dengan selain hukum Allah) adalah rasa takut kepada orang yang lebih kuat darinya, apabila dia tidak mau menjalankan hukum tersebut! Maka dia pun menjilat kepada mereka, maka seperti ini anda akan berkata: orang ini seperti pelaku maksiat yang lain. Dan yang lebih penting dalam bab ini adalah masalah takfir yang mengakibatkan kudeta terhadap pemimpin, ini adalah suatu problem! Ya, seandainya manusia itu telah memiliki kekuatan dan kemampuan yang dapat melengserkan setiap penguasa kafir yang menguasai kaum muslimin, maka ini yang kita sambut, jika memang betul itu adalah kekafiran yang nyata dan kita memiliki dalil dan keterangan dari Allah ta’ala.
[8] Ini adalah syarat-syarat, prinsip-prinsipnya yang syar’i serta kaidah-kaidah ilmiyah dan prakteknya. Lalu dimanakah ini sekarang, wahai dai-dai perusak?! Meskipun mereka mengira bahwa perbuatan mereka itu adalah jihad !!
[9] Majmu’ Fatawa 28/531, beliau berkata: Apabila para ulama salaf memvonis orang-orang yang tidak mau membayar zakat sebagai orang-orang murtad, meskipun mereka masih berpuasa dan shalat serta tidak memerangi kaum muslimin, maka bagaimana dengan orang yang bersama musuh Allah dan Rasul-Nya dalam memerangi kaum muslimin? Dan beliau menyebutkan dalam 28/519 bahwasanya mereka dahulu “memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat meskipun masih meyakini akan kewajibannya”. Disebutkan pula dalam 28/503 bahwa: “Sekelompok orang yang tidak mau membayar zakat mereka diperangi karenanya, meskipun mereka masih meyakini akan kewajibannya. Dan ini tidak pernah diperselisihkan oleh para ulama”. Yaitu masalah diperangi bukan masalah pengkafiran. Dengan bukti ucapan beliau pada 28/518: “Sebagaimana madzhab beliau (Yaitu Imam Ahmad rahimahullah) tentang orang-orang yang tidak mau membayar zakat –apabila diperangi pemimpin kaum muslimin-, apakah mereka kafir meski masih mengikrarkan kewajibannya? ini ada dua riwayat”. Lihat pula 25/57.
[10] Meskipun dalam menghukumi mereka sebagai pelaku murtad terdapat perselisihan diantara ahlusunnah, sebagaimana yang telah dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dari Imam Ahmad.
[11] Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Minhajus Sunnah 4/500 tentang memerangi orang-orang yang tidak membayar zakat: “…Beliau memerangi mereka agar mereka meyakini kewajibannya dan untuk menunaikannya..”