DIALOG ILMIYAH BERSAMA SYAIKH BIN BAZ TENTANG BERHUKUM DENGAN SELAIN HUKUM ALLAH (Edisi 5)
LANJUTAN..
Salman berkata: “-Semoga Allah menjaga anda-, sekarang berkaitan dengan orang-orang yang tidak mau membayar zakat –jika penguasa memeranginya-, kita katakan mereka diperangi seperti memerangi orang-orang kafir… ”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Tidak diragukan lagi, tidak diragukan lagi.”
– Salman berkata: “Karena ketidakmauannya dan dia perangi karena hal tersebut.”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Hal itu seperti orang yang membela selain hukum Allah.”
– Salman berkata: “Ini merupakan bukti bahwa dia menentang kewajibannya.”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Apabila dia membela diri untuk berhukum dengan selain hukum Allah dan dia mengatakan: Aku tidak mau kembali/taubat, maka ini adalah pembelaan orang yang menghalalkan[1], dan dia kafir. ”
– Peserta berkata: “Bisa dipastikan mereka pasti membela mati-matian.”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Apabila itu terjadi, apabila itu terjadi, maka mereka kafir[2]. Apabila itu terjadi, maka diperintahkan kepada mereka: Berhukumlah kalian dengan hukum Allah dan jika tidak, kita akan memerangi kalian[3]. Jika mereka menolak, maka mereka kafir. Ini yang diperkirakan terhadap mereka.”
– Peserta bertanya: “Ini yang diperkirakan terhadap mereka?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Tidak diragukan, ini perkiraan terhadap mereka, akan tetapi menghukuminya tanpa prasangka. Dan prasangka terhadap penguasa sebagian negeri[4]. Ya Allah, janganlah Engkau uji kami dengan kejelekan dan kekafiran. Akan tetapi, yang layak adalah berhati-hati dalam mengkafirkan (saudaranya yang muslim), kecuali jika dia mengetahui bahwa dia itu menghalalkannya[5]. Semoga Allah memberi keselamatan kepada kita semua. Apakah kalian masih memiliki pertanyaan-pertanyaan ataukah sudah tidak ada?!”
– Abdul Wahhab ath-Thariri berkata: “Kita minta ijin (untuk bertanya lagi).”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Tidak mengapa. Pembahasan ini tidak mencegah pembahasan yang lain. Setiap orang berusaha keras dalam pembahasan ini, terkadang dia mendapatkan apa yang membuat tentram hatinya, karena masalah ini amat berbahaya dan bukan masalah yang sepele, ini masalah yang penting.”
– Salman berkata: “Apakah anda berpendapat ini adalah masalah ijtihad?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Demi Allah, inilah yang aku yakini dari nash-nash, yaitu ucapan para ulama yang berkaitan dengan perbedaan antara ahlusunnah dengan Khawarij dan Mu’tazilah, khususnya Khawarij[6], yaitu bahwasanya kemaksiatan tidak mengkafirkan (pelakunya) kecuali jika dia menghalalkannya atau membelanya dengan berperang[7].”
– Peserta berkata: “Wahai Samahatus Syaikh, saya katakan –semoga Allah memperbaiki keadaan anda- apabila mereka dikirimi surat dan diminta untuk berhukum dengan syariat, namun mereka tidak mau kembali/taubat, apakah dihukumi kafir?”
– Syaikh Bin Baz menjawab : “Jika mereka diperangi. Dan jika tidak, maka tidak bisa dikafirkan.”
– Peserta berkata: “Jika mereka diseru untuk itu?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Apabila engkau menyeru si fulan: Tunaikanlah zakat! namun dia menolak untuk menunaikannya, maka tetap dipaksa meski harus dengan pukulan[8]. Adapun jika dia diperangi karenanya, maka dia kafir.”
– Peserta berkata: “Akan tetapi yang menyerunya lemah! dan terkadang dia yang diperangi”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Meskipun demikian, dia tidak kafir kecuali dengan hal di atas. Selama dia hanya menolak, dia dihukum dan diambil dengan paksa. Adapun jika tidak memiliki kemampuan, maka dia tidak diperangi. Namun jika negara memiliki kekuatan, maka dia diperangi.”
– Peserta berkata: “Bukan itu, tapi orang yang diseru untuk berhukum dengan hukum Allah, namun dia enggan”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Dia diperangi, jika dia membela maka dia kafir dan jika tidak, dia tidak kafir, tapi dia hanya tergolong pelaku maksiat.”
– Syaikh Ibnu Jibrin berkata: “Siapa yang memeranginya?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Negara Islam.”[9]
– Peserta berkata: “Dan jika tidak ada negara Islam?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Keadaannya seperti apa adanya, antara dia dengan Allah ta’ala.”
