DIALOG ILMIYAH BERSAMA SYAIKH BIN BAZ TENTANG BERHUKUM DENGAN SELAIN HUKUM ALLAH
Dialog Ilmiah Bersama Al-‘Allamah Syaikh Abdul Aziz Bin Baz rahimahullahu
Tentang Berhukum Dengan Selain Hukum Allah[1]
Ini adalah dialog ilmiah[2] yang berisikan pertanyaan-pertanyaan kontemporer beserta jawaban yang mendalam dan kokoh tentang masalah yang sangat urgen. Kami memuatnya untuk menguatkan pengikut kebenaran dan untuk mengikis pengikut kebatilan. Pertanyaan-pertanyaan itu disampaikan kepada guru kami, Syaikh al-‘Allamah Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullahu di dalam majelis khusus yang diikuti oleh sebagian masyayikh, dai, dan para penuntut ilmu.
Berkata al-akh Syaikh Abu Abdil Malik Hamad asy-Syitwi dalam “al-Ibriziyah” hal 55 untuk menjelaskan akan keteguhan[3] Samahatusy Syaikh Bin Baz serta kekokohan ilmu beliau dalam berdialog[4] : …diantaranya fatwa beliau ketika sebagian orang mendebat beliau dari segala arah, dari kalangan para tokoh dan ahli ilmu tentang masalah memvonis kafir secara mutlak terhadap individu tertentu, jika dia berhukum dengan selain hukum Allah. Beliau amat tegar dalam berpegang teguh dengan metode salaf dan sangat tegas terhadap orang yang menyelisihinya. Beliau menjelaskan bahwa memvonis kafir terhadap individu tertentu tidak bisa dilakukan hanya karena kemaksiatan yang dilakukan, selama tidak ada penghalalan yang nampak. Beliau mengatakan bahwa yang menyelisihi hal ini adalah ajarannya ahli bid’ah dan khawarij.
Setelah saya renungkan, perlu kiranya untuk (dialog ini) disebarkan diantara manusia, dalam rangka untuk menegakkan kebenaran dan memberi petunjuk kepada manusia. Dengan harapan semoga Allah menyatukan barisan ahlussunnah dari umat ini dan menyatukan kalimat mereka, terutama di zaman ini yang penuh dengan fitnah dan ujian, yang para hizbiyun, serta takfiriyun berusaha sekuat tenaga untuk memecah belah dan memisahkan (barisan Ahlusunnah). Mereka mengerahkan segala daya upaya dan berusaha[5] untuk menggunakan kesempatan dalam kesempitan, dengan peledakan dan pengerusakan[6] dengan mengatasnamakan jihad. Akan tetapi “إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ” sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. Dan (semua ini dilakukan) agar cahaya sunnah dan tauhid bersinar kembali untuk membasmi setiap orang yang menyimpang dan menentang, dan untuk mendekatkan setiap yang jauh agar kebenaran selalu terikat dengan penegaknya di setiap negeri dari timur sampai ke barat dan dari utara sampai ke selatan, dari Najd, Syam hingga ke Irak dan Sudan.
Sebagai penutup: Saya mohon kepada Allah Yang Maha Tinggi untuk menganugerahkan tambahan ilmu dan taufiq kepada penegak kebenaran dan memberi petunjuk bagi yang menyelisihi kebenaran untuk bisa istiqomah di atas jalan petunjuk.
فَهَذَا الْحَقُّ لَيْسَ بِهِ خَفَاءُ فَدَعنِيْ مِن بُنَيَّاتِ الطَّرِيْقِ
Kebenaran ini tidak tersembunyi sama sekali
Maka biarkan diriku dari jalan-jalan yang menyimpang
Allahlah sang pemberi petunjuk dan kepada-Nyalah aku bertawakkal dan bersandar. Dan akhirnya, segala puji bagi Allah pencipta alam semesta.
Penulis
Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al-Halabi al-Atsari
4 Jumadil Akhir 1425 H
———————————————————————–
[1] Dialog ini diterjemahkan dari kitab Al-As-ilah An-Najdiyah cet. III tahun 2009 M/1430 H oleh Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi Al-Atsari hafidzahullahu.
