BEDA AKHLAK ULAMA & NGELAMA’ YANG HOBI MENCLA-MENCLE DALAM MENJUNJUNG TINGGI KEBENARAN
Ada sebuah kisah menarik tentang akhlak ulama dalam menerima/mendukung/menjunjung tinggi kebenaran meskipun dibantah dengan keras dan tanpa dijapri/dinasihati secara langsung terlebih dahulu.
Ringkas cerita*: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu pernah salah dalam ucapan beliau “معية ذاتية” yang telah tersebar (hanya salah ungkapan bukan salah inti aqidahnya). Namun Syaikh Hamud At-Tuwaijiry rahimahullahu langsung menulis bantahan terhadap beliau dengan keras tanpa terlebih dahulu menelepon/mendatangi (japri) beliau untuk menasihati. Beliau pun menulis buku bantahan yang berjudul “Itsbat Uluwwillah Wa Mubayanatuhu Li Khalqihi Wa Ar-Raddu ‘Ala Man Za’ama Anna Ma’iyatallah Lil Khalqi Dzatiyah”.
Kemudian beliau pun membacakan kitab tersebut kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu. Dan Syaikh Bin Baz pun menyetujui bantahan tersebut dan memberikan muqaddimah (tidak menyuruh penulis untuk menelepon atau mendatangi langsung yang dibantah, padahal masih berdekatan tempat tinggal mereka). Yang lebih unik lagi, Syaikh Al-Utsaimin (yang dibantah) setelah mengetahui kitab bantahan terhadap beliau tersebut, beliau ikut memujinya dan beliau lapang dada dalam menerima kebenaran serta meralat kesalahan beliau meski tanpa dijapri terlebih dahulu, bahkan dibantah dengan keras. Rahimahumullahu Jami’an
- Itulah akhlak ulama yang lapang dada menerima dan mendukung serta menjunjung tinggi kebenaran dan tidak ngeles atau mencla-mencle. Seperti kelakuan oknum ngelama’, yang tidak tahu diri atau tidak mikir atau ngaca dengan menyuruh orang lain japri sedangkan dia sendiri menulis nyinyirannya di medsos berulang kali. أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَـٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ
“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab? Tidakkah kamu mengerti?” (QS. Al-Baqarah: 44)
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ – كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفۡعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaf: 2-3)
- Yang aneh bin nyeleneh dari sang oknum ngelama’ ini adalah yang jelas dalil haramnya menasihati pemimpin muslim di hadapan umum (medsos) dia lakukan (pengikut bid’ah saba’iyah). Namun yang tidak ada dalil dilarangnya membantah penyimpangan dai/ustadz yang sudah tersebar dia nyinyiri. Bahkan ini (membantah penyimpangan yang sudah tersebar) sudah biasa dilakukan oleh para ulama sejak dahulu kala.
-Bahkan yang lebih parah lagi pernyataan sang oknum yang sering keliru dan ditegur, ini menunjukkan akan kebodohan serta kengawurannya dalam membuat statement di medsos seperti yang sudah sering kita bantah.
- Ahlul bid’ah sering menuduh Ahlussunnah memecah belah umat (membuat kegaduhan) ketika mereka dibongkar kesesatan dan kebid’ahannya. Maling teriak maling.
[*] Kisah ini dibawakan oleh Syaikh Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahumallahu dalam ceramah beliau Syarah Al-Qawa’id Al-Mutsla Edisi 15. Link: https://youtu.be/5XYJMFQ3W0A