– Syaikh Ibnu Jibrin berkata: “Sebagian negara meremehkan?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Allahul Musta’an (Allahlah tempat memohon pertolongan)”
– Salman berkata: “Samahatusy Syaikh, Syaikh Muhammad bin Ibrahim dalam risalahnya[10], menyebutkan bahwa negara-negara yang berhukum dengan undang-undang negara kafir, maka wajib berhijrah darinya?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Hal itu dikarenakan banyaknya kejelekan dan menyebarnya kekafiran serta maksiat.”
– Salman berkata: “Yang berhukum dengan undang-undang buatan, (bagaimana)?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Aku telah membaca risalah beliau –semoga Allah mengampuninya-, bahkan beliau berpendapat dzahirnya mereka adalah kafir, karena peletakan undang-undang buatan tersebut merupakan bukti akan keridhaan dan penghalalan (mereka) ! Ini yang nampak dari risalah beliau, akan tetapi, menurutku diam saja[11], karena tidak cukup hanya dengan itu, hingga diketahui bahwa orang tersebut menghalalkannya. Adapun sekedar dia berhukum dengan selain hukum Allah atau memerintahkan hal tersebut, maka dia tidak kafir, seperti orang yang menyuruh untuk menghukum seseorang atau untuk membunuh orang lain, dia tidak kafir sampai dia menghalalkannya. Hajjaj bin Yusuf[12], tidak kafir dengan perbuatannya, meskipun dia menumpahkan banyak darah, hingga dia menghalalkannya, karena mereka itu punya syubhat. Abdul Malik bin Marwan, Muawiyah dan selain mereka, tidak kafir, karena tidak menghalalkan. Membunuh jiwa itu lebih besar dari pada berzina dan lebih besar dari pada berhukum karena uang suap.
– Peserta berkata: “Sekedar orang itu bertempat tinggal di negara kafir, tidak mengharuskan dia untuk hijrah?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Masalah hijrah ada perinciannya: Orang yang masih sanggup menampakkan agamanya, maka dia tidak diharuskan atau dia tidak sanggup berhijrah[13], dia juga tidak diwajibkan kecuali yang lemah[14].”
– Syaikh Ibnu Jibrin berkata: “Ada atsar dari Imam Ahmad bahwasanya beliau mengkafirkan orang yang menyatakan al-Qur’an makhluk?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Ini sudah dikenal. Ahlusunnah mengkafirkan orang yang menyatakan al-Qur’an makhluk[15], karena maksud dari hal tersebut adalah Allah tidak bisa berbicara, maksudnya bahwa al-Qur’an itu bukan firman Allah, Allah tidak bisa berbicara.”
– Peserta berkata: “Mereka tidak memiliki syubhat, wahai Syaikh”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Itu kufur…tidak ; kita mengeluarkannya dari agama. Allah bisa berbicara, namun mereka mensifatinya dengan bisu, tidak bisa berbicara.
يُرِيدُونَ أَن يُبَدِّلُواْ كَلَـٰمَ ٱللَّهِۚ
“…mereka hendak merubah firman Allah”. [QS. al-Fath : 15] dan
وَإِنۡ أَحَدٌ۬ مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٱسۡتَجَارَكَ فَأَجِرۡهُ حَتَّىٰ يَسۡمَعَ كَلَـٰمَ ٱللَّهِ
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah…” [QS. at-Taubah : 6]. Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sesungguhnya Quraisy melarangku untuk aku menyampaikan firman Rabbku’.”[16]
– Peserta berkata: “Apakah orang-orang Mu’tazilah itu kafir?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Tidak diragukan lagi, barangsiapa yang menyatakan al-Qur’an adalah makhluk dia kafir.”
– Peserta berkata: “Ahmad bin Abi Duad kafir?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Setiap yang menyatakan al-Qur’an makhluk maka dia kafir.”
– Peserta berkata: “Individunya, wahai Syaikh?”
– Syaikh Bin Baz menjawab: “Ya, individunya, jika memang keadaannya demikian.”
– Aidh Al-Qarni berkata: Wahai Syaikh, adz-Dzahabi di dalam “Siyar..” menyebutkan tentang Ahmad bin Abi Duad[17], beliau berkata: “Orang ini tidak kafir, dia bersyahadat laa ilaha illallahu dan beriman kepada Allah.
– Syaikh Bin Baz menjawab: Adz-Dzahabi bukan termasuk ahlinya (dalam hal ini)[18], beliau seorang alim dari Wasth, dan lebih berkecimpung dalam hadits saja dan mushthalah hadits.