[2] Dialog ini terkenal dengan nama Ad-Dam’ah Al-Baaziyah. Penamaan ini ada sebabnya, seperti yang telah disampaikan oleh Fadhilatu Asy-Syaikh DR. Hammad bin Ibrahim Asy-Syitwi –hafidzahullahu- di dalam kitabnya yang indah Al-Ibriziyah Fi At-Tis’iin Al-Baaziyah hal.97 ketika menyebutkan tentang tangisan Syaikh bin Baz. Dia berkata: Syaikh Bin Baz menangis ketika teringat gurunya yaitu Mufti Al-‘Allamah Al-Muhaqqiq Muhammad bin Ibrahim bin Abdul Latif Alu Syaikh –rahimahullahu-. Beliau memujinya dan beliau menyampaikan bahwa beliau tidak mengetahui ada yang lebih alim di atas muka bumi ini (di zaman itu) daripada gurunya tersebut. Dan tidak ada yang lebih baik dalam mengajar serta memperhatikan para murid beliau daripada Syaikh Muhammad bin Ibrahim. Hingga Syaikh Bin Baz menangis tersedu-sedu dan mendoakan rahmat baginya. Dialog ini diikuti oleh para dosen fakultas As-Sunnah dan ilmu-ilmu As-Sunnah di kuliah ushuluddin di Riyadh. Ini adalah sikap beliau yang sangat mengharukan serta menunjukkan akan hormatnya beliau kepada sang guru dan berbaktinya beliau setelah menggantikan kedudukan gurunya. Aku katakan: untuk lebih jelasnya lihat kitabku At-Tanbiihaat Al-Mutawaaimah hal.78-79.
[3] Dan syaikh Asy-Syitwi juga dalam kitabnya halaman 36 menggambarkan tentang dialog tersebut dengan mengatakan: Dialog beliau dalam masalah takfir dan hukum bagi orang yang berhukum dengan selain hukum Allah. Sungguh sikap beliau sangat luar biasa, beliau menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari sekelompok ulama dan para penuntut ilmu agama. Dan beliau tidak berbelit-belit dalam menjawab bahkan tetap tegar di atas pendirian.
[4] Berkata saudara kita yang mulia Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafidzahullahu di dalam kitabnya yang sangat bermanfaat Madaarik An-Nazhar fii As-Siyasah hal.156 ketika menjelaskan tentang beberapa penyimpangan Salman Al-Audah: Hendaknya anda –wahai saudaraku- mengetahui bahwa kami sedang berdialog dengan sekelompok orang yang telah mengakar di dalam diri mereka syubhat Khawarij. Aku menyeru untuk anda mendengarkan kaset ceramah yang diedarkan oleh Dar Ibnu Rajab di Madinah dengan judul “Munaqasyah Haula Mas’alah At-Takfir”. Di dalam dialog tersebut sebagian dai mendebat Syaikhul Islam, Mufti, Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah tentang masalah pengkafiran penguasa. Saya katakan: Dialog inilah yang dinamakan dengan Ad-Dam’ah Al-Baaziyah.
[5] Diantara usaha jahat yang dilakukan oleh sebagian takfiriyun yang bodoh, dengan penuh kebodohan, kesesatan dan kesombongan adalah apa yang aku lihat pada sebagian tempat di internet dari tulisan-tulisan seseorang yang disebut Abu Bashir yang tinggal ditengah-tengah orang kafir, yang (jati dirinya) tidak sesuai dengan nama (kunyah) nya. Dia memberi komentar bodoh dan jahiliyah terhadap dialog ilmiah di atas dan memberi gelar kepada yang menyelisihinya, khususnya Syaikh Bin Baz dengan Istihlaliyun. Diantara ucapannya yang batil kepada para masyayikh adalah: “Kalian telah mendahului Jahm yang sesat dengan sejauh-jauhnya”. Dan diantara ucapannya pula: …bahwa mereka telah menyelisihi kaidah dan prinsip Ahlussunnah wal Jamaah serta menyamai kaidah serta prinsip Jahmiyah dan Murjiah” dan bahwasanya Syaikh Bin Baz tidak bisa membedakan atau memisahkan dan beliau menyelisihi ijma’ Ahlussunnah dan bahwasanya ucapan beliau itu salah dan aneh, yang tidak pernah ada satu salaf pun yang seperti beliau dan beliau itu plin plan…” dan masih banyak lagi kebodohan yang ditampakkan oleh Abu Bashir ini. Kemudian dia menumpahkan semua kesalahan dalam ucapannya dengan penuh kedzaliman seputar masalah tauhid hakimiyah dan penetapan syariat, dengan mengisyaratkan kepada kematian Syaikh Bin Baz, bahwasanya beliau telah meninggalkan tauhid hakimiyah dan tidak mau menjelaskan (kepada manusia) hingga membuat ketakutan bagi para penakut dan ditakwilkan oleh para pentakwil. Dan –sebelumnya- seolah-olah dia bertanya-tanya dengan penuh kekejian dan kejahatan: “apakah ini karena tekanan dari para thaghut (pemimpin), yang mengharuskan Syaikh untuk berubah-ubah (plin plan)? lalu dia juga mengatakan terhadap para tokoh ulama kita yang hidup satu masa: “Demikian pula dengan Syaikh Nashir (Al-Albani) dan Ibnu Utsaimin”.
Maka saya (Syaikh Ali) katakan: Diamlah engkau wahai orang yang bodoh, Demi Allah, engkau masih dan tetap dalam kebodohan…. Bahkan celakalah dan merugilah dirimu -demi Rabbnya Muhammad-, wahai penjahat yang terhina, orang bodoh dan pendusta yang keji, jika engkau tidak bertobat, dan aku tidak mengatakan kepadamu kecuali:
مَا يَضُرُّ البَحرَ أَمسَى زَاخِرًا أَن رَمَى فِيهِ (سَفِيهٌ) بِحَجَر
Tidak akan memadharatkan laut yang luas
jika ada orang bodoh melemparinya dengan batu
Subhanallah! Para imam/ulama dianggap seperti itu oleh orang bodoh ini dan yang semisal dengannya! Demi Allah, mereka tidak memiliki kecuali kebodohan kuadrat dalam akal yang idiot dan jiwa yang sakit… Ya Allah, selamatkanlah kami, Demi Allah, Wahai kaum muslimin, tidakkah kalian memberi kami udzur dalam membantah mereka, dan kalian tahu apa yang mendorong kami untuk menyingkap dan membongkar kedok mereka dengan keras? Itulah yang saya harapkan….
[6] Dan yang amat disayangkan, bahwa kebanyakan dari para syaikh dan yang menisbatkan dirinya kepada ilmu belum mengetahui sebab-sebab terjadinya pengrusakan dan peledakan ini yang telah memenuhi daratan dan pegunungan! atau mungkin juga mereka telah mengetahui, namun mereka tidak sanggup untuk menghadapi dan menabuh genderang perang dengan mereka karena suatu sebab atau yang lainnya. Allah ta’ala telah berfirman:
لَتُبَيِّنُنَّهُ ۥ لِلنَّاسِ وَلَا تَكۡتُمُونَهُ
“Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya.” (QS. Ali Imran: 187) Dan pada akhir-akhir ini telah sampai kepadaku apa yang dibaca oleh para imam masjidil haram dan masjid nabawi dalam qunut nazilah dalam shalat lima waktu, yaitu ucapan mereka: “Ya Allah, padamkanlah fitnah takfir/pengkafiran, tadmir/pengrusakan dan tafjir/peledakan”. Maka saya katakan: Demi Allah, ya itulah penyebabnya. Setiap musibah (peledakan) dan kejelekan ini merupakan dampak negatif dari keekstriman dalam takfir. Dan ini merupakan judul bukuku yang telah diterbitkan dalam rangka untuk mengingatkan umat akan bahaya laten takfir dan akibatnya yang pahit.
لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ كَاشِفَةٌ
“Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah.” (QS. An-Najm : 58)