– Peserta berkata: Pemaksaan Makmun terhadap manusia untuk mengucapkan ucapan tersebut, bukankah itu kufur?
– Syaikh Bin Baz menjawab: Kufur, Makmun atau selainnya[19].
* Berkata Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al-Halabi al-Atsari –semoga Allah selalu menolongnya- : Sampai disini apa yang kita dapati dari dialog ilmiah yang masyhur ini. Dan ini juga apa yang aku dipermudah oleh-Nya untuk memberikan sedikit komentar tentangnya pada awal Jumadil Akhir tahun 1425 H. Alhamdu lillahi rabbil ‘alamin.
SELESAI..
——————————————————————————
[1]Beliau (Syaikh Bin Baz) mengembalikan masalah pengkafiran ini kepada yang menghalalkannya, maka renungkanlah.
[2] Permasalahannya bukan hanya sekedar khayalan/bayangan atau igauan! Namun fakta dan kenyataan, bukan yang lainnya. Maka perhatikanlah, semoga Allah menjagamu- , “dan jangan engkau menjadi orang yang lalai”.
[3] Bagi yang memiliki kekuatan dan kemampuan, dan bukan orang-orang yang sok jago lagi bodoh, tidak memiliki ilmu maupun kekuatan ! Bahkan mereka hanya bisa merusak dan merusak, itulah kenyataannya.
[4] Secara asal beliau menyebutkan nama sebagian negeri Islam arab, namun saya menghapusnya demi kemaslahatan syar’i, bersamaan dengan penjelasan ini. Semoga Allah melindungi dan menutup aurat kita.
[5] Bandingkanlah kehati-hatian beliau dan rasa wara’nya dengan ketergesa-gesaaan mereka.
[6] Menurut Syaikh Bin Baz ini bukan permasalahan ijtihad, dan yang benar hanyalah satu saja yaitu ucapan ahlusunnah yang memperinci masalah ini, bukan seperti Khawarij yang mengkafirkan secara mutlak. Dan yang paling aneh adalah ucapan DR. Safar al-Hawali –semoga Allah memberinya hidayah- ketika disampaikan kepadanya dalam acara televisi ucapan para masyayikh kita: al-Albani, Ibnu Baz, dan Ibnu Utsaimin –semoga Allah merahmati mereka semua- tentang perincian dalam mengkafirkan orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah. Bagaimana dia dengan seenaknya mengatakan bahwa ucapan mereka itu adalah kesalahan seorang alim! Dia tidak menganggapnya sebagai masalah ijtihad. Dia memutar balikkan fakta dan merubah hakikat. Demi Allah, mau kita namakan apa kecerobohan yang keji ini? Dan kalian –semoga Allah menyelamatkan kita semua dari hawa nafsu dan para pengekornya- melihat bahwa Samahatusy Syaikh Bin Baz tidak meridhainya sebagai masalah khilafiyah sama sekali.
[7] Dan telah berlalu dari ucapan Samahatusy Syaikh yang mengisyaratkan bahwa pembelaan dengan berperang ini merupakan bentuk penghalalannya.
[8] Diriwayatkan oleh Abu Dawud 1457 dan an-Nasa’i 5/15 dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah 2266 dari Mu’awiyah bin Haidah t, tentang masalah zakat: “..Dan barangsiapa yang enggan, maka kami yang mengambilnya (dengan paksa) dan separuh dari hartanya….”
[9] Renungkanlah –semoga Allah menjagamu- ketegasan Syaikh dan pengikatan beliau dalam hal ini dengan negara Islam dan para penguasanya dari kalangan ulama dan umara. Masalahnya bukan sepeleh seperti yang dikira oleh sebagian orang-orang jahil!
[10] Yang dimaksud adalah risalah “Tahkiimul Qawaaniin…”, lihat penelitian dan akhir ucapan beliau dalam masalah ini kitab ” Shaihatu Nadzir…” hal.96-99/1417 H dan kitabku “Tanbiihaat al-mutawaaimah..” hal 70-76/1424 H
[11] Di dalam “al-Fatawa al-Baziyah fi tahkiimil Qawaaniin al-Wadh’iyah” hal.8-9 diterbitkan oleh Maktabah Imam adz-Dzahabi 1420 H, terdapat ucapan beliau yang membantah ucapan Syaikh Muhammad bin Ibrahim: “Muhammad bin Ibrahim tidak maksum, beliau seorang alim, yang terkadang bisa salah bisa benar, dan beliau bukanlah nabi dan Rasul. Demikian pula dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir dan selain mereka dari para ulama serta imam empat. Semuanya bisa salah, bisa benar, diambil ucapan mereka yang sesuai dengan kebenaran. Dan jika ucapan mereka menyelisihi kebenaran, maka ditolak, siapapun dia”. Dan di dalam “al-Fatawa al-Baziyah” hal.7 juga terdapat ucapan beliau yang membantah orang yang berdalil dengan ucapan Syaikh Muhammad bin Ibrahim: “Perkara ini sudah diketahui oleh para ulama –seperti yang telah aku jelaskan- yaitu barangsiapa yang menghalalkannya maka dia kafir. Adapun orang yang tidak menghalalkannya, seperti yang berhukum karena uang suap maka ini adalah kufrun duuna kufrin..”
[12] Didalam “Siyar A’lamin nubala'” 4/343 oleh adz-Dzahabi dalam biografi al-Hajjaj –setelah menyebutkan kejelekan-kejelekannya- : “Secara umum dia masih memiliki ketauhidan”. Dan di dalam “Tarikhul Islam” 2/1077 cet.Darul Gharb” oleh Imam adz-Dzahabi juga terdapat nukilan-nukilan yang penting. Dan lihat pula “Syarhul Aqidah ath-Thahawiyah” hal.374 oleh Imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi.
[13] Dia tidak sanggup berhijrah, meski sebab-sebab hijrah yang sya’i itu ada.
[14] Yaitu yang tidak mampu menampakkan agamanya, sedang dia sanggup untuk hijrah, maka ini yang wajib untuk berhijrah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hijrah tidak akan terputus, selama jihad masih tegak” Lihat “Silsilah ash-Shahihah” 1673 dan 3214 serta “al-Irwa'” 1208.
[15] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam “Majmu’ Fatawa” 23/348-349 tentang sikap Imam Ahmad dalam hal ini: “Sesungguhnya beliau mengkafirkan kelompok Jahmiyah yang mengingkari nama dan sifat Allah, karena penentangan ucapan mereka terhadap ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sangatlah jelas…dan beliau juga diuji dengan mereka hingga beliau tahu benar hakekat perkara mereka, karena berporos pada penolakan. Pengkafiran terhadap Jahmiyah sudah masyhur dari salaf dan para imam, akan tetapi beliau tidaklah mengkafirkan perorangan-perorangannya. Sesungguhnya yang menyeru kepada ucapan tersebut lebih parah dari pada yang mengatakannya. Dan yang menyiksa orang yang menyelisihinya lebih parah dari pada yang menyeru saja dan yang mengkafirkan orang yang menyelisihinya lebih parah dari pada yang menyiksa. Dan mereka para penguasa (pada zaman Imam Ahmad) mereka mengatakan ucapan Jahmiyah bahwa al-Qur’an makhluk, dan bahwasanya Allah tidak bisa dilihat di akhirat dan masih banyak lagi. Dan mereka menyeru manusia serta menguji dan menyiksa mereka dan….Meskipun demikian, imam Ahmad masih mendoakan mereka dengan rahmat, memintakan ampun untuk mereka, karena beliau tahu bahwa mereka itu masih belum dijelaskan bahwa mereka itu mendustakan rasul dan mereka tidak mengingkari apa yang dibawa rasul, akan tetapi mereka hanyalah mentakwil dan taklid saja.” Saya katakan : Lihat pula “al-Masaail al-Maaridiniyah” hal.69 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
[16] HR. Tirmidzi [2925] dan beliau menshahihkannya, Abu Dawud [4734], Ibnu Majah 201, an-Nasa’i dalam al-Kubra [7727] dari Jabir.
[17] Adz-Dzahabi menyebutkan tentang biografinya dalam “Siyar A’lamin nubala'” 11/169, dan beliau mulai dengan ucapan: “Dia adalah seorang Jahmiyah, musuh Imam Ahmad bin Hanbal dan seorang penyeru kepada ucapan al-Qur’an makhluk”. Tidak ada di dalamnya ucapan seperti di atas dan sungguh aku telah meneliti karangan-karangan imam adz-Dzahabi semuanya, namun aku juga tidak mendapatkannya atau yang mirip dengannya. Lihat “Tarikhul Islam” 5/758- al-Gharb, “Al-‘Ibar..” 1/339- Zaghlul, “Duwalul Islam” 1/146, “Al-Mughni Fidh dhu’afa'” 1/39 di dalamnya beliau mengatakan: Dia seorang Jahmiyah yang dimusuhi, dan “Al-Mizan” 1/233-Al-Baz.
[18] Yang beliau maksud adalah bahwa adz-Dzahabi bukan orang yang spesialis masalah kelompok-kelompok sempalan, maka tidak bisa diambil hal ini dari beliau.
[19] Bandingkan dengan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah seputar penguasa yang mengucapkan ucapan Jahmiyah yang telah disebutkan diatas.